Nasional
Baru Pulang dari Amerika Serikat, Jokowi Malah Disambut Surat yang Mendebarkan, Siapa Pengirimnya?
Mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah ini tidak tepat sasaran, ibarat sipa yang berulah, tapi siapa yang harus menanggung.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia menilai larangan ekspor minyak sawit (CPO) dan produk turunannya yang belaku sejak 28 April sudah menghancurkan ekonomi petani sebagai komponen paling hulu dari rantai pasok minyak kelapa sawit.
Padahal petani sawit sama sekali tidak tahu penyebab minyak goreng langka.
“Kebijakan ini ibaratnya siapa yang berulah tetapi siapa yang harus menanggung.”
“Petani sama sekali tidak tahu kenapa minyak goreng pernah langka, waktu itu petani juga sama dengan masyarakat Indonesia lainnya juga mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng.”
“Tetapi larangan ekspor diberlakukan yang pertama kali terdampak adalah petani. Kami tidak tahu siapa yang makan nangka tetapi sekarang tangan kami penuh getahnya,” kata Aspekpir.
Baca juga: Eks Jubir Capres Jokowi-JK Ini Dikritik Aliansi Buruh, Elektabilitasnya Merosot Jelang Pilpres 2024?
Oleh karenanya, Aspekpir menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam isi surat yang ditandatangani 17 pengurus Aspekpir itu, meminta Jokowi cabut larangan ekspor minyak sawit (CPO) dan produk turunannya.
Aspekpir menilai tujuan larangan ekspor telah tercapai.
Kebutuhan minyak goreng dalam negeri terpenuhi, ditandai dengan tidak ada gejolak pada saat Idulfitri 2022 lalu.
“Hari Raya Idulfitri kemarin tidak ada gejolak dan kelangkaan minyak goreng padahal kebutuhan meningkat tajam.”
“Artinya kebijakan pelarangan ekspor mampu mempengaruhi pasokan di dalam negeri.”
“Karena tujuan sudah tercapai maka saatnya pemerintah mencabut larangan ekspor CPO dan produk turunannya,” kata Aspekpir, Senin, (16/5/2022).
Baca juga: Pernah Jadi Cawapres Terkaya, Sosok Ini Dijodohkan dengan Puan Maharani Geser Jokowi – Maruf
Petani yang tergabung dalam ASPEKPIR Indonesia adalah petani yang sejak mulai menanam kelapa sawit sudah terbina dengan baik oleh perusahaan dan pemerintah, kelembagaan berupa koperasi sudah berjalan dengan baik, mengerti dan menerapkan GAP.
Koperasi langsung menjual TBS kepada pabrik kelapa sawit mitra dengan harga penetapan sesuai Disbun/Permentan nomor 1 tahun 2018.
Kami adalah bentuK ideal petani kelapa sawit sesuai dengan UU Perkebunan.
Baca juga: Jokowi Tegas Tekan Rusia: Hentikan Perang di Ukraina Sekarang Juga!
Menurut para Petani akibat larangan ekspor sekarang tangki timbun pabrik kelapa sawit (PKS) sudah penuh dan hampir penuh.
Pabrik kelapa sawit tidak bisa menjual CPOnya pada industri olahan atau eksportir karena 70 persen pasarnya merupakan pasar ekspor.
“Pabrik kelapa sawit tempat kami menjual TBS juga punya kebun sendiri sehingga dalam situasi seperti ini mereka memprioritaskan tandan buah segar dari kebun sendiri. Sekarang karena tangki sudah penuh beberapa PKS berhenti beroperasi dan akan berhenti beroperasi. PKS yang masih beroperasi juga tidak menerima TBS petani mitranya yang sudah punya kontrak karena kondisi ini,”katanya.
Belum lagi kata mereka saat ini harga sarana produksi juga naik tinggi, sedangkan TBS tidak terjual.
“Sehingga petani sudah jatuh tertimpa tangga, temboknya rubuh menindih kami,” katanya.
Baca juga: Sebut Tragedi Kemanusiaan, Jokowi Lantang Serukan Perang Rusia dan Ukraina Segera Dihentikan!
Para petani menjelaskan Kelapa sawit secara teknis agronomis buah matang harus segera dipanen . Bila dibiarkan tidak dipanen maka tanaman akan rusak dan perlu waktu untuk memulihkanya.
Selain itu tandan buah segar harus masuk pabrik karena akan busuk dan CPO yang dihasilkan bermutu rendah.
CPO yang terlalu lama disimpan ditangki timbun juga akan rusak sehingga tidak bisa memenuhi syarat untuk pangan.
Para petani mengatakan dunia saat ini kekurangan minyak nabati dan Indonesia sebagai pemilik kebun kelapa sawit terbesar punya tanggung jawab memenuhi permintaan dunia ini sebagai bagian dari masyarakat internasional yang beradab.
"Karena itu kami dari ASPEKPIR Indonesia minta dengan tegas supaya Bapak Presiden Jokowi, segera Mencabut Larangan Ekspor dan jangan ditunda-tunda lagi. Kehidupan petani kelapa sawit jadi taruhan utama. Jangan sampai bapak Jokowi punya legacy buruk sebagai presiden yang menghancurkan perkebunan kelapa sawit,” tulis Aspekpir.
Baca juga: Sebut Harga Minyak Goreng Curah Cenderung Turun, KSP: Di Pasaran Sudah di Bawah Rp 20 Ribu
Mereka meminta pencabutan larangan ekspor tersebut harus dilakukan segera. Menurut para petani kondisi saat ini sudah darurat. Apabila larangan terus dilanjutkan akan kontraproduktif dengan upaya pemulihan ekonomi nasional.
“Ke depan pemerintah harus mengatur secara ketat pemenuhan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri dan menindak tegas pada perusahaan yang bermain-main dengan kebutuhan rakyat,” pungkas Aspekpir.
Presiden Jokowi sendiri dikabarkan baru tiba di Indonesia, Senin (16/5/2022) usai mengikuti KTT ASEAN-AS di Washington DC Amerika Serikat. (*)