ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Aksi Massa di Senayan

Demonstrasi Meletus di Senayan, 'Raja Jawa' Bungkam Setelah Kepentingan Anaknya Tak Terwujud

Jokowi sempat menerima Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco, yang disebut-sebut melaporkan belum dilakukannya Sidang Paripurna RUU Pilkada.

Tribun-Papua.com/Kompas
Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, Nyonya Iriana, dan Kaesang Pengarep, dalam jumpa pers tentang persiapan pernikahan Kahiyang Ayu (tengah) dengan Bobby Nasution di Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, 17 September 2021. Gibran ditunjuk Jokowi menjadi juru bicara keluarga terkait rencana pernikahan itu. KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA 

Kendati mengaku tak sempat membahas masalah unjuk rasa terkait revisi UU Pilkada, Yahya mengatakan, aspirasi rakyat harus didengar lembaga-lembaga politik seperti DPR.

”Kami sendiri, NU, tentu mendukung semua pandangan yang pada dasarnya membela kepentingan-kepentingan nyata dari rakyat banyak, dan juga mengarah kepada perbaikan sistem demokrasi kita. Nah mudah-mudahan ke depan ini bisa diwujudkan melalui kerja sama komunikasi yang harmonis, check balances yang obyektif di antara cabang-cabang kekuasaan negara ini,” katanya.

Mahasiswa dan polisi terlibat bentrokan dan aksi sa
Mahasiswa dan polisi terlibat bentrokan dan aksi saling dorong saat unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang, Kamis (22/8/2024). Demosntrasi yang berlangsung di sejumlah daerah ini sebagai protes terhadap revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR. Mereka menuntut Presiden Joko Widodo untuk diturunkan dari jabatannya terkait beberapa keputusan politik kepentingannya. KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Sorotan Internasional

Sementara itu, kecaman atas pembahasan RUU Pilkada dalam waktu singkat dan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi terus bermunculan dari kalangan akademisi.

Sivitas akademika Universitas Paramadina, Jakarta, menyatakan menolak keputusan DPR yang mengabaikan Putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dan penghitungan syarat usia calon kepala daerah.

Hal ini dinilai berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum dan krisis konstitusi.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia juga menilai revisi UU Pilkada cacat prosedural dan hanya memilih substansi aturan yang sesuai dengan kepentingan para elite penguasa.

Karena itu, Presiden dan DPR disebut mengangkangi konstitusi dan mengkhianati kedaulatan rakyat demi meningkatkan akumulasi kekuasaan dan konsolidasi elite politik.

Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Selandia Baru pun menyampaikan kecaman serupa.

Mereka menyampaikan kecaman atas segala bentuk pelanggaran konstitusi, akumulasi kekuasaan yang berlebihan, dan pengabaikan terhadap aspirasi publik.

Polisi berjaga-jaga di depan Mahkamah Konstitusi (MK) menyusul kedatangan sejumlah tokoh dan akademisi serta aktivis yang memberi dukungan kepada benteng terakhir demokrasi, Kamis (22/8/2024). KOMPAS/PRIYOMBODO
Polisi berjaga-jaga di depan Mahkamah Konstitusi (MK) menyusul kedatangan sejumlah tokoh dan akademisi serta aktivis yang memberi dukungan kepada benteng terakhir demokrasi, Kamis (22/8/2024). KOMPAS/PRIYOMBODO (Tribun-Papua.com/Kompas)

Istana juga tak memberikan tanggapan terkait tagar darurat demokrasi yang beredar di media sosial usai revisi UU Pilkada.

Menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan, tak masalah jika gerakan darurat demokrasi tersebut juga menjadi sorotan internasional.

”Ya, kenapa kita harus takut disorot? Maksudnya itu perkembangan yang berkembang di Indonesia. Ada perbedaan pendapat, ada penyampai ekspresi, kita hormati saja. Enggak usah khawatir dengan itu. Kita juga enggak khawatir dengan itu,” kata Hasan. (*)

Berita ini dioptimasi dari Kompas.id, silakan berlangganan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved