Pemekaran Papua
Timotius Murib: Pemekaran Wilayah Papua Bukan Aspirasi Rakyat tetapi Elite Lokal
Majelis Rakyat Papua (MRP) menyatakan, mayoritas penduduk Papua di akar rumput menolak pemekaran wilayah atau upaya pembentukan 3 provinsi baru.
TRIBUN-PAPUA.COM - Majelis Rakyat Papua (MRP) menyatakan, mayoritas penduduk Papua di akar rumput menolak pemekaran wilayah atau upaya pembentukan 3 provinsi baru.
Hal ini diungkiapkan langsung Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib, dalam diskusi virtual yang dihelat Public Virtue Institute, Kamis (14/4/2022).
"Mayoritas OAP tidak menghendaki pemekaran wilayah atau provinsi. Itu bukan (aspirasi) akar rumput. Akar rumput mana yang datang (untuk deklarasi pemekaran wilayah)," kata Timotius.
Adapun pembentukan Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan telah disahkan Badan Legislatif DPR RI sebagai rancangan undang-undang (RUU) inisiatif DPR.
Baca juga: Majelis Rakyat Papua Harap Pemerintah Indonesia Terapkan Resolusi Konflik Seperti Aceh
MRP menilai, selain kepentingan Jakarta, pembentukan 3 provinsi baru di Papua merupakan siasat elite-elite lokal untuk kepentingan kekuasaan mereka.
"Yang bikin kacau orang Papua, elite yang ada di Papua dan elite yang di Jakarta duduk atas nama orang Papua," kata Timotius.
Elite-elite yang ia maksud adalah wali kota dan bupati yang menyelenggarakan deklarasi pembentukan provinsi baru di Papua.
Mereka juga ditengarai memobilisasi massa supaya deklarasi pembentukan provinsi baru ini dianggap didukung oleh rakyat Papua.
Atas keadaan ini, MRP menilai Jakarta tidak dapat menggunakan alasan bahwa pemekaran wilayah ini berdasarkan aspirasi dari Papua.
"Pemerintah menggunakan dasar yang mana. Kalau aspirasi para bupati dan wali kota deklarasi untuk pemekaran, itu oknum-oknum pejabat," kata Timotius.
"Karena tinggal 1-2 hari lagi mereka berhenti 2 periode, sehingga tidak ada job, sehingga mereka cari job supaya mereka duduk menikmati jabatan. Untuk itu mereka berjuang (pemekaran wilayah)," lanjutnya.
Timotius bahkan menantang para pejabat di tingkat pusat untuk turun langsung ke Papua dan mendengarkan aspirasi masyarakat akar rumput soal pemekaran wilayah.
"Jadi, setop. Jangan pemerintah pusat jadikan itu sebagai dasar pemekaran," tegasnya.
Simbiosis Mutualisme
Simbiosis mutualisme antara kepentingan Jakarta dan elite lokal Papua juga tercermin dalam kajian yang dilakukan peneliti Universitas Papua, I Ngurah Suryawan.
Dalam disertasinya berjudul “Siasat Elite Mencuri Kuasa di Kabupaten Manokwari, Papua Barat” (2015), ia menjelaskan bagaimana elite-elite lokal berupaya melakukan serangkaian koordinasi dan lobi-lobi ke Jakarta guna memuluskan pemekaran wilayah di Papua.
Baca juga: Temui Menkopolhukam Mahfud MD, MRP Minta Pemekaran Wilayah Papua Ditunda
Sebab, elite-elite Jakarta juga punya kepentingan dalam upaya pemekaran wilayah, mulai dari memuluskan proyek investasi dan bisnis ekstraksi di Papua, menambah pengerahan pasukan keamanan lewat Kodam dan Polda di provinsi baru, hingga meredam aspirasi kemerdekaan.
“Untuk mencuri kekuasaan yang dengan sadar dan sukarela akan diberikan oleh negara. Jadi diberikan betul (lewat pemekaran wilayah). Dikasih di sana mulai dari anggaran, formasi pegawai negeri,” ujar Ngurah kepada Kompas.com, pekan lalu.
Hal ini tampak dari apa yang sudah terjadi di tingkat kota dan kabupaten di Papua dan Papua Barat.
Pemekaran wilayah justru jadi ajang elite-elite lokal berebut jabatan di birokrasi, akses anggaran, proyek, dan kue-kue kekuasaan lainnya.
Beberapa kepala daerah, sebut saja eks Bupati Maybrat Bernard Sagrim dan eks Bupati Sorong Selatan Otto Ihalauw, sudah terjerat kasus korupsi.
Baca juga: Bongkar Kedok Pusat dan Daerah, MRP: Pemekaran Papua Bukan Aspirasi Rakyat, tapi Elite Lokal
“Ini (pemekaran wilayah) peluang yang diciptakan dan disadari negara, dimanfaatkan para elite (lokal Papua). Disadari betul oleh negara, bahwa (elite) Papua harus diberi ruang, diberi ‘mainan’, dikasih panggung,” kata Ngurah.
“Saya kira ujungnya kita akan melihat terbentuknya kelompok-kelompok kelas menengah, elite lokal yang sejahtera karena pemekaran ini. Di sisi lain, masyarakat kecil tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan karena memang sirkulasi kekuasaannya ada di tangan mereka (elite),” ungkapnya. (*)