Pemekaran Papua
SOS Papua Nilai RUU DOB Papua Bakal Timbulkan Konflik Sosial
Emanuel Gobay mengatakan, kebijakan DPR RI untuk RUU daerah otonomi baru (DOB) terkesan inisiatif pribadi tanpa pikirkan hal yang akan terjadi.
Penulis: Hendrik Rikarsyo Rewapatara | Editor: Roy Ratumakin
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Hendrik Rewapatara
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Solidaritas organisasi sipil (SOS) untuk Tanah Papua menilai tiga rancangan undang-undang (RUU) Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan berpotensi menciptakan konflik sosial.
Koordinator SOS untuk Papua, Emanuel Gobay mengatakan, kebijakan DPR RI untuk RUU daerah otonomi baru (DOB) terkesan inisiatif pribadi tanpa pikirkan hal yang akan terjadi.
"Dengan melihat sikap Pemerintah Pusat mewacanakan kebijakan DOB Papua. Selanjutnya Pansus DPR RI mengunakan hak inisiatif mengusulkan kebijakan DOB Papua seutuhnya telah melahirkan jurang lebar di tengah masyarakat Papua," kata Emanuel kepada Tribun-Papua.com, Rabu (29/6/2022) di LBH Papua, Kampkey, Abepura.
Baca juga: Tolak Nabire Jadi Ibu Kota Papua Tengah, Kepala Suku Besar Yaur: Kami Saireri!
Emanuel yang juga Direktur LBH Papua ini mengatakan, jurang lebar yang dimaksudkan yaitu timbul pro dan kontra sesama masyarakat Papua.
"Kita melihat, masyarakat Papua terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menolak DOB dan kelompok yang menerima DOB," ujarnya.
Kata Ego sapaan akrabnya, dari kedua kelompok itu, masing-masing telah menyampaikan pendapat kepada Negara.
"Dari kedua kelompok diatas, mereka sampaikan pendapat dengan caranya masing-masing, ada yang gunakan kebebasan demokrasi yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan ada juga melakukan lobby-lobby politik hingga menggugatke MahkamahKonstitusi Republik Indonesia," ujarnya.
Namun, kata Ego, berdasarkan fakta yang ditemukan dalam memperjuangkan isu menerima ataupun menolak telah menuai beberapa fakta pelanggaran HAM.
"Yang saya maksud sebagai fakta pelanggaran HAM seperti pelanggaran hak berdemostrasi, bebas dari segala bentuk tindakan kekerasan dan bahkan ada hak hidup yang terlanggar," tegasnya.
Baca juga: Ini Alasan LMA Nabire Tolak ‘Kota Jeruk’ Jadi Ibu Kota Papua Tengah
Meski faktanya demikian, menurut Ego, Pemerintah Pusat terus merumuskan kebijakan DOB dengan dasar ada dukungan dari beberapa elit politik papua.
"Sikap Pemerintah Pusat terus mendorong kebijakan DOB tanpa melihat perpecahan dalam masyarakat, serta tidak melihat fakta pelanggaran hukum dan HAM yang dialami oleh masyarakat Papua," katanya.
Lebih lanjutnya, jika RUU DOB itu disahkan, sangat dikhawatirkan bakal memicu konflik sosial antara kelompok yang menolak kebijakan DOB dan kelompok menerima kebijakan DOB.
"Sebab sesuai UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial. Penyebab konflik sosial satu diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya serta sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi," tandasnya. (*)