ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Cerita

Bayi Kami Mati di Tangan Medis: Kisah Pilu Irene Sokoy, Ibu Hamil Ditolak 4 RS di Ibu Kota Papua

Setelah empat kali penolakan, keluarga memutuskan membawa Irene ke RSUD Jayapura, rumah sakit terakhir yang tersisa. Namun, takdir berkata lain.

Tribun-Papua.com/Istimewa
DARURAT MEDIS PAPUA - Irene Sokoy, ibu hamil asal Kampung Hobong, Sentani meninggal bersama bayinya di dalam kandungan akibat ditolak sejumalah rumah sakit di Kota dan Kabuaten Jayapura, Papua, Kamis (20/11/2025). (Dok. Keluarga) 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Minggu sore itu, pukul 14.00 WIT, seharusnya menjadi hari sukacita bagi keluarga Kabey di Kampung Hobong, Sentani.

Irene Sokoy, perempuan kelahiran 1994, seorang kader Posyandu yang bersemangat, mengirim pesan singkat kepada mertuanya, Abraham Kabey.

"Bapa dan mama, saya sudah rasa mau melahirkan," katanya.

Di pelukan sang suami, Neil Kastro Kebey, Irene menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari dengan harapan akan melahirkan anak ketiganya, adik bagi dua buah hati mereka yang berusia 11 dan 6 tahun.

Selama mengandung, keluarga telah merawatnya dengan penuh doa.

"Tuhan berikan generasi yang sehat," pinta Abraham.

Namun, harapan itu mulai runtuh saat jam terus berdetak.

Hingga pukul 01.00 WIT dini hari, Irene masih berjuang.

Bayi yang dikandungnya memiliki bobot 4 kilogram, membuat jalan lahir begitu sempit.

Keluarga besar menunggu dengan cemas di luar. 

Kepanikan Abraham dan istrinya memuncak ketika perawat menyampaikan kabar yang mengejutkan: Irene harus dioperasi, tetapi dokter Obgyn sedang berada di luar kota.

Baca juga: Tragedi Irene Sokoy Bongkar Bobroknya Rantai Rujukan dan Ketersediaan Dokter Obgyn di Ibu Kota Papua

"Kenapa tidak bilang dari tadi!" seru Abraham, Kepala Kampung Hobong, kepada perawat.

Kekecewaan itu membekas layaknya luka. Sebuah rumah sakit rujukan, di saat genting, tak memiliki tangan Tuhan yang seharusnya menyelamatkan. 

Keputusan pahit pun diambil: Rujukan ke Rumah Sakit Dian Harapan.

DARURAT KESEHATAN DI PAPUA - Abraham Kabey berfoto bersama kedua anak Irene Sokoy dan Niel Kabey di makam Irene Sokoy di Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
DARURAT KESEHATAN DI PAPUA - Abraham Kabey berfoto bersama kedua anak Irene Sokoy dan Niel Kabey di makam Irene Sokoy di Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. (Tribun-Papua.com/Putri Nurjannah Kurita)

Di dalam ambulans yang melaju kencang, Irene ditemani suaminya, mertuanya, kakak iparnya, dan dua bidan yang hanya bisa menangis melihat ketidakberdayaan keluarga.

Tembok Regulasi dan Uang Muka

Perjalanan menuju harapan segera berubah menjadi penolakan yang dingin.

Di Rumah Sakit Dian Harapan, petugas menolak bahkan untuk memeriksa kondisi pasien.

"Mereka bilang tidak bisa, itu saja yang mereka bilang," kenang Abraham.

Ambulans itu dipaksa berbalik menuju RSUD Abepura. Di sana, penolakan kembali terjadi.

Abraham dan Neil sampai harus beradu mulut dan ribut dengan petugas, memohon agar nyawa bayi, istri, dan ibu dari dua anak mereka diselamatkan. 

"Kami cari jalan ke RSUD Abepura, tetapi tidak diterima juga," ujarnya.

Sambil menahan air mata, ambulans pun membelok ke tempat pemberhentian terakhir: Rumah Sakit Bhayangkara.

Di sini, Irene, yang masih terbaring lemah di dalam ambulans, bertemu dengan tembok yang lebih tinggi: regulasi BPJS Kesehatan Kelas 3.

"Ruangan penuh, yang tersisa hanya VIP," kata petugas.

Biaya VIP mencapai Rp 10 juta, dan keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta sebelum tindakan.

Abraham memohon. "Tolong dulu, uang nanti kami urus, kami tidak lari."

Ia meyakinkan petugas bahwa mereka akan membayar keesokan harinya.

Namun, petugas menolak menurunkan Irene dari ambulans untuk diperiksa.

Mereka hanya memeriksa Tanda-Tanda Vital (TTV) pasien dari balik pintu mobil.

Napas Terakhir di Turunan Skyline

 Setelah empat kali penolakan, keluarga memutuskan membawa Irene ke RSUD Jayapura, rumah sakit terakhir yang tersisa.

Namun, takdir berkata lain.

Pukul 04.00 WIT, saat ambulans melaju di turunan Skyline menuju Entrop, di tengah malam yang sunyi, Abraham menyaksikan menantunya menghembuskan napas terakhir.

PASIEN MENINGGAL - Direktur Rumah Sakit Yowari, Maryen Braweri menjelaskan kronologi pasien Irene Sokoy ibu hamil asal Kampung Hobong, Sentani, yang meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya pada Senin (17/11/2025).
PASIEN MENINGGAL - Direktur Rumah Sakit Yowari, Maryen Braweri menjelaskan kronologi pasien Irene Sokoy ibu hamil asal Kampung Hobong, Sentani, yang meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya pada Senin (17/11/2025). (Tribun-Papua.com/Istimewa)

Janji memiliki "generasi yang sehat" telah gugur. 

Baca juga: Usut Kematian Ibu Hamil Irene Sokoy, PMKRI Jayapura Desak Pemerintah Tindak Tegas Rumah Sakit

Irene dan bayi 4 kilogramnya meninggal dunia di perjalanan, setelah ditolak dari rumah sakit ke rumah sakit.

Kepala Kampung Hobong itu kini menunduk, air mata membasahi pipi.

"Tuhan kenapa kah?" tanyanya. 

"Ditolak-tolak dari rumah sakit ke rumah sakit kami lewati, berakhir dengan kematian."

Kematian Irene tidak hanya meninggalkan duka bagi suaminya, tetapi juga memicu ketegangan antar keluarga. Neil Kastro Kabey kini bertekad membawa kasus ini ke ranah hukum.

Abraham berharap, tragedi ini menjadi pelajaran pahit bagi seluruh tenaga medis di Papua.

 "Mereka harus menyadari bahwa pekerjaan ini merupakan kemuliaan Tuhan yang diberikan untuk dikerjakan dengan bertanggung jawab," tegasnya.

Ia hanya ingin memastikan, di bumi Papua, tidak ada lagi 'Irene' yang gugur hanya karena dokter sedang di luar kota, kamar Kelas 3 penuh, atau rujukan terpadu yang tak terlaksana. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved