Kerusuhan di Papua
Curhat Pengungsi Asal Takalar Enggan Kembali ke Wamena: Saya Trauma Ingat Batu dan Panah Beterbangan
Rahmatia mengaku, kerusuhan yang terjadi pada Senin (23/9/2019) lalu, sangat mengerikan.
"Hampir 6 jam kami tertahan di kandang babi. Kami baru keluar setelah datang petugas keamanan, yang membawa kami ke kantor polisi," ujarnya, sambil terus terisak.
• Bantu Pengungsi Wamena, PMI Sulsel Kerahkan Personel RFL dan Ambulans di Lanud Sultan Hasanuddin
Rahmatia menambahkan, ia baru merasa lega, saat berada di camp pengungsian.
Ada ribuan warga, kata dia, yang didominasi pendatang, turut mengungsi bersamanya.
"Pakaian yang kami pakai ini, diberikan saat mengungsi di Biak dan Jayapura. Ini kami sangat syukur sekali masih bisa bertahan hidup," ujarnya.
Suami Rahmatia, Ruslan, juga mengaku tak mau lagi kembali ke Wamena.
Motor yang dipakainya bekerja sebagai tukang ojek di Wamena, juga telah dibakar perusuh.
• VIDEO Detik-detik Pengungsi Wamena Tiba di Lanud Sultan Hasanuddin, Disambut Petugas dan Kerabat
Begitupun dengan kios tempat istrinya berjualan, juga telah rata dengan tanah.
"Kami tak mau lagi kembali, istri dan anak juga sudah trauma. Anak saya rencana pindah sekolah di sini," tuturnya.
Saat ini, Rahmatia sekeluarga beserta pengungsi asal Sulsel lainnya telah dibawa ke Asrama Haji Sudiang, di Kota Makassar.
Di tempat tersebutlah, untuk sementara para pengungsi asal Sulsel ditempatkan, sebelum pulang ke daerahnya masing-masing. (Tribun Timur/@amir_eksepsi)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Curhat Pengungsi Asal Takalar, Sembunyi di Kandang Babi dan Trauma Kembali ke Wamena