Kantor Jubi Dilempar Bom Molotov
Mabes Polri Beri Perhatian Khusus Ungkap Kasus Teror Bom di Kantor Redaksi Jubi
Kepolisian Daerah Papua harus segera mengungkap kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua mengatakan kasus teror bom yang terjadi pada 16 Oktober 2024 di Kantor Redaksi Jubi harus segera diungkap oleh Kepolisian Daerah Papua atau Polda Papua.
Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey menyebut, pihaknya telah mendapat konfirmasi kesediaan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) untuk mengungkap kasus ini setelah pernyataan bahwa ada 17 kamera pengawas (CCTV) di sekitar lokasi kejadian.
"Artinya kasus ini berpotensi meluas dan kalau tidak diungkap menciderai esksistensi Polda Papua. Karena itu kami mendukung Polda Papua untuk mengungkap kasus ini," kata Frits di sela aksi demonstrasi di Taman Imbi, Kota Jayapura, Rabu (23/10/2024).
Aksi mendesak kepolisian segera mengungkap kasus ini digelar Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua yang terdiri dari para jurnalis dan pembela Hak Asasi Manusia.
Baca juga: Sepekan Teror Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi Belum Terungkap, Kompolnas Diminta Bertindak
Dalam demonstrasi itu, koalisi mendesak Polda Papua segera mengungkap kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi.

Frits mengungkapkan kasus ini telah memenuhi unsur gerakan radikalisme yang mengancam kebebasan berekspresi dan mengancam hak atas rasa aman bagi manusia.
Jika memenuhi unsur radikalisme maka ini kejahatan terorisme. Oleh karena itu, pihaknya mendukung Kapolda Papua untuk segera mengungkap pelaku.
"Jangan sampai kasus ini sampai diambil oleh Mabes Polri, setelah mendapatkan atensi dari Mabes Polri. Polda Papua mestinya memberi perhatian khusus," ujarnya.
Komnas HAM Papua juga mengungkapkan setelah mencermati hasil rekaman CCTV, dari gestur dua orang pelaku pelempar bom molotov pada insiden itu adalah masyarakat sipil dan berseragam preman.
"Kami cermati dari gestur mereka," ujarnya.

Frits mengatakan, jika hal ini berhubungan dengan pemberitaan maka ini cara yang salah. Media adalah perwakilan aspirasi publik kalau media terancam maka kepentingan publik itu akan terancam dan kebebasan HAM di kungkung oleh rasa takut.
Baca juga: Tuai Protes, Pansel DPR Kabupaten Jayapura Disebut Masuk Angin saat Umumkan Hasil Ujian Tertulis
"Komnas adalah orang terdekat, kami terus mendukung Kapolda dan terus berada di belakang teman-teman wartawan untuk ungkap kasus ini. Kalau pelaku adalah aparat mari kita jaga bangsa, pelaku harus ditarik atau diperiksa kasus harus dibuka, atau orang sipil yang dipakai oleh pengusaha polisi harus bergerak secepatnya," jelasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.