Aksi Massa di Senayan
Demonstrasi Meletus di Senayan, 'Raja Jawa' Bungkam Setelah Kepentingan Anaknya Tak Terwujud
Jokowi sempat menerima Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco, yang disebut-sebut melaporkan belum dilakukannya Sidang Paripurna RUU Pilkada.
TRIBUN-PAPUA.COM - Protes rakyat Indonesia atas upaya Pemerintah Pusat dan DPR melanggengkan keinginan anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep bertarung di Pilkada 2024 lewat pengesahan RUU Pilkada, membuat kepala negara bungkam.
Bila seperti biasanya Jokowi turun dan menanggapi berbagai isu di hadapan publik, namun untuk isu yang satu ini ayah dari Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang itu justru membisu.
Bahkan, Jokowi membatalkan agenda kerja di luar Istana.
Pada Kamis (22/8/2024) ini, Presiden masih bertahan tetap berada di Istana Merdeka, Jakarta, seperti biasa.
Itu bersamaan ketika sebagian massa menggelar aksi Kamisan di depan Istana Presiden.
Jokowi sendiri baru kembali dari Ibu Kota Nusantara pada Minggu (18/8/2024), setelah menghadiri upacara HUT Kemerdekaan RI.
Jokowi cuma memilih membatalkan agenda kegiatan di luar Istana ketika massa turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Pilkada.
Baca juga: Bagaimana MK Memutuskan Perubahan Ambang Batas Pencalonan Pilkada? Begini Kronologisnya
Kepala Negara sempat diagendakan akan menghadiri acara Pencanangan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan yang digelar di JI-Expo Theater, Kemayoran, Jakarta, pada Kamis pukul 14.00, tapi lantas dibatalkan tanpa alasan yang jelas.
Jokowi baru melanjutkan kegiatan pukul 15.30 dengan menerima Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerima pengurus PBNU terkait soal pengelolaan kawasan tambang, dan menerima menteri lainnya.
Ikut Keputusan MK
Sri Mulyani tampak masuk ke Istana Kepresidenan dari gerbang depan Jalan Juanda dan sempat berpapasan dengan wartawan.
Namun, Menkeu sama sekali tak menjawab ketika ditanya terkait agenda pertemuan dengan Presiden.

Mobil yang mengantar Menkeu yang biasanya berjaga menunggu di dekat Pilar Istana Negara pun memilih berbalik arah.
Mobil selanjutnya berpindah menuju Kawasan Pintu Bali yang tak bisa diakses wartawan sehingga wartawan tak bisa mewawancarai Sri Mulyani seusai pertemuan dengan Jokowi.
Presiden Jokowi sempat menerima Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, yang disebut-sebut melaporkan belum dilakukannya Sidang Paripurna pengambilan keputusan revisi UU Pilkada.
”Ya, nanti kita lihat, ya. Saya harus cari informasi dulu. Pembicaraan di dalam kan kita tidak langsung tahu seperti itu,” ujar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, ketika ditanya tentang agenda pertemuan Presiden dengan para menteri, termasuk Sri Mulyani.
Kantor Komunikasi Presiden memang seharusnya berperan di saat-sat seperti ini meskipun Hasan kemarin menyatakan Kantor Komunikasi disiapkan untuk pemerintahan baru yang dipimpin presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dengan berperannya Kantor Komunikasi Presiden, Presiden Jokowi tak perlu lagi mengeluarkan pernyataan.
Ketika memberikan keterangan pers di Pilar Istana Negara, Hasan menegaskan bahwa selama RUU Pilkada belum disahkan, pemerintah akan mengikuti aturan terakhir yang berlaku, yaitu keputusan Mahkamah Konstitusi.
”Jadi, kalau ada undang-undang yang baru, Ya, pemerintah ikut undang-undang yang baru. Tapi, kalau tidak ada undang-undang yang baru, Pemerintah ikut aturan yang berlaku terakhir saja,” ujarnya.
Hasan juga mengutip pernyataan DPR yang belum mengesahkan RUU Pilkada.
Jika RUU Pilkada tak disahkan sampai 27 Agustus 2024, DPR juga akan mengikuti peraturan yang terakhir, yaitu putusan MK.
”Pemerintah juga berada pada posisi yang sama seperti sebelumnya, yaitu mengikuti aturan yang berlaku. Jadi, selama tidak ada aturan baru, pemerintah akan ikut menjalankan aturan-aturan yang saat ini masih berlaku, jadi begitu posisi pemerintah,” kata Hasan.

Bisa dibatalkan kembali
Pakar hukum tata negaraUniversitas Andalas, Sumatera Barat, Khairul Fahmi, menegaskan bahwa pembentukan UU tidak bisa menghapus putusan MK.
Putusan MK tetap berlaku secara sah sekalipun DPR coba mengakalinya dengan revisi UU Pilkada.
Kalau DPR tetap kukuh mengubah UU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK, maka UU itu dipastikan bisa dibatalkan kembali.
”Presiden dan DPR jangan hanya menunda pengesahan perubahan UU Pilkada, melainkan dibatalkan. Tidak perlu mengubah UU Pilkada untuk mengakali putusan MK. Presiden dan DPR sudah cukup melakukan manuver untuk mendelegitimasi putusan MK. Belajarlah untuk patuh karena itu keharusan konstitusi yang mesti dilakukan Presiden dan DPR,” ujar Khairul.
Selama proses revisi UU Pilkada, Hasan mengatakan bahwa Presiden akan tetap berkantor seperti biasa.
”Saya rasa tidak ada, tidak ada perubahan yang harus dikhawatirkan. Soal, Presiden berkantor di mana. Jadi, selama ini, sampai sejauh ini, menurut saya, tidak ada kekhawatiran apa-apa dari pihak Presiden,” kata Hasan.
Menanggapi anggapan yang beredar di masyarakat bahwa Presiden Jokowi menjadi aktor di balik revisi UU Pilkada untuk meloloskan putra bungsunya, Kaesang Pangarep, di Pilkada mendatang, Hasan menyebutnya sebagai rumor.
”Kita tidak mau menanggapi rumor,” ujarnya.
Deputi Bidang Protokol Pers dan Media M Yusuf Permana juga menegaskan bahwa Presiden Jokowi berkegiatan seperti biasa.
”Presiden berkegiatan hingga sore hari di Istana Merdeka,” kata Yusuf.
Baca juga: Peta Politik Berubah Pasca-putusan MK soal Pilkada, Anies Baswedan Siap Diusung PDI Perjuangan
Di Istana Kepresidenan Jakarta, Presiden sudah berkegiatan sejak pagi hari. Sekitar pukul 09.00, Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana terpantau memasuki Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Adapun pukul 10.20, tampak masuk pula jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mulai Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Wakil Rais Aam PBNU KH Anwar Iskandar, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, Sekretaris Jenderal Saifullah Yusuf, dan Bendahara Umum Gudfan Arif.
Antar undangan pernikahan
Setelah sekitar 10 menit bertemu Presiden, wartawan sempat mencegat Nana Sudjana yang menolak diwawancara.
Sebab, pertemuan ini disebutnya hanya untuk mengantar undangan pernikahan putrinya. Dia juga membantah bila ada bahasan terkait Pilkada Jateng.
Adapun Ketum PBNU Yahya Cholil mengatakan pertemuan dilakukan untuk membahas Izin Usaha Pertambangan untuk NU.
Konsesinya diberikan di lahan seluas 26.000 hektar eks Kaltim Prima Coal (KPC).
Kendati belum menyebutkan siapa yang akan diserahi tugas sebagai pengelola, Yahya berharap, pada Januari pengelolaan tambang sudah bisa berjalan.
Tak hanya membahas tambang, Presiden juga menawarkan PBNU untuk berinvestasi di IKN.
”Nanti insya Allah kami ingin membeli tanah di IKN itu, ya mudah-mudahan bisa sampai 100 hektar, misalnya, untuk kemudian kami gunakan untuk membangun sejumlah fasilitas untuk organisasi dan juga fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, fasilitas keagamaan, dan lain-lain,” tambah Yahya.
Kendati mengaku tak sempat membahas masalah unjuk rasa terkait revisi UU Pilkada, Yahya mengatakan, aspirasi rakyat harus didengar lembaga-lembaga politik seperti DPR.
”Kami sendiri, NU, tentu mendukung semua pandangan yang pada dasarnya membela kepentingan-kepentingan nyata dari rakyat banyak, dan juga mengarah kepada perbaikan sistem demokrasi kita. Nah mudah-mudahan ke depan ini bisa diwujudkan melalui kerja sama komunikasi yang harmonis, check balances yang obyektif di antara cabang-cabang kekuasaan negara ini,” katanya.

Sorotan Internasional
Sementara itu, kecaman atas pembahasan RUU Pilkada dalam waktu singkat dan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi terus bermunculan dari kalangan akademisi.
Sivitas akademika Universitas Paramadina, Jakarta, menyatakan menolak keputusan DPR yang mengabaikan Putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dan penghitungan syarat usia calon kepala daerah.
Hal ini dinilai berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum dan krisis konstitusi.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia juga menilai revisi UU Pilkada cacat prosedural dan hanya memilih substansi aturan yang sesuai dengan kepentingan para elite penguasa.
Karena itu, Presiden dan DPR disebut mengangkangi konstitusi dan mengkhianati kedaulatan rakyat demi meningkatkan akumulasi kekuasaan dan konsolidasi elite politik.
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Selandia Baru pun menyampaikan kecaman serupa.
Mereka menyampaikan kecaman atas segala bentuk pelanggaran konstitusi, akumulasi kekuasaan yang berlebihan, dan pengabaikan terhadap aspirasi publik.

Istana juga tak memberikan tanggapan terkait tagar darurat demokrasi yang beredar di media sosial usai revisi UU Pilkada.
Menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan, tak masalah jika gerakan darurat demokrasi tersebut juga menjadi sorotan internasional.
”Ya, kenapa kita harus takut disorot? Maksudnya itu perkembangan yang berkembang di Indonesia. Ada perbedaan pendapat, ada penyampai ekspresi, kita hormati saja. Enggak usah khawatir dengan itu. Kita juga enggak khawatir dengan itu,” kata Hasan. (*)
Berita ini dioptimasi dari Kompas.id, silakan berlangganan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.