ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Sejarah

Soeharto Asyik Makan Soto Saat Serangan Umum 1 Maret 1949 Pecah di Yogyakarta

Soeharto bukanlah inisiator serangan umum melainkan menjadi bagian dari serangan ini dengan komando dari atasannya, Kolonel Bambang Sugeng.

Tribun-Papua.com/Istimewa
Reka Ulang Serangan Umum 1 Maret 1949 - Anggota Komunitas Jogjakarta 1945 beserta komunitas pegiat sejarah dari berbagai daerah melakukan reka ulang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di halaman Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Minggu (1/3/15). Acara tersebut untuk mengenang jasa pahlawan yang terlibat dalam peristiwa tersebut serta untuk menggugah semangat patriotisme masyarakat.(KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO) 

Setelah mendengar siaran radio tentang perundingan PBB tentang Indonesia-Belanda, Hamengku Buwono IX berpikir itulah momentum yang tepat untuk mengembalikan semangat juang dan menunjukkan eksistensi Ri di mata dunia.

Sultan Hamengku Buwono IX kemudian mengirimkan utusan untuk menyampaikan siasatnya kepada jenderal Sudirman.

Setelah itu, barulah Sultan bertemu dengan komandan gerilya di daerahnya Letkol Soeharto pada pertengahan Februari 1949.

Pembicaraan tersebut berisi seputar perencanaan serangan dalam dua minggu ke depan.

Letkol Soeharto (tengah berdiri) sebagai komandan WK III Yogyakarta mngadakan perlawanan gerilya terhadap Belanda di Yogyakarta dari Desember 1948 hingga Juni 1949 (IPPHOS)
Letkol Soeharto (tengah berdiri) sebagai komandan WK III Yogyakarta mngadakan perlawanan gerilya terhadap Belanda di Yogyakarta dari Desember 1948 hingga Juni 1949 (IPPHOS) (Tribun-Papua.com/Istimewa)

Soeharto asyik makan soto saat serangan berlangsung?

Selain soal inisiator Serangan Umum 1 Maret 1949, fragmen lain yang jarang disebut yaitu mengenai Soeharto yang disebut asyik makan soto saat anak buahnya bertempur melawan Belanda

Cerita itu diungkapkan anak buah Soeharto Kolonel Abdul Latief yang saat itu masih berpangkat kapten. 

Baca juga: Sejarah KAMI: Organisasi Mahasiswa, Tritura hingga Desak Soekarno Bubarkan PKI

Dikutip dari Hastamitra, Latief menyebut, pada penyerangan enam jam di Yogyakarta, pasukannya mendapat kepercayaan untuk menduduki daerah sepanjang Malioboro, mulai dari Stasiun Tugu sampai Pasar Besar Yogyakarta (Beringharjo).

Sementara Soeharto menempati markas komando di daerah Kuncen atau desa Sudagaran, yang hanya terletak 500 meter dari batas kota Yogyakarta (daerah Demakijo).

Saat pertempuran itu, Latief mengaku lolos dari kepungan tentara Belanda yang sedang mengadakan counter offensif.

Dia mundur kembali keluar kota dengan meninggalkan korban 12 luka-luka, 2 gugur, dan 50 orang pemuda-pemuda gerilya kota, di bawah pimpinannya, mati terbunuh oleh tentara Belanda.

Pemuda-pemuda tersebut, yang sekarang dimakamkan atau dengan nama Makam Tak Bernama di daerah Balokan, di depan stasiun Tugu Yogya­karta.

"Kira-kira pada jam 12.00 siang hari bertemulah saya dengan Komandan Wehrkreise Letkol Soeharto di Markas, rumah yang saya tempati sebagai Markas Gerilya, waktu itu beliau sedang menikmati makan soto babat bersama-sama pengawal dan ajudannya," tulis Latief. 

Baca juga: Kisah Henk Ngantung, Gubernur DKI Etnis Tionghoa Pertama yang Menderita Usai Dicap PKI

Setelah melapor, Latief masih diperintahkan menggempur pasukan Belanda yang sedang berada di Kuburan Kuncen Yogyakarta, yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari markas gerilya tersebut. 

Penjelasan sejarawan

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved