ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Literasi Anak Papua

Bunda Paud Sarmi: Jangan Paksa Anak TK Belajar Calistung

Banyak orangtua telah membiasakan anak balitanya untuk dapat memahami atau paling tidak bisa Calistung di rumah.

Penulis: Roy Ratumakin | Editor: Paul Manahara Tambunan
Tribun-Papua.com/Roy Ratumakin
Bunda Paud Sarmi, Imelda M W Mansnembra 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Roy Ratumakin

TRIBUN-PAPUA.COM, SARMI - Orangtua akan sangat bangga apabila anaknya sudah memiliki kemampuan baca, tulis, dan berhitung (Calistung).

Banyak orangtua telah membiasakan anak balitanya untuk dapat memahami atau paling tidak bisa Calistung di rumah.

Bahkan, ada orangtua yang menyalahkan para guru-guru di Paud maupun TK karena anaknya tidak bisa Calistung ketika anaknya memasuki jenjang pendidikan selanjutnya di Sekolah Dasar (SD).

Menanggapi hal tersebut, Bunda Paud Sarmi, Imelda M W Mansnembra mengatakan, hal tersebut sangatlah tidak tepat.

Baca juga: Workshop Paud Digelar di Sarmi, Imelda Mansnembra: Terima Kasih Unicef!

Menurut Imelda, anak-anak usia dini saat menempuh pendidikan di Paud dan TK adalah untuk mengenal yang namanya pra literasi dan pra membaca.

"Hal ini sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Paud dan Ditjen Paud dan Dikmas Kemendikbud," kata Imelda kepada Tribun-Papua.com, Jumat (23/6/2023) saat Workshop Paud yang bekerjasama dengan Unicef dan didukung oleh Prudence Foundation di Sarmi.

Kata Imelda, pada dasarnya, anak memiliki delapan kecerdasan yakni linguistik, logika dan matematika, intrapersonal, interpersonal, musim, spasial, kinetik, dan naturalis.

Dengan banyak dasar kecerdasan anak, kata Imelda, orangtua memiliki tugas untuk mencermati dan memperhatikan semua kecerdasan tersebut.

"Jadi bukan hanya tugas guru Paud atau TK, tetapi juga peran orangtua sangat dibutuhkan," ujarnya.

Imelda juga menghimbau kepada orangtua untuk tidak khawatir jika anak belum mampu calistung saat masih balita.

Apalagi, menurut Imelda, jika sampai orangtua memaksa anak menguasai calistung agar anak bisa diterima di SD.

"Kecerdasan anak bukan logika dan matematika saja, tetapi bagaimana (orangtua) amati kecerdasan dalam spasial dan musk itu kan kodratnya luar biasa," katanya.

"Kasihan kalau anak dipaksakan (calistung). Tertutup nanti kecerdasannya yang lain," sambungnya.

Namun, belakangan, anak-anak yang telah selesai di Paud diharuskan bisa calistung agar bisa diterima di jenjang pendidikan selanjutnya.

Menanggapi hal tersebut, kata Imelda, pihaknya dalam waktu dekat akan memberikan sosialisasi kepada sekolah-sekolah dasar di Sarmi untuk menyamakan persepsi tersebut.

"Saya banyak mendapat pertanyaan seperti itu dari orangtua. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya pikir anak tidak perlu dibebankan soal calistung saat masih di Paud. tetapi bagaimana jenjang pendidikan selanjutnya (sekolah dasar) bisa memahami tugas pokok dari Paud," tukasnya.

"Mungkin mereka (guru SD dan Paud) harus duduk bersama untuk menyamakan  persepsi , sehingga tidak membebankan anak-anak ke depannya," harapnya.

Calistung Tak Wajib untuk Anak Paud

Dirjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud, Harris Iskandar mengatakan, Calistung bukan merupakan kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh para peserta didik.

"Penerimaan peserta didik Paud menuju jenjang pendidikan dasar justru dilakukan melalui sistem zonasi, yaitu dengan memprioritaskan usia anak dan jarak tempat tinggal peserta didik dengan sekolah," kata Haris dikutip dari laman Kemendikbud.

Baca juga: Sodokan Pertama Pj Bupati Sarmi Markus Mansnembra Awali Kejurda Biliar se-Papua

Menurut Haris, Kompetensi calistung baru diajarkan secara formal saat peserta didik berada di jenjang SD.

"Seleksi penerimaan peserta didik di SD kelas awal tidak boleh dilakukan melalui tes, baik tes kemampuan calistung maupun bentuk tes lainnya," ujarnya.

Workshop Paud Sehat aman dan berkualitas pascapandemi Covid-19 yang diadakan oleh Unicef bekerjasama dengan Pemkab Sarmi. Tampak dalam gambar, Penjabat Bupati Sarmi, Markus O Masnembra (kiri), Bunda Paud Sarmi, Imelda M W Mansnembra (tengah), dan perwakilan dari Unicef. Workshop tersebut berlangsung di Kabupaten Sarmi, Jumat (23/6/2023).
Workshop Paud Sehat aman dan berkualitas pascapandemi Covid-19 yang diadakan oleh Unicef bekerjasama dengan Pemkab Sarmi. Tampak dalam gambar, Penjabat Bupati Sarmi, Markus O Masnembra (kiri), Bunda Paud Sarmi, Imelda M W Mansnembra (tengah), dan perwakilan dari Unicef. Workshop tersebut berlangsung di Kabupaten Sarmi, Jumat (23/6/2023). (Tribun-Papua.com/Roy Ratumakin)

Perkembangan Layanan PAUD

Layanan Paud di Indonesia menunjukkan perkembangan signifikan.

Pada sisi payung hukum, layanan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif, yang mengamanatkan pemenuhan kebutuhan esensial anak usia dini secara utuh yang meliputi kesehatan dan gizi, rangsangan pendidikan, pembinaan moral-emosional, dan pengasuhan.

Pemenuhan tersebut menjadi tanggung jawab bersama keluarga, Pemerintah, dan masyarakat.

Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal menyatakan bahwa salah satu layanan dasar di bidang pendidikan yang wajib disiapkan oleh pemerintah kabupaten/kota adalah layanan PAUD bagi anak usia 5 tahun sampai dengan 6 tahun.

Sebagai implementasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkannya dengan kemitraan tripusat pendidikan, yaitu satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan, telah diatur mekanisme dan bentuk pelibatan tersebut.

Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama memegang peranan penting dalam mewujudkan Paud yang berkualitas. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved