G30S PKI
Mayjen DI Panjaitan, Putra Batak Pendiri TKR dan Jenderal Berprestasi Dibunuh PKI
Kebiadaban PKI terhadap sang Jenderal diungkap Catherine Panjaitan, anak sulung Jenderal DI Panjaitan yang menyaksikan peristiwa tragis kala itu.
Pada saat itu, ia melihat ayahnya dipaksa untuk hormat kepada perwira.
"Ayah saya disuruh hormat. Saya sebagai tentara ya mengerti, kok disuruh hormat? Terhadap perwira atau jenderal," kata Catherine.
Namun DI Panjaitan menolak dan mendapat pukulan di dahi.
Catherine lantas tahu, tembakan dilepaskan oleh pasukan pembelot ke dahi ayahnya.
"Langsung ayah saya pakai senjata laras dipukul, ayah saya jatuh saya langsung lari turun ke bawah, ternyata ditembak di dahi."
"Tapi saat saya turun ayah saya enggak ada lagi, diseret dilempar ke gerbang, karena gerbang kan tinggi, dilempar sudah kaya binatang," ungkapnya.
Mayat DI Panjaitan dibawa oleh pasukan pembelot ke dalam truk dan dibawa kembali ke markas gerakan itu di Lubang Buaya.
Diketahui, Lubang Buaya merupakan tempat di kawasan Pondok Gede, Jakarta yang menjadi tempat pembuangan para korban G30S.
Chaterine juga membenarkan jalan cerita film G30S merupakan benar adanya karena ia ikut terlibat dalam memberikan kesaksian peristiwa itu.
Baca juga: DN Aidit dan Jejak Pikiran Sang Ketua PKI, Wawancara 1964
"Persis almarhum Arifin C Noer (red: sutradara) gambarkan," imbuhnya.
Chaterine juga menyatakan, Arifin C Noer melakukan wawancara satu per satu dengan saksi peristiwa.

Biodata Mayjen (Anm) DI Panjaitan
Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Balige, Medan, Sumatera Utara, 9 Juni 1925, dikutip dari Wikipedia.
Saat Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia kemudian bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI.
Di TKR, salah satu putra terbaik Batak itu pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, lalu menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948.