ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Benarkah Jaringan Internet di Provinsi Papua Rusak karena Faktor Alam?

Adanya gangguan jaringan internet selama 3 pekan terakhir di Papua, berdampak kepada setidaknya 500 ribu warga di empat wilayah Bumi Cenderawasih.

(Google Maps)
Peta Papua dan Papua Barat 

April lalu, sistem komunikasi bawah laut Jakabare (Jakarta-Kalimantan-Batam-Singapura) milik PT Indosat Tbk. terputus. Indosat menduga ini dipicu tanah yang amblas di daratan Singapura.

Baca juga: Telkom Terjunkan Satgas untuk Jaga Jaringan Internet saat Pelaksanaan PON Papua

Apa konsekuensi internet putus di Papua?

Akses internet yang hilang di Jayapura dan Sarmi memukul masyarakat yang menggantungkan aktivitasnya pada jaringan ini.

Aktivitas belajar jarak jauh mandek, kata Wiwi Ayomi, mahasiswi Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Konsekuensinya, perkuliahan digelar secara tatap muka di kampus, saat penularan virus corona belum tertanggulangi.

Situasi ini bukan cuma membuat Wiwi cemas terpapar corona dari dosen atau kawan-kawannya, tapi juga warga Jayapura yang mencari sinyal internet di lokasi tertentu.

Hampir setiap akhir pekan, Wiwi menghabiskan waktu berjam-jam di pelataran Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura. Di sana, Wiwi setidaknya dapat mengirim dan menerima pesan dari aplikasi pesan instan seperti Whatsapp.

"Saya harap internet tidak putus, kita kan harus mengurangi kasus corona. Saya kalau pergi ke kampus harus naik transportasi umum, duduknya berdempetan," kata Wiwi.

Warga Jayapura lainnya, Ari Bagus Poernomo, mengeluh kehilangan pendapatan sekitar Rp11 juta selama internet padam.

Berprofesi sebagai pengembang situs internet, dia sama sekali tidak bisa bekerja.

"Saya harus perbarui domain empat situs klien saya. Waktu internet diputus pemerintah tahun 2019, saya masih bisa akses internet di beberapa hotel. Sekarang saya tidak punya pilihan," ucapnya.

Dalam beberapa hari selama Agustus dan September 2019, pemerintah secara sengaja melambatkan dan memutus akses internet di Papua.

Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menyatakan kebijakan itu merupakan perbuatan melawan hukum.

Kala itu, pemerintah berdalih membatasi dan memblokir akses internet untuk mencegah penyebaran berita bohong.

Selama periode itu, kerusuhan pecah di beberapa kota usai aksi rasialisme aparat kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

Walau akses internet hilang, layanan publik masih bisa bergulir walau tersendat, kata Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Jayapura, Gustaf Griapon. Akan tetapi, situasi itu disebutnya memunculkan banyak 'pengungsi digital'.

"Warga kampung mungkin tidak begitu merasakannya, tapi bagi yang tinggal di kota, seperti ada bagian tubuh yang kurang. Tanpa internet, kita seperti mati," kata Gustaf.

"Muncul pengungsi digital, masyarakat mencari tempat yang memiliki sinyal, ada yang pergi ke Biak dan kota lain untuk melanjutkan bisnis atau mengerjakan tugas sekolah.

"Ekonomi digital di Papua kan ada di Jayapura, sekarang lumpuh total, tidak bisa bikin apa-apa," kata Gustaf.

Menteri Kominfo Johnny G Plate menyebut akses internet akan kembali pulih Juni depan. Namun Gustaf belum mendapat kepastian tanggal pastinya.

ILustrasi internet
ILustrasi internet (Kompas.com)

Berkaitan dengan aspirasi merdeka?

Di tengah simpang siur penyebab internet padam serta tenggat perbaikannya, muncul dugaan situasi ini berkaitan dengan aspirasi merdeka sekelompok warga Papua.

Akses internet di Jayapura dan sekitarnya putus satu hari setelah Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan pelabelan organisasi terorisme kepada Organisasi Papua Merdeka.

Salah satu yang menuding kausalitas akses internet dan politik di Papua ini adalah Linus Hiluka, mantan tahanan politik sekaligus sosok senior OPM di jalur diplomasi.

"Ini salah satu bentuk ketidakmampuan Indonesia mengatasi masalah Papua. Mereka kirim banyak pasukan untuk mengejar tentara OPM yang mereka anggap teroris.

"Lalu mereka matikan akses internet supaya berita kejadian di Papua tidak terungkap. Menurut hukum internasional, ini pelanggaran HAM," kata Linus menuduh.

Dalam beberapa kesempatan kepada pers, Kapolda Papua, Irjen Mathius D Fakhiri, membantah tudingan tersebut.

Bagaimanapun, menurut Damar Juniarto dari Safenet, pemerintah pusat semestinya menunjukkan upaya maksimal untuk mengatasi hilangnya akses internet di sebagian Papua ini.

Kejadian ini genting, kata Damar, karena membuat masyarakat yang tengah terdampak pandemi semakin tergopoh-gopoh.

"Kalau seperti sekarang, perhatiannya kurang. Situasi warga susah, ada pandemi dan konflik antara kelompok bersenjata dengan tentara. Ini akan membuat citra seolah-olah pemerintah membiarkan. Dan anggapan pembiaran bisa menumbuhkan prasangka bahwa putusnya internet ini adalah hal yang disengaja," ujar Damar.

(BBC Indonesia)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved