ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Aksi Massa di Senayan

Demonstrasi Meletus di Senayan, 'Raja Jawa' Bungkam Setelah Kepentingan Anaknya Tak Terwujud

Jokowi sempat menerima Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco, yang disebut-sebut melaporkan belum dilakukannya Sidang Paripurna RUU Pilkada.

Tribun-Papua.com/Kompas
Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, Nyonya Iriana, dan Kaesang Pengarep, dalam jumpa pers tentang persiapan pernikahan Kahiyang Ayu (tengah) dengan Bobby Nasution di Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, 17 September 2021. Gibran ditunjuk Jokowi menjadi juru bicara keluarga terkait rencana pernikahan itu. KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA 

Presiden Jokowi sempat menerima Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, yang disebut-sebut melaporkan belum dilakukannya Sidang Paripurna pengambilan keputusan revisi UU Pilkada.

”Ya, nanti kita lihat, ya. Saya harus cari informasi dulu. Pembicaraan di dalam kan kita tidak langsung tahu seperti itu,” ujar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, ketika ditanya tentang agenda pertemuan Presiden dengan para menteri, termasuk Sri Mulyani.

Kantor Komunikasi Presiden memang seharusnya berperan di saat-sat seperti ini meskipun Hasan kemarin menyatakan Kantor Komunikasi disiapkan untuk pemerintahan baru yang dipimpin presiden terpilih Prabowo Subianto.

Dengan berperannya Kantor Komunikasi Presiden, Presiden Jokowi tak perlu lagi mengeluarkan pernyataan.

Ketika memberikan keterangan pers di Pilar Istana Negara, Hasan menegaskan bahwa selama RUU Pilkada belum disahkan, pemerintah akan mengikuti aturan terakhir yang berlaku, yaitu keputusan Mahkamah Konstitusi.

”Jadi, kalau ada undang-undang yang baru, Ya, pemerintah ikut undang-undang yang baru. Tapi, kalau tidak ada undang-undang yang baru, Pemerintah ikut aturan yang berlaku terakhir saja,” ujarnya.

Hasan juga mengutip pernyataan DPR yang belum mengesahkan RUU Pilkada.

Jika RUU Pilkada tak disahkan sampai 27 Agustus 2024, DPR juga akan mengikuti peraturan yang terakhir, yaitu putusan MK.

”Pemerintah juga berada pada posisi yang sama seperti sebelumnya, yaitu mengikuti aturan yang berlaku. Jadi, selama tidak ada aturan baru, pemerintah akan ikut menjalankan aturan-aturan yang saat ini masih berlaku, jadi begitu posisi pemerintah,” kata Hasan.

Suasana aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024).KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Suasana aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024).KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN (Tribun-Papua.com/Kompas)

Bisa dibatalkan kembali

Pakar hukum tata negaraUniversitas Andalas, Sumatera Barat, Khairul Fahmi, menegaskan bahwa pembentukan UU tidak bisa menghapus putusan MK.

Putusan MK tetap berlaku secara sah sekalipun DPR coba mengakalinya dengan revisi UU Pilkada.

Kalau DPR tetap kukuh mengubah UU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK, maka UU itu dipastikan bisa dibatalkan kembali.

”Presiden dan DPR jangan hanya menunda pengesahan perubahan UU Pilkada, melainkan dibatalkan. Tidak perlu mengubah UU Pilkada untuk mengakali putusan MK. Presiden dan DPR sudah cukup melakukan manuver untuk mendelegitimasi putusan MK. Belajarlah untuk patuh karena itu keharusan konstitusi yang mesti dilakukan Presiden dan DPR,” ujar Khairul.

Selama proses revisi UU Pilkada, Hasan mengatakan bahwa Presiden akan tetap berkantor seperti biasa.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved