ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Lukas Enembe Diperiksa KPK

Ditanya Soal Jemput Paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, KPK Malah Jawab Begini

Penjemputan paksa dilakukan setelah pemanggilan yang dilakukan sebanyak dua kali tidak terpenuhi. Lukas Enembe bakal dijemput paksa?

Kolase Tribun-Papua.com
Kabag Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri (kiri), menjelaskan bahwa KPK telah menggeledah rumah Gubernur Papua Lukas Enembe (kanan) di Jakarta, Kamis (13/10/2022). 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperhatikan mekanisme dan cara yang diatur oleh ketentuan undang-undang, hukum acara pidana, Undang-Undang KPK, atau Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam penanganan kasus.

Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, menanggapi pertanyaan apakah kemungkinan Gubernur Papua Lukas Enembe bakal dipanggil paksa atas kasus suap dan gratifikasi yang melilitnya.

"Seluruh proses itu kami pastikan akan kami lakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang."

Baca juga: Temui Lukas Enembe, Firli Bahuri Dikecam Tokoh Agama di Papua: Tak Etis dan Menurunkan Marwah KPK

"Kalau kemudian pada saatnya memang dibutuhkan ada penjemputan paksa terhadap seorang tersangka, ya pasti kami lakukan, tapi tentu kami harus lakukan analisis mendalam bahwa kami tidak ingin melanggar hukum ketika menegakan hukum," kata Ali lewat pesan suara, Selasa (8/11/2022).

Ali Fikri mengatakan, penegakan hukum haruslah menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

"Itu yang kemudian selalu kami perhatikan, bahwa jemput paksa itu ketentuan normatif di dalam hukum acara pidana, ada ruang untuk itu, di dalam Pasal 112 Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP itu ada."

"Ketika misalnya seorang tersangka mangkir tidak ada sama sekali konfirmasi untuk hadir pada panggilan yang pertama, yang kedua, baru yang ketiganya diambil atau dijemput paksa, itu bisa dilakukan," jelasnya.

Untuk diketahui, istilah penjemputan atau pemanggilan paksa sebenarnya tidak tertera di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dilansir dari peradi-dpcsurabaya.or.id, istilah yang ada di KUHAP adalah “dihadirkan dengan paksa”.

Penjemputan paksa pun juga perlu dimaknai secara berbeda dengan penangkapan.

Penjemputan paksa dilakukan setelah pemanggilan yang dilakukan sebanyak dua kali tidak terpenuhi.

Sementara itu, penangkapan dapat dilakukan tanpa melakukan pemanggilan terlebih dahulu.

Pasal 112 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa orang yang dapat dijemput secara paksa adalah tersangka atau saksi.

Pasal tersebut berbunyi: “Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya”.

Karena itu, tersangka maupun saksi yang tidak memenuhi panggilan sebanyak dua kali akan dijemput secara paksa.

Baca juga: Sekda Papua Kembali Diperiksa KPK terkait Kasus Gratifikasi Lukas Enembe

Indikator lain yang perlu mendapat perhatian adalah unsur atau syarat yang harus dipenuhi untuk menjemput paksa seseorang.

Dalam Pasal 17 KUHAP, penjemputan paksa seseorang harus diawali dengan bukti permulaan yang cukup untuk membuktikan bahwa orang tersebut melakukan tindak pidana.

Adapun perihal bukti permulaan yang cukup diatur dalam Pasal 183 KUHAP. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jawaban Diplomatis KPK soal Upaya Jemput Paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved