ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Kongres Masyarakat Adat

Hadir di KMAN VI Papua, AMAN Toraja Ingin Hutan yang Dikuasai Pemerintah Dikembalikan ke Adat

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dari Suku Toraja, Sulawesi Selatan mempunyai harapan besar atas ivent lima tahunan tersebut.

Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Video.com/Muh Rosikhudin
Suasana pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Stadion Barnabas Youwe (SBY), Senin (24/10/2022). 

Laporan Wartawan Tribun-Video.com, Fikri Febriyanto

TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI – Satu di antara peserta Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) IV, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dari Suku Toraja, Sulawesi Selatan mempunyai harapan besar atas ivent lima tahunan tersebut.

Harapan tersebut adalah, pengakuan suku adat mereka terhadap pemerintah.

Pengakuan tersebut tentu saja bukan sekadar tertulis secara administrasi, melainkan mereka meminta kegiatan adat yang mereka lakukan mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah hingga Pemerintah Pusat.

Baca juga: AMAN Sudah Petakan 20 Juta Hektare Wilayah Adat se-Indonesia, Rukka: Negara Belum Beri Pengakuan

"Kami masyarakat Toraja dan kebetulan saya di bagian pemerintahan akan komunikasi dengan Pemda Toraja Utara dan Tanah Utara mengenai bagaimana pengakuan terhadap masyarakat adat Toraja, karena kami (Toraja) terdiri dari 32 komunitas adat,” Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Toraja, Lewaran Rantelabi saat pembukaan KMAN VI Papua, di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Senin (22/10/2022).

Dikatakan, Pemda Toraja harus membuat peraturan pemerintah (Perda) khusus untuk Tanah Toraja dalam hal pengakuan masyarakat adat, dan bagaimana maayarakat adat bisa melaksanakan kegiatan adat tetapi harus didukung pemerintah.

Baca juga: Mathius Awoitauw Sebut Bhineka Tunggal Ika Nyata Ada di KMAN VI Papua

"Setelah sarasehan ini, kami usulkan Pemerintah Pusat agar lebih ditekankan lagi berdasarkan UU, bagaimana hutan-hutan yang dikuasai pemerintah bisa dikembalikan lagi menjadi hutan rakyat, dan kami yakin kalau masyarakat adat yang mengelola bakal menjamin dan menjaga lingkungan hidup," ujarnya.

Lewaran menjelaskan, saat hutan dirawat masyarakat adat, ketika hendak menebang pohon untuk keperluan, maka ada musyawarah dengan Kepala Adat terlebih dahulu.

Hal ini dilakukan agar perusakan hutan dapat dihindari. Sebagai contoh, selama ini di Toraja Utara ada lima spot hutan rakyat yang sudah masuk di dalam hutan lindung, padahal sebelumnya hutan tersebut merupakan hutan adat. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved