Sosok
Ingat Jenderal Gatot Nurmantyo? Panglima TNI yang Dicopot Jokowi: Berpotensi Maju Pilpres 2024
Pada Pilpres 2024, nama Gatot Nurmantyo kembali disebut oleh sebuah lembaga survei sebagai tokoh yang berpotensi maju.
TRIBUN-PAPUA.COM - Jenderal Gatot Nurmantyo sempat moncer di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama. Ia menjabat Panglima TNI.
Namun dalam perjalanan, Gatot diberhentikan secara hormat oleh Presiden pada 8 Desember 2017.
Sebagai penggantinya, Jokowi lalu melantik Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.
Pemberhentian Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI kemudian menuai kontroversi.
Setelah resmi dicopot, Gatot Nurmantyo merapat ke Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Baca juga: Luhut Dihujat Usai Terima Telepon Saat Jokowi Pidato, Begini Penjelasan Jubir Menkomarves
Bukan hanya itu, Gatot Nurmantyo juga pernah masuk bursa Capres-Cawapres 2019.
Kini, namanya kembali mencuat untuk Pilpres 2024.
Lantas bagaiamana kabar terbaru Gatot Nurmantyo?
Gatot Nurmantyo sudah malang melintang di dunia militer di Indonesia hingga akhirnya pensiun.
Gatot lahir di Tegal, Jawa Tengah tanggal 13 Maret 1960. Ayahnya berasal dari Cilacap dan ibunya berasal dari Solo.
Gatot hidup dari keluarga yang berlatar belakang militer.
Ayahnya bernama Suwantyo yang pernah menjabat sebagai Letnan Kolonel Infanteri di Kodam XIII/Merdeka Sulawesi Utara
Karir Gatot Nurmantyo selama bertugas di militer terbilang sangat cemerlang.
Gatot merupakan lulusan Akademi Militer angkatan tahun 1982
Baca juga: Kisah Tan Malaka, Tokoh Komunis yang Diasingkan Indonesia Namun Diberi Gelar Pahlawan Nasional
Awalnya, Gatot tak pernah bercita-cita jadi tentara. Ia hampir mendaftarkan diri ke Universitas Gadjah Mada.
"Saya ingin jadi arsitek," katanya di program "Satu meja" yang ditayangkan Kompas TV, Senin (3/10/2016).
Gatot bercerita, satu hari, dirinya sudah berada di Yogyakarta dan siap mendaftar ke jurusan arsitektur di UGM.
Namun Gatot teringat pesan ibunda bahwa biaya kuliah di UGM cukup menguras kas keluarga.
"Kata Ibu, semua biaya untuk kamu," ujar pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 ini menirukan pesan ibunda. Padahal, Gatot masih punya dua adik yang pasti juga ingin menimba bangku kuliah selepas SMA.
"Saya pikir, saya kok egois, akhirnya saya teruskan ke Semarang (untuk mendaftar ke Akmil)," ungkap Gatot.
"Jadinya arsitek tentara sekarang," kata Gatot.
Dinas pertamanya sebagai Danton MO 81 Kiban Yonif 315 Dam II/Slw.
Selama beberapa tahun, Gatot dikirim ke Papua sebagai Komandan Kodim, antara lain Dandim 1707 Merauke, kemudian Dandim 1701 Jayapura.
Jabatan teritorial yang pernah dijabat oleh Gatot yakni Komandan Korem Suryakencana dan Panglima Kodam Brawijaya.
Kariernya terus menanjak hingga menjadi menjadi Gubernur Akmil pada tahun 2010.
Baca juga: Sejarah KAMI: Organisasi Mahasiswa, Tritura hingga Desak Soekarno Bubarkan PKI
Kemudian pada tahun 2014, Gatot resmi menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Puncak kariernya yaitu menjadi Panglima TNI pada usia 55 tahun menggantikan Jenderal Moeldoko yang memasuki masa purna bakti..
Ia menjadi Panglima TNI ke-16 yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (8/7/2015).
Pelantikannya sesuai dengan Keppres Nomor 49/TNI2015 tertanggal 6 Juli 2015.

Kontroversi pemberhentian Gatot sebagai Panglima TNI
Gatot Nurmantyo resmi diberhentikan secara hormat dari jabatannya sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia pada Jumat (8/12/2017).
Pemberhentian ini ditandai dengan dilantiknya Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo.
Pergantian jabatan Gatot pun menuai kontroversi.
Lewat kanal YouTube "Hersubeno Point", Gatot menyatakan bahwa pergantian jabatannya sebagai Panglima TNI berkaitan dengan instruksinya untuk memutarkan film G30S/PKI.
"Saat saya menjadi Panglima TNI, saya melihat itu semuanya maka saya perintahkan jajaran saya untuk menonton G30S/PKI. Pada saat itu saya punya sahabat dari salah satu partai, saya sebut saja PDI menyampaikan, 'Pak Gatot."
"Saya bilang, 'Terima kasih', tetapi justru saya gas karena ini adalah benar-benar berbahaya, dan benar-benar saya diganti," kata Gatot.
Baca juga: Soekarno, Bung Besar yang Bergaji Kecil Pasca-revolusi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, boleh-boleh saja Gatot Nurmantyo berpendapat bahwa pencopotannya dari Panglima TNI karena pemutaran film G30S/PKI.
Namun, ia mengingatkan bahwa itu merupakan pendapat subyektif Gatot.
"Tentang pencopotannya, itu pendapat subyektif. Karena itu penilaian subyektif, ya boleh-boleh saja, sejauh itu perasaan," kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).
Namun, Moeldoko menegaskan, perasaan Gatot itu belum tentu sesuai dengan yang dipikirkan oleh pimpinannya, yakni Presiden Joko Widodo.
Kemudian, pada 18 Agustus 2020, Gatot bersama sejumlah tokoh di Indonesia mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2020).
KAMI disebut sebagai gerakan moral seluruh rakyat Indonesia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan sosial.
Nama Gatot Nurmantyo sempat menjadi sorotan publik.
Semula gerakan KAMI dideklarasikan di Tugu Proklamasi Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2020) lalu lalu menyebar ke beberapa daerah.
Baca juga: Soeharto, Repelita dan Misi Rahasia: Menginap di Rumah Warga Berbekal Beras dan Tempe
Sayangnya, sejumlah kalangan melakukan penolakan terhadap deklarasi KAMI.
Masuk bursa Pilpres 2024
Selepas pensiun, Gatot Nurmantyo sempat masuk dalam bursa capres-cawapres di Pilpres 2019.
Nah, pada Pilpres 2024, nama Gatot Nurmantyo kembali disebut oleh sebuah lembaga survei sebagai tokoh yang berpotensi maju.
Berikut rekam jejak Gatot Nurmantyo sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Karier di TNI
Gatot Nurmantyo adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1982 dan berpengalaman di kecabangan infanteri baret hijau Kostrad.
Karier pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 di dunia militer terbilang cukup cemerlang.
Sebelum ditarik ke Jakarta, Gatot Nurmantyo pernah berdinas di Papua menjadi Komandan Kodim 1707/Merauke kemudian Komandan Kodim 1701/Jayapura.
Setelah pindah ke Jakarta, karier Gatot Nurmantyo semakin menanjak.
Ia pernah menjadi Komandan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat (Kodiklat), Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya, dan Gubernur Akademi Militer.
Kemudian pada 2013, ia diangkat menjadi Panglima Komando Cabang Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) ke-35.
Setahun menjabat Pangkostrad, Gatot Nurmantyo menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada 2014–2015.
2. Calon tunggal Panglima TNI
Puncaknya, Gatot Nurmantyo dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon tunggal Panglima TNI.
Nama Gatot diusulkan Jokowi ke DPR pada 9 Juni 2015.
Setelah lolos dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Gatot dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Moeldoko yang pensiun pada 1 Agustus 2015.
Gatot Nurmantyo resmi pensiun pada 31 Maret 2018.
Sebelum pensiun, posisinya digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Gatot Nurmantyo tercatat menjadi prajurit TNI selama 36 tahun sejak 1982.
3. Harta Kekayaan
Berdasarkan LHKPN yang diakses Tribunnews.com, Selasa (29/9/2020) di laman elhkpn.kpk.go.id, harta kekayaan Gatot pada 2018 tercatat sebesar Rp 26,6 miliar.
Harta itu terdiri atas 17 bidang tanah di berbagai tempat.
Selain itu, Gatot juga memiliki tiga mobil serta sejumlah harta lainnya.
Baca juga: Tempe Jadi Makanan Favorit Soekarno, Ini 7 Jenisnya di Indonesia
Jumlah harta Gatot naik hampir 100 persen dibanding saat awal menjabat sebagai panglima TNI pada 2015 yakni sebesar Rp 13,9 miliar, atau naik sebesar Rp 12,7 miliar.
4. Masuk bursa capres-cawapres di Pilpres 2019
Setelah tak lagi menjadi perwira TNI aktif, nama Gatot santer disebut dalam berbagai lembaga survei calon presiden atau wakil presiden pada Pilpres 2019.
Dikutip dari Kompas.com, hasil survei nasional Poltracking Indonesia sempat menyebut Gatot dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.
Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Namun, saat itu Gatot Nurmantyo secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di dunia politik.
Puncaknya, Gatot Nurmantyo memastikan dirinya tidak memihak kubu manapun dalam Pilpres 2019.
5. Deklarasikan KAMI
Setelah sekian lama tak muncul, kini Gatot Nurmantyo ikut mendeklarasikan KAMI.
Saat deklarasi KAMI, Gatot Nurmantyo mengingatkan ancaman perang proksi atau proxy war di Indonesia.
"Pada tanggal 10 Maret 2014 saya berkesempatan dialog dengan civitas akademika Universitas Indonesia," kata Gatot dikutip dari akun Youtube Realita TV, Selasa (18/8/2020).
"Saya berbicara antara lain tentang proxy war, yang kini telah menjadi ancaman luar biasa terhadap kedaulatan suatu bangsa," lanjut dia.
Ia menegaskan, KAMI merupakan gerakan moral dan bukan ingin berkembang menjadi partai politik.

6. Dianggap jadi 'kuda hitam' di Pilpres 2024
Beberapa waktu lalu, lembaga riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis 15 nama tokoh yang dinilai berpotensi berlaga pada Pilpres 2024.
Dari 15 nama tersebut, ada nama Gatot Nurmantyo yang dianggap menjadi "kuda hitam" atau sosok yang dapat memberikan faktor kejutan.
Namun, pendapat berbeda justru disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari yang menilai Gatot belum cukup kuat untuk maju dalam Pilpres 2024.
Menurut Qodari, elektabilitas Gatot Nurmantyo belum cukup kuat jika dihubung-hubungkan dengan Pilpres 2024 mendatang.
Hal itu, kata dia, bisa dilihat pada Pilpres 2019 lalu. Jika memang Gatot kuat, maka sudah pasti dia dipinang oleh partai politik untuk maju pilpres.
Sebut Indonesia saat ini sedang menuju proses kepunahan
Gatot Nurmantyo melayangkan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan Gatot menyangkut ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
Dalam persidangan perkara nomor 70/PUU-XIX/2021 tersebut, Gatot mengaku khawatir dengan nasib Indonesia jika terus menerapkan presidential threshold.
Mengutip pernyataan Bank Dunia, Gatot menyebut bahwa Indonesia saat ini sedang menuju proses kepunahan.
"Yang saya khawatirkan adalah pernyataan dari Bank Dunia, bahwa Indonesia proses menuju kepunahan," kata Gatot dalam sidang yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Selasa (11/1/2022).
Pasalnya menurut Gatot, kebijakan pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014 sampai sekarang telah memperlihatkan keretakan. Seperti misalnya kelompok masyarakat yang terbelah.
Baca juga: Komunisme: Perjalanan dan Asal Usul Palu Arit Jadi Lambang Kebesaran Partai
Namun bukannya mempersatukan, kebijakan yang diambil setelahnya justru membuat keretakan tersebut kian menjadi.
"Kebijakan - kebijakan yang diberikan sejak 2014 sudah terjadi keretakan tetapi kebijakan yang ada semakin hari, bukannya merekatkan tapi meretakkan. Ini terlihat, bangsa ini terpecah menjadi dua, dan tidak ada harapan bagaimana suatu negara terbelah dan tidak ada harapan ke depannya," ungkap Gatot.
Berkenaan dengan ini, Gatot menggugat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang selama ini diterapkan, dengan tujuan supaya calon pemimpin di ajang pesta demokrasi tahun 2024 bukan sosok yang itu - itu saja.
Di mana hanya diramaikan oleh dua kubu koalisi partai politik.
"Yang kami sampaikan, tujuannya adalah kami ingin menyelamatkan anak - anak kami semuanya dan cucu kita semua di generasi mendatang," pungkas Gatot.
Sebagai informasi, dalam gugatannya, Gatot yang didampingi kuasa hukum Refly Harun menggugat presidential threshold sebesar 20 persen.
Adapun pokok permohonan yang diajukan hanya menyangkut satu pasal, yakni Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi 'Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya'.
Menurut kubu Gatot, Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan tiga pasal pada UU Dasar 1945, yakni Pasal 6 Ayat (2), Pasal 6a Ayat (2), dan Pasal 6a Ayat (5).
Bunyi dalam tiga pasal UU Dasar dinilai sudah jelas mengatur hak konstitusi kepada partai politik untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden sepanjang menjadi peserta pemilihan umum.
Dalam pasal - pasal tersebut, tak ada ketentuan yang mengatakan soal keharusan 20 persen atau harus memenuhi ambang batas tertentu.
"Sama sekali tidak ada ketentuan yang mengatakan harus 20 persen, atau harus memenuhi ambang batas tertentu. Dan itu sekali lagi sudah merupakan close legal policy yang tidak terkait tata cara, tapi substansi. Untuk itu seharusnya tidak ada yang namanya ambang batas," tegas Refly.
Baca juga: Kisah Muhammad Arief Pencipta Genjer-genjer, Lagu Rakyat yang Terlarang Karena PKI
Dalam petitum permohonannya, Gatot meminta Mahkamah Konstitusi untuk:
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com