Pemekaran Papua
Tolak DOB Papua, Mathius Awoitauw dan Yan Mandenas Beri Pesan Menohok untuk MRP
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib sebelumnya menegaskan pihaknya menolak pembentukan DOB di Papua.
Anggota DPR RI Dapil Papua, Yan Mandenas, mempertanyakan aspirasi tolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dibawa Majelis Rakyat Papua (MRP) kepada Presiden RI Joko Widodo di Jakarta beberapa waktu lalu.
Hal ini dipertanyakan Mandenas karena menurutnya tak semua masyarakat Papua menolak DOB Papua.
“Nyatanya, masyarakat Animha – Papua Selatan mendukung. Begitu pula dengan masyarakat Tabi dan Saireri yang mendukung. Adapun masyarakat Meepago, sebagian besarnya mendukung,” tegas Yan Mandenas, Jumat (29/4/2022).
Politisi Partai Gerindra itu mempertanyakan aspirasi penolakan dari wilayah adat mana yang disampaikan MRP ke Presiden Jokowi.
Lagipula, sambungnya, aspirasi yang dibawa ke orang nomor satu di Republik Indonesia itu sifatnya sangat politis.
Mandenas mensinyalir pimpinan dan anggota MRP tidak membawa aspirasi dari lembaga yang mewakili masyarakat adat, perempuan, dan agama.
Baca juga: Animha, Tabi, hingga Meepago Dukung Pemekaran, Lantas Aspirasi Masyarakat Adat Mana yang Dibawa MRP?
Mantan aktivitas Papua itu meningatkan MRP untuk membaca dan memahami, serta menafsirkan dengan saksama Pasal 1 – 79 UU 2/2021 tentang Perunahan Kedua UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua.
“Anggota MRP tidak berjalan mewakili dirinya sendiri, tetapi harus merepresentasikan lembaga.”
“Di dalam lembaga MRP itu ada perwakilan dari setiap wilayah adat yang terdiri dari unsur adat, perempuan, dan agama,” terangnya.
Mandenas menilai, langkah pimpinan dan anggota MRP untuk bertemu dan menyampaikan aspirasi penolakan pembentukan DOB Papua sangat keliru karena menciderai amanat Otsus yang diberikan kepada MRP dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga kultur yang merepresentasikan adat, perempuan, dan agama.
“Seharusnya, MRP datang ke pusat dan sampaikan bahwa masyarakat dari wilayah adat Animha, Saireri, Meepago, Bomberai, menginginkan pemekaran.”
“Bukannya datang mengatasnamakan masyarakat adat yang presentasi data dan argumentasinya sangat diragukan karena berdasarkan kemauan pimpinan MRP, berdasarkan kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang sudah berbau politik praktis,” ungkanya.
Mandenas menegaskan bahwa MRP bukanlah lembaga politik.
“Demikian, tidak semestinya MRP menyampaikan aspirasi politik yang sifatnya mewakili kelompok, tapi harus melakukan tupoksi berdasarkan mekanisme yang seharusnya mereka tempuh untuk memenuhi syarat dan amanat UU 2/2021,” jelasnya. (*)