ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Papua Pegunungan

Polemik Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan Berlanjut, Warga Minta Selesaikan Secara Adat

5 kepala distrik wilayah adat Walesi sepakat menyerahkan ulayat tanah adat dimaksud kepada pemerintah dengan syarat, akta perjanjian menerima manfaat.

Tribun-Papua.com/ Arny
DIALOG - Masyarakat dari Distrik Maima mengikuti rapat untuk ketersediaan lokasi Pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Polemik soal lokasi pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan di Kabupaten Jayawijaya terus berlanjut.

Meski lahan masyarakat adat sudah siap diserahkan ke pemerintah, namun lima suku di wilayah adat Walesi menolak laporan Komnas HAM terkait polemik rencana pembangunan.

Sebelumnya, masyarakat di Distrik Walesi dan Maima menyatakan penolakan atas lahan adat mereka untuk dijadikan lokasi pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan.

Terbaru, mereka menuding Komnas HAM RI mengumpulkan data secara sepihak, tanpa ada ruang komunikasi dengan pihak yang pro atas pembangunan kantor gubernur.

Meski begitu, masyarakat mendukung program pemerintah.

Baca juga: Lima Suku di Wamena Tolak Komnas HAM Terkait Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan

Hanya, 5 kepala distrik wilayah adat Walesi sepakat menyerahkan ulayat tanah adat dimaksud kepada pemerintah dengan syarat, akta perjanjian menerima manfaat.

“Pemerintah tidak datang kepada masyarakat adat Walesi untuk menawar lokasi tersebut, namun LMWAW yang menawarkan kepada Pemerintah dan prosesnya berjalan sangat alot sampai bisa ditandatangani Akta Notaris Perjanjian dengan nomor: 7 Tanggal, 30 Agustus 2023."

Masyarakat adat Walesi yang tergabung dalam LMWAW saat menyampaikan pernyataan sikap di Kantor Distrik Walesi
Masyarakat adat Walesi yang tergabung dalam LMWAW saat menyampaikan pernyataan sikap di Kantor Distrik Walesi (Tribun-Papua.com/Arny Hisage)

"Dan Akta Notaris Pelepasan Tanah Adat nomor: 8 pada Tanggal, 30 Agustus 2023 antara LMWAW dan Pemerintah Provinsi Papua PegununganPegunungan," ungkap Ismail Wetapo, Ketua Lembaga Masyarakat Wilayah Adat Welesi( LMWAW) kepada Wartawan di Kantor Distrik Walesi, Rabu (11/10/2023) malam.

Adapun 5 kepala suku pada LMWAW adalah, Suku Yelipele (kepala suku Wilayah adat Walesi),  Suku Yelipele -Elopere (Ellius Yelipele),  Suku Lanni -Matuan ( Hengky Lanni) , Suku Lanni -Wetapo (Esalik Lanni),  dan suku  Asso Yelipele (Bashori Asso), serta tokoh pemuda dan tokoh masyarakat lainnya.

Secara pragmatis, pengelolaan ulayat tanah adat tersebut sepenuhnya menjadi hak Masyarakat Wilayah Adat Welesi tanpa harus meminta persetujuan dari masyarakat wilayah adat lain sebagaimana klaim beberapa oknum yang melaporkan kepada Komnas HAM RI.

Baca juga: Distrik Walesi Bakal Dikunjungi Wapres Maruf, Ini yang Dilakukan Pj Gubernur Papua Pegunungan

Ismail menyebutkan, saat Komnas HAM RI datang ke Wamena tidak menjumpai 5 kepala adat Walesi yang menyerahkan ulayat tanah adat tersebut kepada pemerintah, dan data yang diambil sepihak.

“Komnas HAM RI tidak melakukan investigasi mendalam dan hanya berkunjung beberapa jam dan lakukan foto-foto dengan masyarakat yang bukan hak ulayat tanah adat tersebut,” bebernya.

Tokoh Agama: Harus Diselesaikan Secara Adat

Seorang tokoh agama dari Papua Pegunungan, Ustadz Ismail Asso menyarankan pemerintah menyelesaikan permasalahan tersebut secara adat.

Menurut Ismail yang berasal dari Suku Asolole, polemik yang terjadi saat ini hanya membuat masyarakat sibuk dengan berbagai motivasi.

Sementara, hukum adat di Lembah Baliem bisa digunakan secara arif untuk mencari solusi demi kesejahteraan masyarakat, juga pembangunan Papua Pegunungan.

Merunut tradisi di Jayawijaya, masyarakat di lembah ini sangat erat kaitannya dengan tanah karena menyangkut identitas.

Bahkan, sejarah mencatat bahwa untuk memperoleh tanah di wilayah yang akan dibangun kantor Gubernur Papua Pegunungan,  terjadi perang antar suku masyarakat di Walesi yang memakan korban.

“Jadi untuk menyelesaikan persoalan tanah pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan ini  harus dibicarakan sesuai tata cara adat masyarakat setempat,” ungkap Ismail kepada Tribun Papua.com melaui pesan Whatsapp, Jumat (13/10/2023).

Baca juga: Pemprov Papua Pegunungan Minta Semua Pihak Dukung Kedatangan Wapres di Wamena

Menurut Ismail, perolehan wilayah kekuasaan dan tanah, khususnya tanah keramat atau perlintasan leluhur, disimbolkan dengan batas sungai, gunung, batu dan pohon yang bertumbuh di sana.

Sedangkan perolehan perluasan wilayah dilakukan lewat perang suku, karena menurut Asso, khusus tanah hibah ke negara lokasi di Ilyoagec Ima Walesi, tak lepas dari dua hal penting.

“Siapa pemilik tanah paling bawah sebagai tanah keramat perlintasan, nenek tanah siapa di situ sebagai pemilik sah sesungguhnya,” terangnya.

“Jadi marga apa, honai mana, masuk dalam konfederasi perang suku di dalam suku apa, ini yang pertama,” sambung dia.

Kehadiran Wamendagri tiba-tiba untuk mengecek lokasi penempatan kantor Gubernur di tolak oleh Masyarakat adat lintas aliansi Welesi, Wouma dan Assolokobal.
Kehadiran Wamendagri tiba-tiba untuk mengecek lokasi penempatan kantor Gubernur di tolak oleh Masyarakat adat lintas aliansi Welesi, Wouma dan Assolokobal. (Dok Humas Korem 172/PWY)

Wamendagri JWW Sempat Ditolak

Awal Juni 2023, masyarakat adat Wouma, Walesi, dan Assolokobal menolak intervensi Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo saat meninjau lokasi rencana pembangunan Kantor GUbernur Papua Pegunungan.

Koordinator Lintas Tiga Aliansi Distrik Wouma, Welesi, dan Assolokobal, Benyamin Lagowan, menegaskan masyarakat adat Wouma tetap menolak.

"Karena secara de facto wilayah di mana akan dibangunnya Kantor Gubernur masih merupakan wilayah pertanian dan perkebunan rakyat," ujar Benyamin Lagowan kepada Tribun-Papua.com, di Jayapura, Jumat (2/6/2023).

Menurutnya, sudah 1 tahun polemik penempatan Kantor Gubernur ini ditolak oleh masyarakat setempat, sehingga harusnya pemerintah sadar diri untuk pindahkan lokasi pembangunan di tempat lain.

"Apakah tidak ada wilayah lain sehingga Wamendagri bersama Pemprov Papua Pegunungan tetap ngotot untuk bangun di lokasi pertanian dan pemukiman warga masyarakat Wouma, Welesi dan Assolokobal."

"Perlu digarisbawahi bahwa lokasi hari ini yang sedang dijadikan lokasi penempatan kantor Gubernur adalah wilayah kekuasaan aliansi Wouma," sambung Lagowan.

Baca juga: VIRAL Bentrok Antarwarga Pecah di Tolikara Papua Pegunungan, Dipicu Pencairan Dana Desa

Tak hanya itu, kata Lagowan, ada oknum-oknum pro yang mengaku pemilik hak ulayat diserahkan sepihak dengan kepentingan jabatan politik sama seperti di Walesi.

Kata Benyamin, mewakili masyarakat adat Wouma berharap adanya mediasi antara pro dan kontra di Wouma.

"Selama mediasi ini tidak dilakukan maka pihak kontra dari Wouma akan terus melakukan penolakan pencaplokan lokasi pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved