ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Lanny Jaya

14 Tahun Belum Bayar, Pemilik Hak Ulayat Ancam Palang dan Gugat Pemda Lanny Jaya ke PN Wamena 

Kedudukan kantor Bupati Kabupaten Lanny Jaya sejak awal 2009 silam, pihak orangtua pemilik hak ulayat telah menyepakati dan menyerahkan tanah tersebut

Penulis: Arni Hisage | Editor: Lidya Salmah
Tribun-Papua.com/ Arny
KuasaHukum Yance Tenoye dan Benny Wetipo bersama masyarakat Lanny Jaya pemilik hak ulayat.  

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Arny Hisage 

TRIBUN-PAPUA.COM, WAMENA - Pemilik hak ulayat kantor Bupati Lanny Jaya menuntut ganti rugi lahan  senilai Rp 2,5 miliar.

Menurut pemilik hak ulayat, Tetinus Yigibalom, selama 14 tahun (2009 -2024) Pemkab Lanny Jaya belum pernah membayar ganti rugi lahan seluas dua hektar.

"Maka hari ini kita dari masyarakat sebagai pemilik tanah melakukan gugatan secara resmi di kantor Pengadilan Negeri Wamena," ungkap Tetinus kepada wartawan di Wamena, Senin (8/1/2023).

Tetinus menjelaskan, kedudukan kantor Bupati Kabupaten Lanny Jaya sejak awal 2009 silam, pihak orangtua pemilik hak ulayat telah menyepakati dan menyerahkan tanah tersebut kepada Pemkab Lannya Jaya untuk membangun kantor pemerintahan. 

Baca juga: Ciptakan Kamtibmas Aman di Malam Pergantian Tahun, Polres Lanny Jaya Razia Miras di Bandara Tiom

Sayangnya, sambung dia, Pemkab Lanny Jaya membuat sertikat tanah tanpa sepengetahuan atau koordinasi dengan pemilik ulayat.

Padahal, belum ada pelepasan tanah secara resmi belum serta pembayaran ganti rugi dengan nilai yang ditentukan Rp 2,5 miliar. 

"Kita tegaskan sebelum ada penyelesaian ganti rugi maka aktivitas pemerintahan di kantor Bupati Lanny Jaya tidak boleh dijalankan kita akan palang kantor hingga ada jawaban pasti dari pemerintah," tegas Tetinus.

Tetinus mengaku Pemkab Lanny Jaya pernah memberikan uang kepada masyarakat pemilik tanah Rp 150 juta.

Tetapi ditegaskannya. uang tersebut bukan sebagai ganti rugi, melainkan hanya tanda permisi ke alam untuk dilakukan pesta secara adat sebelum membongkar lokasi untuk pembangunan kantor bupati.  

"Kami dari masyarakat pemilik tanah sebenarnya punya niat baik dan tidak mau tempu jalur hukum seperti yang di lakukan hari ini, kita ingin selesaikan secara keluarga antara pihak masyarakat sebagai hak ahli waris tanah dan pemerintah tetapi sejak 2009 -sekarang pemerintah tidak ada niat baik untuk ganti rugi maka kita proses secara hukum agar pemerintah provinsi dan pemerintah pusat bisa mengetahui terkait masalah ini," terang Tetinus.

Pembayaran dijanjikan sejak Bupati Befa Yigibalom

Sementara itu, ditambahkan perwakilan tokoh ahli waris, Yance Yigibalom mengungkapkan, sejak jaman Bupati lanny Jaya Befa Yigibalon selama dua periode, Befa pernah berjanji akan diselesaikan.

Namun, sampai di akhir masa jabatan Befa Yigbalom, persoalan ini belum juga tuntas.

"Sebab itu pada 18 Desember 2023 kemarin kita bertemu langsung dengan Asisten satu sekretaris daerah (Setda) Letren Yigibalon tetapi beliau tidak terima kami secara baik dan mengatakan tidak tau menahu dengan persoalan ganti rugi tersebut," ujarnya.

Sementara itu Kuasa hukum pemilik hak ulayat, Yance Tenoye menegaskan,  dalam kasus ini ada dua hal penting yang sudah disampaikan kliennya.

Baca juga: Mahasiswa Kedokteran Lanny Jaya Sesalkan Sikap Arogansi Kepala Dinas Pendidikan, Ini Penyebabnya

Pertama, bahwa pemilik hak ulayat merasa proses pengalihan tanah kepada pemerintah yang objeknya itu kantor Bupati Lanny Jaya.
 
Menurut masyarakat secara budaya dan prosedur serta berdasarkan aturan, sambung Yance, hal itu belum dilaksanakan secara sempurna, seperti yang disepakati di awal antara pihak masyarakat dan pemerintah. 

"Jadi dari tindak lanjut dari pembicaraan ke dua belah pihak itu, secara aturan kaloh tanah itu mau di lepaskan ke orang atau pihak lain itu prosedurnya pertama harus di sepakati bahwa ke dua bela pihak harus setuju untuk saling mengahlikan tanah," terangnya.

yang kedua, soal biaya atau ganti rugi atas tanah itu setelah dituntaskan, kemudian dilakukan pelepasan dan proses sertifikasi atas tanah. 

"Namun masyarakat beranggapan bahwa proses itu tidak di lakukan sama sekali oleh pemerintah daerah tapi hanya sebatas kesepakatan saja," ungkapnya.

Sebab itu, kuasa hukum mempertanyakan sertifikat yang di keluarkan oleh Badan Pertanahan Jayawijaya, dalam hal ini sebagai tergugat ketiga, apakah sudah di lakukan sesuai prosedur, siapa yang memberikan pelepasan tanah.

"Maka kita melakukan gugatan biar nanti yang terakhir hakim yang menilai," ujarnya

Yance juga menambahkan, pada November 2023 pihaknya telah berhasil memediasi pihak pemerintah dan masyarakat.

Mediasi itu dihadiri Plh Bupati Petrus Wakerkwa, namun tidak ada titik temu atau hasil. 

"Maka proses mediasi di nyatakan gagal jadi hari ini kami melakukan sidang perdana untuk sampaikan gugatan kami dan selanjutkan sesuai acara di pengadilan dan sidang ke dua akan di laksanakan pada 15 Januari 2024 mendatang," tandas Yance. (*) 
 
 

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved