PSU Pilkada Papua
KPU dan Bawaslu Papua Dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung, Buntut Pelaksanaan Pilkada yang Sia-sia
Pilkada 2024 yang menelan anggaran ratusan miliar berakhir sia-sia. Sementara, masyarakat Papua menanti sosok pemimpin untuk kebijakan berbagai aspek.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua resmi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI.
Ini menyusul sorotan publik mengenai kegagalan penyelenggara pemilihan umum di Papua dalam menyelenggarakan Pilkada Gubernur tahun lalu.
Pilkada 2024 yang menelan anggaran ratusan miliar berakhir sia-sia. Sementara, masyarakat Papua menanti sosok pemimpin untuk membuat kebijakan pada berbagai aspek kehidupan.
Arsi Divinubun, Kuasa Hukum pelapor, membenarkan laporan tersebut.
"Benar, kemarin kami sudah melaporkan KPU dan Bawaslu Papua ke KPK dan juga ke Kejaksaan Agung RI. Jadi laporannya ke dua institusi penegak hukum," ujar Arsi dalam keterangannya yang diterima Kompas.com, Kamis (6/3/2025).
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua 2024 akan dilaksanakan dengan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS se-Provinsi Papua.
Ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dibacakan pada Senin, 24 Februari 2024.
Baca juga: Drama PSU Pilkada Papua: KPU Beri Waktu Tiga Hari ke Benhur Tomi Mano Cari Pengganti Wakil Gubernur
Menurut Arsi, laporan itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan KPU dan Bawaslu Papua atas dana hibah Pilkada yang telah diterima dari Pemerintah Provinsi Papua.
"Berdasarkan bukti NPHD yang sudah kami serahkan ke KPK, hibah yang diterima KPU Papua sebesar Rp 155 miliar dan Bawaslu Papua sebesar Rp 51 miliar, jadi totalnya kurang lebih Rp 206 miliar," ungkapnya.
Arsi menambahkan, KPU dan Bawaslu Papua dilaporkan karena mereka adalah institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana hibah tersebut.
"Permasalahan sekarang adalah anggaran sebesar itu ternyata habis tanpa ada hasil sebagaimana yang diharapkan," katanya.
MK telah membatalkan hasil kerja KPU dan Bawaslu Papua akibat pelanggaran fundamental yang dilakukan oleh KPU, yang diketahui oleh Bawaslu, terkait ketidakbenaran dan ketidakabsahan persyaratan salah satu calon.
"Ironisnya, pelanggaran ini bukan bersifat kelalaian atau ketidakcermatan, melainkan karena kesengajaan, sehingga hal ini dikualifikasi sebagai kejahatan politik yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar ratusan miliar rupiah," ungkap Arsi.
Dia menegaskan bahwa perbuatan melawan hukum serta unsur kerugian keuangan negara telah terpenuhi, sehingga masalah Pilkada Papua ini masuk dalam delik korupsi.
"Ini yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum oleh KPU dan Bawaslu. Ini bukan uang sedikit, dan ini uang rakyat yang bersumber dari pajak, sehingga KPU dan Bawaslu Papua harus mempertanggungjawabkan," tegasnya.
Arsi berharap laporan ini dapat segera ditindaklanjuti untuk memberikan kepastian hukum terkait pertanggungjawaban terhadap dana hibah Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Papua yang mencapai ratusan miliar rupiah.
"Dengan adanya laporan ini, kami juga minta kepada Pemprov, dalam hal ini Pj Gubernur Papua dan Pj Sekda, agar hati-hati mengalokasikan anggaran PSU."
Baca juga: PSU Pilkada Papua, Mahasiswa Minta KPU Perpanjang Masa Pendaftaran Pasangan Calon Gubernur
"Pemprov harus meminta pertanggungjawaban dana hibah sebelumnya kepada KPU dan Bawaslu sebelum mengalokasikan anggaran PSU," pungkasnya.

KPU Beri Waktu Tiga Hari ke Benhur Tomi Mano Cari Pengganti Wakil Gubernur
Sementara itu, KPU Provinsi Papua memberikan waktu selama tiga hari kepada calon gubernur nomor urut 1, Benhur Tomi Mano, untuk mengajukan nama calon wakil gubernur yang baru.
Hal ini menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi Yeremias Bisai, calon wakil gubernur sebelumnya.
Benhur Tomi Mano hanya diusung PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
Sementara rivalnya, Mathius Derek Fakhiri dan Aryoko Rumaropen diusung koalisi gemuk, 15 partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus Partai Nasdem.
"Selama tiga hari, calon nomor urut 1, Benhur Tomi Mano (BTM) diberikan waktu untuk mengajukan nama calon pengganti Yeremias Bisai," ujar Ketua KPU Papua, Steve Dumbon, saat memberikan keterangan kepada wartawan di Jayapura, Selasa (4/3/2025).
Menurut Dumbon, pemberian waktu ini sesuai dengan amar putusan MK yang memerintahkan penggantian wakil kepala daerah yang didiskualifikasi.
Saat ini, KPU tengah mempersiapkan tahapan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di Provinsi Papua.
"Nanti administrasi pendaftarannya itu tetap sama diperlukan, yakni dengan cara penelitian administrasi, dan masyarakat juga punya kesempatan untuk menyampaikan masukan dan tanggapan," ujarnya.
Dumbon menegaskan bahwa pihaknya akan mengikuti semua tahapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia berharap proses penggantian calon wakil gubernur dapat berjalan lancar agar PSU dapat segera dilaksanakan.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Divisi Teknis Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilu, Idham Holid, menjelaskan dalam pendaftaran, KPU di daerah menjalankan fungsi administrasi.
Dalam menjalankannya, tidak sekadar merujuk pada peraturan undang-undang Pilkada atau peraturan teknis yang diterbitkan oleh KPU.

Tapi, juga berpedoman pada putusan MK beserta pertimbangan hukumnya sebagai yurisprudensi hukum.
"Itu pesan kami kepada KPU Provinsi, Kabupaten/Kota pelaksana PSU, termasuk KPU Papua," ujarnya.
"Untuk nomor urut tetap sama sehingga tidak ada lagi pengundian nomor urut dan nomornya tetap sama. Yang diganti hanya calon kepala daerahnya," tutupnya.
Sementara itu, Pj Gubernur Papua, Ramses Limbong, pada Senin (3/3/2025) mengatakan, KPU Provinsi Papua telah mengajukan anggaran sebesar Rp 168 miliar untuk pelaksanaan PSU.
Sementara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua mengajukan anggaran PSU sebesar Rp 151 miliar.
"Nanti kami akan lihat dan lakukan review anggarannya, terkait pelaksanaan PSU di Papua," ungkapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.