ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Rusuh di Papua, Dua Hal Ini Dinilai jadi Akar Konflik dan Kekerasan di Bumi Cenderawasih

Guru Besar Sosiologi dari Universitas Airlangga, Bagong Suyanto menuturkan, ada dua hal yang menjadi akar konflik dan kekerasan di Papua.

Editor: mohamad yoenus
KONTRIBUTOR KOMPAS TV/ BUDY SETIAWAN
Aksi blokade jalan oleh masyarakat Papua di Manokwari, terhadap tindakan rasisme yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. 

TRIBUNPAPUA.COM - Guru Besar Sosiologi dari Universitas Airlangga, Bagong Suyanto menuturkan, masyarakat Papua rentan terprovokasi dan cenderung mudah menggelar aksi massa karena adanya industrialisasi dan perubahan sosial di Papua.

Menurut dia, industrialisasi dan perubahan sosial di kawasan Papua sebetulnya tidak hanya terjadi setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus di Papua.

"Di era Orde Baru, ketika pemerintah mencanangkan program yang disebut 'Kebijakan ke Arah Timur', yang bertujuan mendorong investasi di wilayah Indonesia bagian timur, sejak itu pula arus investasi yang masuk ke wilayah Papua mulai meningkat pesat," ujar Bagong kepada Kompas.com, Rabu (21/8/2019).

Wagub Papua Barat Duga Kerusuhan di Fakfak Ditunggangi oleh Pihak-pihak Tertentu

Bagong melanjutkan, setelah program Kebijakan ke Arah Timur itu, sejumlah pelaku industri mulai berbondong-bondong untuk mencari keuntungan di Papua.

"Sejumlah perusahaan di bidang perkayuan, perikanan, pertanian, dan pertambangan mulai banyak menyerbu Papua karena potensi sumber daya alam yang menjanjikan," tuturnya.

Namun, masuknya industri ke Papua tidak sinkron dengan kesejahteraan yang didapat masyarakat di sana.

Bagong menjelaskan, di wilayah Papua Barat misalnya, eksplorasi dan eksploitasi terjadi di wilayah perairan akibat pembukaan industri perikanan.

Bupati dan Ketua DPRD yang Tak Kunjung Hadir Temui Massa Jadi Pemicu Kerusuhan di Mimika

Massa demonstran saat merangsak ke halaman DPRD Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019).
Massa demonstran saat merangsak ke halaman DPRD Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). ((KOMPAS.com/ IRSUL PANCA ADITRA))

Sebaliknya, dalam beberapa kasus selain berdampak negatif terhadap produksi nelayan lokal, ternyata juga melahirkan tekanan kemiskinan yang meresahkan.

"Wilayah perairan pantai yang sebelumnya mampu menghidupi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga nelayan tradisional, pelan-pelan makin tidak bersahabat akibat kegiatan modernisasi perikanan," tutur Bagong.

Sepanjang kegiatan industrialisasi hanya mengeksploitasi SDA serta tidak melakukan reinvetasi bagi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat lokal Papua, lanjutnya, dapat dipastikan akan terjadi sejumlah perubahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Perubahan itu, seperti diungkapkan Bagong, bukan hanya mengancam ekosistem, melainkan juga kelangsungan hidup masyarakat setempat di Papua.

Tangani Kerusuhan di Manokwari, Ini Langkah yang Bakal Dilakukan Pemerintah

"Kehadiran industrialisasi akan melahirkan pergeseran dan perubahan budaya masyarakat," kata Bagong, yang pernah melakukan penelitian industrialisasi di Papua.

"Sebuah komunitas atau suku yang semula hidup relatif terisolasi, jarang berinteraksi dengan hal-hal yang modern, maka mereka cepat atau lambat akan melakukan proses adaptasi yang sebagian mungkin berhasil, tetapi seagian yang lain mungkin gagal sehingga tersisih," ucap dia.

Warga pengunjuk rasa turun ke jalan dan berhadapan dengan aparat keamanan di Manokwari, Papua, Senin (19/8/2019).

Selain itu, menurut Bagong, kehadiran industrialisasi kerap melahirkan potensi pergesekan dan bahkan konflik yang sifatnya terbuka.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved