Telepon Putin, Presiden Perancis Sebut yang Terburuk akan Datang: Ia Ingin Menguasai Seluruh Ukraina
Presiden Perancis Emmanuel Macron melakukan panggilan telepon selama 90 menit dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, pada Kamis (3/3/2022).
TRIBUN-PAPUA.COM - Presiden Perancis Emmanuel Macron melakukan panggilan telepon selama 90 menit dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, pada Kamis (3/3/2022).
Dalam panggilan telepon tersebut, keduanya membahas mengenai kemungkinan penghentian invasi yang dilancarkan Rusia ke Ukraina.
Seorang ajudan senior Macron yang enggan disebut namanya, mengatakan panggilan telepon itu gagal memberikan terobosan diplomatik, seperti yang dilaporkan oleh DW.
"Presiden memperkirakan yang terburuk akan datang, merujuk dari apa yang dikatakan Putin kepadanya," kata ajudan tersebut.
Baca juga: Ajak Putin Bertemu Langsung, Presiden Ukraina: Apa yang Anda Inginkan dari Kami?

Alih-alih bersedia melakukan negosiasi damai, Putin justru menunjukkan tekad untuk menguasai Ukraina.
Ia menyebut penguasaan itu sebagai bentuk pembersihan dari rezim Nazi dan menyebut invasi itu dengan istilah operasi militer.
"Ia ingin menguasai seluruh Ukraina. Dia akan, dengan kata-katanya sendiri, menjalankan operasinya untuk 'mende-Nazifikasi' Ukraina sampai akhir," kata ajudan senior pemimpin Perancis itu kepada kantor berita AFP.
"Anda dapat memahami sejauh mana kata-kata ini mengejutkan dan tidak dapat diterima, dan presiden mengatakan kepadanya bahwa itu adalah kebohongan."
"Tidak ada apa pun dari yang dikatakan Putin kepada kami dapat memberi jaminan. Dia justru menunjukkan tekad yang besar untuk melanjutkan operasi."
Baca juga: Sebelum Invasi Rusia ke Ukraina, Ini Deretan Perang yang Dikomandoi Putin dan Taktik yang Dipakai
Dilansir The Washington Post, Kamis (3/3/2022), Macron menyebut Putin bertujuan untuk menguasai seluruh Ukraina.
Ia pun memperingatkan konsekuensi yang diterima jika invasi tersebut terus dilanjutkan oleh Rusia.
“Negara Anda akan membayar mahal karena akan berakhir sebagai negara yang terisolasi, melemah dan berada di bawah sanksi untuk waktu yang sangat lama," ujar pejabat senior itu mengutip kata Macron kepada Putin.
Ia juga meminta Vladimir Putin untuk tidak berbohong kepada dirinya sendiri.
Pada kesempatan lain, Macron menyebut klaim Putin untuk membersihkan rezim Nazi di Ukraina adalah sebuah kebohongan.
Hal ini dinilai sebagai bentuk penghinaan kepada nenek moyang mereka yang telah bertarung bersama memberantaz Nazi Jerman di perang dunia kedua.
Baca juga: Sebut Putin Diktator, Biden: Menginvasi Negara Asing dan Timbulkan Kerugian di Seluruh Dunia
Rencana Putin Kuasai Ukraina dalam Seminggu
Presiden Rusia Vladimir Putin berencana memenangkan invasi atas Ukraina dalam waktu enam hari.
Seperti yang diketahui, Putin mengumumkan operasi militer spesial pada Kamis (24/2/2022) dan berencana mengakhirinya dengan kemenangan pada tanggal 2 Maret mendatang.
Informasi ini disampaikan oleh Andrei Fedorov selaku mantan deputi Kementerian Luar Negeri Rusia.
Dikutip dari Aljazeera.com, Minggu (27/2/2022), Fedorov berharap Ukraina dan Rusia menyelesaikan konflik lewat jalur dialog.
"Saya mengetahui seperti apa posisi teman-teman saya di Kyiv dan pimpinan Ukraina. Mereka siap untuk duduk dan berdisuksi tetapi tanpa ada syarat tertentu," jelas Fedorov.

Pada Senin (28/2/2022) ini Ukraina dan Rusia dijadwalkan mengadakan pertemuan di Belarus.
Fedorov juga mengomentari soal sanksi yang diberikan oleh sejumlah negara kepada Rusia.
Menurut keterangan Fedorov, sanksi tersebut berdampak lebih besar dibandingkan perkiraan Rusia.
"Mereka (pemerintah Rusia) selalu berpikir mereka adalah negara besar, negara hebat. Berperan sebagai pemasok gas dan minyak. Mereka berpikir tidak akan pernah dikenakan sanksi. Inilah realitanya sekarang, dan ini menyebabkan banyak masalah di Rusia," ungkap Fedorov.
Baca juga: Penasihat Wakil PM Ukraina: Jika Kita Pemilik Senjata Nuklir, Perang dengan Rusia Tak akan Dimulai
Anak-anak Dihabisi di TK hingga Ditembak Agen Sabotase
Di sisi lain, Komisi Hak Asasi Manusia Ukraina menyampaikan total ada 210 warga sipil menjadi korban tewas serangan pasukan militer Rusia.
Dikutip dari BBC.com, Senin (28/2/2022), dari total 210 warga sipil yang tewas, beberapa di antaranya adalah anak-anak.
Alisa Hlans adalah satu dari enam korban tewas yang meninggal karena serangan pasukan Rusia pada Jumat (25/2/2022) kemarin.
Saat itu Alisa sedang berada di taman kanak-kanak (TK) yang ada di kota kecil bernama Okhtyrka.
Dokter dan tim medis sempat berusaha menyelamatkan nyawa Alisa, namun yang bersangkutan meninggal dunia pada Sabtu (26/2/2022) di rumah sakit.
Gadis lainnya bernama Polina dibunuh saat bersama orangtuanya oleh agen sabotase Rusia.
Polina dan orangtuanya dibunuh saat berada di jalanan di daerah Ibu Kota yakni Kiev/Kyiv.
Baca juga: Ada Simbol Z di Tank Rusia saat Invasi ke Ukraina, Apa Artinya?
Sementara itu seorang anak laki-laki tewas ketika serangan Rusia mengenai apartemen tempatnya tingal yang berada di bagian Utara Ukraina.
Ada beberapa warga negara Yunani yang menjadi korban tewas serangan Rusia.
Masyarakat Yunani juga sempat melakukan protes di Kedutaan Besar Rusia untuk Yunani di Atena atas invasi pasukan Rusia.
Namun Kedutaan Besar Rusia tetap bersikeras menegaskan bahwa pasukan Rusia hanya menargetkan pasukan militer dan infrastruktur strategis, bukan warga sipil.
Pemerintahan Rusia justru menyalahkan pasukan Ukraina terkait warga sipil yang jadi korban perang.(TribunWow.com/Via/Anung)
Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina
Artikel ini telah tayang di TribunWow.com dengan judul Dihubungi Putin, Presiden Perancis Ungkap Rencana Agresi Rusia ke Ukraina: Yang Terburuk akan Datang