15 Tahun Penelitian, Spesies Katak Endemik Papua di Kawasan Freeport Baru Terungkap
Hasil temuan kemudian telah dicatat dan dipublikasikan dalam jurnal internasional Zoo Taxa, sekaligus mengkonfirmasi spesies baru.
Penulis: Paul Manahara Tambunan | Editor: Roy Ratumakin
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Paul Manahara Tambunan
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Penemuan spesies katak baru Litoria Lubisi di kawasan PT Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Papua, terungkap setelah 15 tahun.
Terungkapnya spesies tersebut, menyusul penelitian lanjutan yang dilakukan Tim Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terhadap temuan katak endemik Papua oleh peneliti Australia-Indonesia, Stephen Richards dan Burhan Tjaturadi pada 2006.
Tim peneliti LIPI itu, Mumpuni, Hellen Kurniati, dan Evy Arida.
Baca juga: Peneliti Indonesia-Australia Temukan Spesies Katak Baru Papua di Hutan Mimika Kawasan Freeport
Mereka mengonfirmasi, katak yang diteliti mereka merupakan spesies baru dan belum pernah dicatat dalam silsilah taksonomi.
“Spesies yang ditemukan adalah Litoria Lubisi, sejenis katak pohon hijau besar yang merupakan anggota keluarga Litoria Infratrenata,” kata Vice President, Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, Selasa (15/6/2021).
Litoria Lubisi memiliki fisik cukup unik karena ukurannya cenderung besar. Panjangnya mencapai 70 mm.
Katak ini terlihat kuat serta memiliki warna lebih mencolok dibandingkan katak hijau lainnya.
Katak yang hidup di dataran rendah tersebut juga memiliki mulut yang lebar.
Setiap kerangka giginya terdiri dari 10 gigi kecil disertai garis rahang yang tak begitu tegas pada permukaan kulitnya.
Proses penelitian memakan waktu cukup lama, mulai beberapa tahap identifikasi hingga verifikasi.
Hasil temuan kemudian telah dicatat dan dipublikasikan dalam jurnal internasional Zoo Taxa, sekaligus mengkonfirmasi spesies baru.
“Satu tantangan utama kami dalam penelitian ini adalah medan yang cukup sulit,” kata Burhan Tjaturadi, peneliti awal spesies tersebut.
Burhan adalah peneliti independen yang bekerja di Tanah Papua sejak 1999. Ketika itu, ia bergabung dengan WWF dan Conservation International.
Sedangkan rekannya, Stephen Richards, peneliti dari South Australian Museum.
