Papua Pegunungan
DPR Peringatkan Krisis Anggaran: Pagu Papua Pegunungan Tahun Depan Hanya Rp 1,2 Triliun
Menurutnya, struktur sosial masyarakat pegunungan yang saling bergantung membuat pejabat daerah sering menjadi tumpuan banyak pihak.
Penulis: Noel Iman Untung Wenda | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-papua.com, Noel Iman Untung Wenda
TRIBUN-PAPUA.COM.WAMENA - Komisi V DPR Papua Pegunungan menyampaikan peringatan keras terkait kondisi keuangan daerah pada tahun 2026.
Dengan pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang hanya mencapai Rp1,213 triliun, DPR menilai Papua Pegunungan akan memasuki fase paling sulit sejak provinsi ini dimekarkan.
Ketua Komisi V, Ironi Kogoya, menyebut tahun anggaran 2026 sebagai “tahun paling kelam”, lantaran kapasitas fiskal yang minim tidak mampu menopang kebutuhan dasar pembangunan, khususnya sektor pendidikan dan kesehatan.
Pernyataan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama berbagai mitra kerja, termasuk Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, BPSDM, Dinas Sosial, RSUD Wamena, hingga Biro Otsus dan Kesra di Wamena, Rabu, (19/11/2025).
Baca juga: Nusron Wahid Sosialisasikan Pendaftaran Tanah Ulayat di Papua, Serahkan Sertifikat Rumah Ibadah
Dalam forum tersebut, DPR menyoroti lemahnya dukungan anggaran dari pemerintah pusat bagi provinsi termuda ini.
“Kami kecewa. Negara memekarkan provinsi ini, tetapi tidak membekali dengan anggaran yang cukup. Dengan hanya Rp1,213 triliun, mustahil membiayai seluruh kegiatan, apalagi pembangunan fisik,” tegas Ironi Kogoya.
Ia menilai kondisi fiskal tersebut juga berpotensi melemahkan perputaran ekonomi masyarakat.
Menurutnya, struktur sosial masyarakat pegunungan yang saling bergantung membuat pejabat daerah sering menjadi tumpuan banyak pihak.
“Satu pejabat saja bisa jadi harapan satu distrik bahkan kabupaten. Kalau anggaran sekecil ini, bagaimana kami menjamin pembangunan berjalan?” ujarnya.
Keterbatasan semakin terasa karena Papua Pegunungan belum memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memadai.
Provinsi ini sepenuhnya bergantung pada transfer pemerintah pusat.
“Lucunya, kami hanya dikasih kulit, isinya dimakan entah oleh siapa. Kami bingung mau programkan apa. PAD tidak ada, ketergantungan ke pusat luar biasa besar,” tambah Kogoya.
Baca juga: Solidaritas Mahasiswa Papua Gelar Mimbar Bebas di Jayapura, Desak Pemerintah Evaluasi UU Otsus
DPR menilai situasi ini memperlihatkan paradoks pemekaran daerah, provinsi yang diharapkan menjadi pusat pertumbuhan justru terjebak dalam keterbatasan fiskal yang dapat menekan kehidupan sosial dan psikologis masyarakat.
Meski begitu, DPR Papua Pegunungan tetap mendukung langkah Gubernur untuk melakukan lobi anggaran tambahan ke pemerintah pusat.
“Angka Rp1,213 triliun sudah mentok. Tidak ada jalan lain kecuali lobi. Kami DPR siap mendukung, tapi kalau kondisi tetap seperti ini, kami hanya bisa berharap ada keajaiban tahun depan,” pungkasnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/Pimpinan-DPR-Provinsi-Papua-Pegunungan-be.jpg)