Lukas Enembe Diperiksa KPK
Tokoh Agama di Papua Ini Kecam Firli Bahuri Temui Lukas Enembe: Menurunkan Wibawa KPK
Tokoh agama di Papua meminta negara menegur Firli Bahuri, sebab secara aturan, seorang ketua KPK tidak boleh mendatangi tersangka korupsi.
Penulis: Calvin Louis Erari | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com Calvin Louis Erari
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dikritik keras atas sikapnya mendatangi Gubernur Papua Lukas Enembe yang berstatus tersangka gratifikasi.
Ini menyusul kehadiran Firli Bahuri di rumah pribadi Lukas Enembe, di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, pada Kamis (3/10/2022).
Firli bersama penyidik KPK memeriksa Lukas Enembe, setelah dilakukan pemeriksaan kesehatannya oleh tim medis KPK.
Baca juga: Ketua KPK Jumpai Lukas Enembe di Papua, Integritas Firli Bahuri Dipertanyakan
Diketahui, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dann gratifikasi senilai Rp1 miliar.
Namun, Lukas Enembe dua kali mangkir dari penggilan KPK dengan alasan kesehatan, hingga belum ditahan.
Merespon hal ini, tokoh agama di Papua, Ismail Asso menilai kedatangan Firli Bahuri melanggar kode etik KPK.
Menurutnya, kedatangan Firli ke Papua menjadi sejarah baru dalam penanganan kasus korupsi Indonesia, dimana seorang pimpinan KKPK mendatangi tersangka korupsi.
"Ini patut diduga, ada apa? Karena pemeriksaan tersebut sangat tidak etis, dan itu berbahaya," kata Ismail saat dihubungi kepada Tribun-Papua.com dari Jayapura, Jumat (4/11/2022).
Menurutnya, KPK adalah lembaga independen dan tidak boleh diintervensi siapapun.
Karena itu, Ismail Asso meminta negara menegur Firli Bahuri, sebab secara aturan, seorang ketua KPK tidak boleh mendatangi tersangka korupsi.
Baca juga: Ketua KPK: Penegakan Hukum Lukas Enembe Tetap Jalan Meski Mempertimbangkan Kesehatan
"Ini sama saja menurunkan marwah dan wibawa KPK sendiri," ujarnya.
Menurutnya, KPK boleh saja memberikan pertimbangan kemanusiaan.
"Namun perlu melihat keadilan kepada seluruh masyarakat Indonesia, sebab di mata hukum semua orang sama dan tidak ada yang istimewa." (*)