ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

HIV dan AIDS

[BAGIAN PERTAMA] Kisah Para Perempuan Positif HIV di Papua, Masih Ingin Melihat Anak Beranjak Dewasa

"Saya masih ingin hidup dan ingin lihat anak saya beranjak dewasa," tutur Konstance Raweyai, mengungkapkan harapan akan masa depannya.

Editor: Roy Ratumakin
ULET IFANSASTI/GETTY IMAGES
Seorang perempuan Papua dengan HIV Rosa menunggu perawatan di sebuah rumah sakit pada 5 Oktober 2009 di Merauke, Papua. 

Sebab, sepanjang hidup, ia menjalani perilaku seks aman dan tidak berganti-ganti pasangan. Ia tak tahu menahu dari mana ia terpapar virus itu. Yang ia tahu, selama ini ia hanya melakukan hubungan seksual dengan suaminya semata.

"Tapi pas dikatakan positif, saya berpikir mungkin suami saya tidak setia sama saya, mungkin ada yang lebih dari saya, makanya dia bergaul dengan perempuan yang sakit (HIV) sehingga saya mengalami sakit yang sama," tuturnya.

Ia sempat meminta suaminya untuk melakukan tes HIV, namun sang suami bergeming.

"Dia tidak percaya. Dia bilang, 'Ah itu salah,' karena memang sampai saat ini dia belum sakit." Tak lama setelah dinyatakan positif HIV, ia berpisah dengan suaminya. Virus itu merenggut nyawa salah satu anaknya yang kala itu masih bayi.

Ia kini hidup bersama dengan putra semata wayangnya, Alvaro. Berbeda dengan Konstance, putranya dinyatakan negatif HIV.

Ketika dirinya dinyatakan positif HIV, Konstance mengaku "putus asa" dan "tidak mau hidup".

Baca juga: Hasil Undian Semifinal: Dua Wakil Indonesia Bakal Hadapi Rintangan Berat

Namun sang anak memberinya secercah harapan dan menjadi motivasinya untuk tetap kuat.

"Saya selalu berdoa, 'Tuhan, kuatkan saya karena saya masih mau sama-sama dengan saya pu anak'".

"Walaupun saya sudah tidak sama-sama dengan saya pu suami, sudah ditinggalkan, tapi masih ada satu anak yang saya harus urus," aku Konstance.

Baca juga: Raih Kemenangan Perdana, Strategi Pramudya/Yeremia Berjalan Baik

Sama seperti orang dengan HIV/AIDS yang lain, stigma dan perlakuan diskriminatif pernah dialami oleh Konstance.

"Macam pas ibadah itu, biasa duduk dengan saya, waktu itu langsung tiba-tiba dong berdiri. Tapi kadang saya rasa trapapa, biasa saja."

"Terus saya cuma bilang, sampai air mata keluar tapi saya tahan, 'Ya Tuhan, saya hanya datang untuk beribadah,' lagi pula gereja kan bukan dia pu gereja. Kalau dia mau pindah, pindah saja."

"Kalau menurut saya itu tidak perlu, karena sa pikir HIV ada obatnya karena saya datang berobat terus. Ternyata minum obat ARV tidak apa-apa, sehat saja," katanya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved