FPI Jelaskan Konsep Khilafah Menurut Kelompoknya, Bukan Hapus NKRI tapi Dorong OKI Cetak Mata Uang
Ketua Lembaga Dakwah DPP Front Pembela Islam (FPI), Idrus Al Habsy memberikan penjelasan perihal konsep khilafah menurut kelompoknya.
TRIBUNPAPUA.COM - Ketua Lembaga Dakwah DPP Front Pembela Islam (FPI), Idrus Al Habsy memberikan penjelasan perihal konsep khilafah menurut kelompoknya.
Hal itu diungkapkan Idrus Al Habsy saat hadir di acara Apa Kabar Indonesia Malam pada Jumat (29/11/2019).
Idrus Al Habsy menegaskan bahwa ada dua garis besar konsep khilafah dalam FPI.
• Tuntut Habib Rizieq Dipulangkan, Puluhan Mahasiswa Ingin Temui Mahfud dan Minta Pecat Agus Maftuh
"Apa sih yang sekarang ini yang diberdebatkan biar kita tahu semua bahwasanya khilafah dalam pandangan FPI selain yang tadi saya sebutkan dalam hadits."
"Kita juga khilafah kebersamaan, tadi khilafah secara pribadi yang akan Imam Mahdi akhir zaman," jelas Idrus seperti dikutip TribunWow.com dari Talk Show Tv One.
Khusus dalam khilafah kebersamaan, Idrus menegaskan FPI bukan bermaksud untuk menghapus NKRI.
Mereka justru ingin meningkatkan persatuan antar negara Islam.
"Khilafah kebersamaan ini maksudnya apa yaitu bukan kita menghapus NKRI tidak, tapi justru kita di sini kita ingin mendorong persatuan antara negara-negara Islam," jelas dia.
Satu di antara contohnya adalah mereka mendorong Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) meningkatkan kerja sama dalam berbagai bidang.
Seperti membentuk mata uang hingga pembentukan parlemen bersama.
"Contoh, kita mendorong OKI untuk supaya membentuk mata uang sendiri antar negara Islam sebagaimana di Eropa punya mata uang Euro."
"Yang kedua kita ingin mendorong OKI agar negara-negara Islam membentuk pertahanan sebagaimana orang Eropa bisa membentuk pertahanan yaitu NATO."
"Nah kita pengen bentuk seperti itu, kita mendorong dan yang ketiga pembentukan apa parlemen bersama," demikian terang Idrus.
• Soal Perpanjangan Izin FPI, Mahfud MD: Ada Permasalahan Jadi Tak Bisa Dikeluarkan Sekarang
Sehingga, Idrus menuntut apa salah FPI hingga Surat Keterangan Terdaftar hingga kini belum terbit.
"Jadi ada 10 uraian, sekarang pertanyaanya salahnya di mana ? Salahnya di mana itu?," ujarnya.