Nasional
Viralnya Sikap Olvah Alhamid ke Etnis Tionghoa, Tindakan Rasisme yang Berulang
Tentu saja rasisme Olvah tak bisa dibenarkan. Tapi, lagi-lagi, rasisme memang seperti itu. Ia adalah lingkaran setan yang tak akan ada habisnya.
“Setiap manusia sebetulnya pasti membedakan satu sama lain berdasarkan ciri fisik. Klasifikasi terhadap manusia, semua orang pasti melakukannya." kata dia, dikutip Kompas.com.
"Tapi ketika satu ras dianggap lebih tinggi derajatnya, dianggap lebih baik, itu namanya rasisme. Secara pengalaman manusia, rasisme terburuk adalah zaman Nazi terhadap Yahudi,” tambahnya.
Baca juga: Anggota KKB Papua Dilumpuhkan di Yahukimo, TNI Sita Senjata Rampasan Milik Prajurit yang Dibunuh
Hal menarik dari kasus Olvah timbul di dalam klarifikasinya. Olvah mengungkap selama di pesawat ia merasa diperlakukan tak enak oleh orang-orang China yang ia tunjuk dalam video.
Olvah melanjutkan penuturannya dengan menceritakan kisah-kisah lampau yang menggambarkan pengalaman tak enak antara dirinya dan segelintir orang dari etnis China. Kejadian-kejadian itu terjadi selama tiga tahun ketika Olvah tinggal di Surabaya.
"Dari ras tertentu di Indonesia, khusunya, ras China, saya dan orang tua pernah diludahi saat berada di mal," tutur Olvah.
Olvah juga menceritakan pengalamannya jadi korban rasisme ketika di Jakarta. Olvah yang berasal dari Papua Barat pernah dihina dengan sebutan monyet.
"Itu memberikan luka tersendiri kepada saya," kata Olvah.
Tentu saja rasisme Olvah tak bisa dibenarkan.
Baca juga: Timnas Indonesia Vs Kamboja Hari Ini, Ramai Rumakiek: Kita Harus Menang
Tapi, lagi-lagi, rasisme memang seperti itu. Ia adalah lingkaran setan yang tak akan ada habisnya.
Dalam kajian sosiologi mikro, kita dapat melihat ini sebagai interaksi sosial. Ada tindakan dan response di dalamnya.
Variabel lain yang memengaruhi langgengnya rasisme adalah prasangka.
Menurut Siswanto, setiap kelompok, termasuk golongan etnis memiliki prasangka-prasangka terhadap kelompok lain. Ini terjadi secara alami dalam perkembangan rasisme secara sosial.
Orang-orang seperti Olvah terjebak dalam prasangka ini.
"Artinya ketika dia (Olvah) pernah mengalami satu bentuk rasisme, dia akan merespons kan," tutur Siswanto.
"Dia pasti akan merespons dengan prasangka-prasangka yang dimunculkan, yang sudah tumbuh tadi. Dia tidak punya referensi lain. Dia akan mengklaim, ya China itu begitu."