Nasional
LBH Kecam Kekerasan Ormas hingga Pembiaran Aparat dalam Aksi Damai Mahasiswa Papua di Bali
Personel kepolisian epolisian saat itu mencapai sekitar 80 orang, dengan didukung sekitar 30 orangpecalang dan 20 orang Satpol PP.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Pelanggaran HAM berulang kembali. Kini dialami mahasiswa Papua di Denpasar, Bali pada Sabtu (1/4/2023).
Aksi damai Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali (AMP KK Bali) dihalangi oleh kelompok ormas reaksioner yang berujung kekerasan.
Sebanyak 13 orang dari massa aksi damai AMP KK Bali mengalami luka di kepala, tangan, dan kaki karena lemparan batu dan pukulan bambu, serta iritasi di mata akibat lemparan air merica.
Sejumlah perlengkapan aksi seperti poster, peti simbolik, dan tali juga dirusak, spanduk aksi dirampas.
Demonstrasi damai AMP KK Bali bertajuk 'Demokrasi dan HAM Mati Rakyat PapuaTercekik' bertujuan untuk menyuarakan pelanggaran HAM dan situasi demokrasi di Papua yang saat ini kian memburuk, dari mutilasi dan penembakan oleh aparat.
Baca juga: Batal Digelar di Bali pada Akhir Maret, Kapan Drawing Piala Dunia U-20 2023 Dilakukan? Ini Kata PSSI
Hingga kebijakan Daerah Otonomi Baru yang semakin memudahkan eksploitasi sumber daya alam danmenyengsarakan rakyat Papua.
Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Rezky Pratiwi mengatakan ketika hendak menuju titik aksi, massa aksi damai AMP KK Bali dihadang di samping lorong Fakultas Pariwisata Universitas Udayana oleh ormas reaksioner yang berjumlah sekitar 36 orang.
"Meski massa aksi damai AMP KK Bali berupaya berdialog dan tidak terprovokasi. Ormas terus mendorong dan menarik massa aksi, kemudian memukul massa aksi denganbambu dan ranting kayu, melempar botol, batu, dan menyiramkan air yang diberi bubukmerica ke arah massa aksi," ujarnya melalui rilis diterima Tribun-Papua.com, Senin (3/4/2023).
Meski sejak awal berada di sekitar lokasi, Polisi, Pecalang, dan Satpol PP baru datang setelah sekitar dua puluh menit penghadangan terjadi dan telah jatuh korban. Massa aksi akhirnya kembali ke titik kumpul dan membacakan pernyataan sikap di dalam asrama.
Personel kepolisian epolisian saat itu mencapai sekitar 80 orang, dengan didukung sekitar 30 orangpecalang dan 20 orang Satpol PP.
Gagalnya perlindungan massa aksi dari kekerasan ormas meski dengan hadirnya personil dalam jumlah besar tersebut menunjukkan aparat membiarkan kekerasan dan penghalangan aksi terjadi.
Penghalangan aksi secara paksa oleh ormas dan pembiaran aparat telah melanggarhak dan kebebasan berpendapat warga negara yang dijamin konstitusi.
Menurutnya, peristiwa ini kembali menunjukkan lemahnya kepolisian dalam memberikan perlindunganterhadap warga negara sebagaimana tugasnya dalam undang-undang. Secara khusus dalamPasal 13 Ayat (2) UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Selanjutnya tindakan penghalangan aksi demonstrasi yang dilakukan secara damai oleh ormas adalah merupakan tindakan kejahatan yang diancam pidana dan harus diproses hukum sesuai yang tertuang dalam Pasal 18 UU No. 9 tahun 1998.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.