ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Piala Dunia Qatar 2022

Piala Dunia 2022: Anak Pemalu yang Menjadi Pemimpin Tim Samba

Meskipun dengan segudang pengalaman, tanggung jawab memimpin Brasil di Piala Dunia kali ini tetap dapat membuatnya menderita.

Editor: Roy Ratumakin
Istimewa
Kapten timnas Brasil, Thiago Silva telah menjadi pesepak bola profesional selama dua dekade dan bermain di level tertinggi, memenangkan lebih dari 30 trofi di level klub dan internasional, bermain untuk beberapa klub terbesar di negaranya, Italia, Prancis, dan Inggris. 

Jika ada satu hal yang mempersiapkan Thiago menghadapi situasi tak kenal ampun dari sepak bola internasional, jawabannya adalah pertandingan kejam antarlingkungan di Brasil, yang dikenal sebagai Varzea, di mana ia bermain di sana saat masih kanak-kanak.

Varzea mengacu pada dataran banjir tempat di mana sepak bola dimainkan untuk pertama kalinya di Brasil tetapi juga berarti improvisasi, atau tanpa organisasi.

Di lapangan berdebu dan pertandingan tanpa aturan inilah Silva dan begitu banyak rekan setimnya di Brasil mendapatkan pendidikan sepak bola yang mengubah mereka menjadi pemain profesional. “Semua berawal dari Varzea,” katanya sambil tersenyum.

Baca juga: Punya Skuat Mentereng, Negara Ini Paling Dijagokan di Piala Dunia 2022

“Di Varzea kami belajar menggiring bola, di mana kami belajar memberikan segalanya.”

“Aku berusia sekitar 11 atau 12 tahun saat bermain di Varzea untuk pertama kalinya. Aku sangat pemalu. Aku datang ke lapangan, yang sangat ramai, dan berkata dalam hati ‘Tempat macam apa ini?”

“Orang-orang berharap banyak padamu di Varzea. Kami berada di bawah tekanan yang luar biasa. Jika kamu mengacau, orang-orang akan mencabik-cabikmu.”

“Semua pemain Brasil yang bermain di Eropa dan di tim nasional berawal dari Varzea. Marquinhos bermain di Varzea, begitu juga Neymar, dan Gabriel Jesus. Bagi kami, tekanan untuk menang selalu ada sejak masa-masa awal di Varzea. Tekanan yang kurasakan saat itu bahkan tak sebanding dengan apa yang kurasakan kini.”

Seekor Tikus Berubah Menjadi Monster

Kebangkitan Silva menjadi kapten Brasil mungkin mengejutkan mengingat sikapnya yang pemalu.

Cinta pertamanya adalah menerbangkan layangan, bukan bermain sepak bola, tapi itu semua berubah saat dia menonton Final Piala Dunia 1994 antara Brasil dan Italia.

Saat eksekusi penalti Roberto Baggio yang gagal berbuah gelar Piala Dunia keempat bagi Brasil, Silva tahu bahwa ia ingin tumbuh menjadi seorang pesepak bola dan bermain untuk negaranya.

Baca juga: Piala Dunia 2022, Jacksen F Tiago: Saya Tetap Brasil!

Langkah pertamanya untuk mewujudkan impian tersebut dimulai di tim lokal dari perkampungan miskin di Vila Urucania, Rio de Janeiro, kala pelatihnya Dequinho memperhatikan kualitas kepemimpinannya.

“Saat berlatih ia mengorganisir para pemain, dia sangat serius soal itu jadi saya memberikannya ban kapten,” kenang Dequinho.

“Daerah kami merupakan daerah yang terlupakan, tapi berkatnya daerah kami jadi dikenal. Banyak anak-anak yang berasal dari sini dan bisa menjadi profesional, namun mereka tidak cukup percaya diri. Thiago menunjukkan bahwa bermimpilah dan berjuang setiap hari untuk mewujudkannya.”

“Aku orang yang pemalu dan sulit untuk mendapatkan teman. Teman-teman masa kecilku memanggilku tikus karena aku jarang keluar rumah.”

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved