ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Jayapura

Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura Rayakan HUT ke-11, Masih Ada dan Tetap Eksis 

HUT kebangkitan masyarakat adat kali ini bertajuk 'Jalan Budaya Menuju Jayapura Sejahtera'.

Tribun-Papua.com/Putri Nurjannah Kurita
Salah satu tim penari di HUT ke-11 Kebangkitan Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura yang di gelar di Lapangan Genyem Kota, Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita

TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Hari ulang tahun (HUT) ke-XI kebangkitan masyarakat adat Kabupaten Jayapura digelar di Lapangan Genyem Kota, Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura, Kamis (25/10/2024).

HUT kebangkitan masyarakat adat kali ini bertajuk 'Jalan Budaya Menuju Jayapura Sejahtera'.

Perayaannya dimeriahkan dengan penampilan tarian, suling tambur, pertunjukkan fragmen saat pemerintahan Belanda, kerajinan tangan serta kuliner dan kehadiran masyarakat adat.

Masyarakat adat yang hadir dari 9 wilayah adat di Kabupaten Jayapura yakni Dewan Adat Suku (DAS) Suku Sentani-Buyakha, DAS Imbi-Numbai, DAS Oktim, DAS Tepra, DAS Djoukari, DAS Elseng, DAS Demutru, DAS Moi, dan DAS Yowari.

Baca juga: Menengok Tradisi Pengelolaan Hutan Sagu Papua di Pinggiran Danau Sentani Jayapura

Kegiatan itu dibuka dengan penabuhan tifa bersama Penjabat (Pj) Bupati Semuel Siriwa, Sekertaris Daerah (Sekda) Hana Hikoyabi, Tokoh Adat Mathius Awoitauw, Ketua DAS Sentani Daniel Toto, Forkopimda Kabupaten Jayapura, dan masyarakat adat.

Tokoh Adat Mathius Awoitauw, mengatakan, perayaan ke sebelas tahun kebangkitan itu untuk mengapresiasi dan memberi penghargaan kepada masyarakat adat. Mereka masih ada dan tetap eksis jauh sebelum adanya negara, agama.

Masyarakat adat lebih dahulu ada menatap kehidupan di Tanah Papua.

Masyarakat adat adalah orang asli Papua (OAP) yang memiliki dan melekat dengan adat, dusun, dan tanah.

Oleh sebab itu, tanah tidak boleh dijual karena masyarakat adat bisa kehilangan identitas dan tidak ada artinya lagi.

"Di wilayah adat, tanah adalah modal," ujarnya.

penari di HUT ke-11  Kebangkitan Masyarakat Adat s
Salah satu tim penari di HUT ke-11 Kebangkitan Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura yang di gelar di Lapangan Genyem Kota, Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura

Mathius, menyebut ketahanan pangan, energi, air, adalah masa depan dunia dan tiga hal itu dimiliki oleh masyarakat adat karena itu pengakuan dan perlindungan hak-hak ini perlu dibicarakan.

Kabupaten Jayapura memiliki Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) di dalamnya ada masyarakat adat, akademisi, dan pemerintah.

Selain itu, Gugus Tugas Masyarakat Adat atau GTMA harus memastikan kepastian hak atas lahan, hutan yang menjadi milik masyarkat adat sehingga kedepan mereka dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memajukan wilayahnya.

DPMK juga bisa memberikan dukungan terhadap perkembangan masyarakat adat di 14 kampung adat yang telah mendapat kodefikasi.

Mathius mengatakan, amanat di UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) menyebut negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat ada.

Artinya itu, deklarasi negara terhadap pengakuan masyarakat adat di seluruh nusantara sedangkan di Papua melalui UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.

"Karena itu UU Otsus memberikan implementasi keberadaan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura. Di sisi lain pemerintah menyiapkan regulasi tinggal di daerah mempertemukan kerinduan dari negera dan masyarakat adat," katanya.

Ketua DAS Sentani Daniel Toto, mengatakan DAS bersama pemerintah masih ada, tetap berdiri, dan mempertahankan jati diri. 

Baca juga: Hutan Papua Dihabisi Perusahaan Sawit, Masyarakat Adat Tergusur: Wakil Presiden Maruf Amin Bereaksi

Masyarakat adat hari ini berjuang dari kampung adat, kebangkitan masyarakat adat dengan lahirnya kursi pengangkatan Dewan Perwakilan Kabupaten (DPRK).

"Mulai dari tahun 2019 ada kursi bersama barisan merah putih dan hasilnya DPRK," katanya.

Meski begitu, fakta yang terjadi masyarakat adat disisihkan oleh pemerintah dengan membentuk Panitia Seleksi (Pansel) dan menggeser hak mereka saat pemilihan sedang berjalan.

"Semua proses terjadi kembalikan kepada kami. Proses seleksi harus dihentikan, kami sudah berjuang 11 tahun hari ini orang menari dimana-mana tetapi kami tidak,"

Daniel menyebut, DPRK dengan 8 kursinya adalah hadiah ulangtahun bagi masyarakat adat. (*) 

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved