ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Tribun Militer

Tim Mawar Kembali Viral, Ini Daftar Anggotanya yang Punya Jabatan Penting

Belakangan Tim Mawar jadi viral di media massa pasca Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengangkat Mayor Jenderal (Mayjen) Untung Budiharto.

Editor: Roy Ratumakin
Tribunnews/Yongky Yulius
Tim Mawar merupakan tim kecil yang dibuat Kopassus untuk menculik para aktivis 1998. Tim Mawar terbentuk karena peristiwa 27 Juli 1996. 

Itu artinya bintang di pundak Prabowo bertambah satu, dari Brigjen menjadi Letjen.

Saat itu, usia Prabowo masih relatif muda, yakni 46 tahun.

Akhirnya, Prabowo diangkat menjadi Pangkostrad, pasukan yang pernah dipimpin mertuanya Soeharto pada 1965/1966.

Ketika Prabowo menjadi Pangkostrad, posisi Danjen Kopassus dijabat oleh orang dekat Prabowo, Mayjen TNI Muchdi PR.

Prabowo menjadi Pangkostrad menggantikan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin yang dipromosikan menjadi Pangdam Jaya.

Setelah diangkat Pangkostrad, konon Prabowo dipanggil menghadap Soeharto yang mengeluhkan banyaknya gerakan oposisi.

Baca juga: Viral Video Oknum TNI Ngamuk dan Aniaya Warga Maluku hingga Babak Belur, Ini Kata Pangdam Pattimura

Soeharto meminta Prabowo untuk menertibkan gerakan-gerakan oposisi yang dapat mengganggu jalannya Sidang Umum MPR 1998 yang akan pengukuhan dirinya sebagai Presiden ke tujuh.

Prabowo menjawabnya perintah tersebut dengan membentuk Tim Mawar.

Perintah pembentukan Tim Mawar pertama dilakukan secara lisan oleh Prabowo kepada Komandan Karsayudha 42 Grup 4/Sandhi Yuda Mayor Bambang Kristiono sebagai Komandan Satgas Merpati dengan tugas mengumpulkan data kegiatan kelompok radikal.

Setelah mendapat surat tertulis dari Danjen Kopassus, Mayor Bambang segera membentuk Tim Mawar dengan anggota 10 orang, dari perwira dan bintara Detasemen 81/Antiteror.

Tugasnya adalah mencari dan mengungkap adanya ancaman stabilitas nasional.

Baca juga: Penampakan Sampah di Teluk Youtefa Jayapura: Kiriman dari Berbagai Daerah Terdampak Banjir

Tim Mawar bergerak sangat rahasia dengan menggunakan metode hitam atau undercover.

Peristiwa peledakan rumah susun di Tanah Tinggi, Jakarta, telah mendorong Mayor Bambang untuk lebih meningkatkan kerja timnya dalam mengumpulkan data intelijen.

Karena kekhawatiran adanya peningkatan kegiatan aktivis kelompok radikal, kemudian dilakukan penangkapan terhadap mereka.

Sasaran penangkapan adalah orang yang belum bekeluarga, dan pria yang belum terkenal tetapi aktivitasnya menonjol.

Menjelang sidang umum MPR 1998, tercatat ada 28 orang yang harus diculik atau diamankan.

Mereka kebanyakan berasal dari aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD). Dari 28 orang itu, sembilan orang di antaranya telah masuk daftar pencarian orang (DPO).

Mereka adalah Andi Arief, Nezar Patria, Desmond J Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto Taslam, Faisol Resha, dan Raharjo Waluyojati. Selama dalam penyekapan, mereka mengalami perlakuan yang tak manusiawi, disiksa, ditelanjangi, dan disetrum.

Tidak hanya itu, mereka juga ditidurkan di atas es balok, disundut rokok, dan dipukuli hingga tak sadarkan diri.

Kesembilan orang tersebut akhirnya dibebaskan dalam kondisi selamat. Masih ada 14 orang lain yang diculik oleh Tim Mawar.

Mereka adalah Yanie Afri, Sony, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugerah, Wiji Thukul, Ucok Munandar, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Naser. Hingga kini, ke-14 orang ini masih hilang.

Penculikan oleh Tim Mawar terhadap sembilan aktivis yang berhasil dibebaskan dengan selamat dilakukan mulai 3 Februari 1998 dengan korban pertamanya Desmond J Mahesa, dan berakhir pada 27 Maret 1998 dengan sasaran aktivis Andi Arief.

Prabowo Subianto saat menjabat Danjen Kopassus
Prabowo Subianto saat menjabat Danjen Kopassus (Istimewa)

Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak aparat.

Pangkostrad Letjen TNI Prabowo mendengar insiden penembakan mahasiswa Trisakti dari Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin yang meneleponnya sekitar pukul 20.00 WIB.

Rumor yang beredar saat itu, penembakan tersebut dilakukan oleh Kopassus, karena dilakukan oleh penembak jitu yang hanya bisa dilakukan oleh anggota Kopassus.

Namun pihak Kodam Jaya berkeyakinan para penembak berasal dari oknum polisi.

Berdasarkan uji balistik Forensic Science Agency Northern Ireland (FSANI) Belfast, diketahui bahwa proyektil barang bukti yang ditemukan di lantai gedung Syarief Thayeb ditembakkan dari jenis senjata api SS-1 kaliber 5,56 MM.

Sedang proyektil dari tubuh Hery Hartanto ditembakkan dari senjata api SS-1 kaliber 5,56 MM dan proyektil dari tubuh Hery Hartanto ditembakkan dari jenis senjata api Steyr kaliber 5,56 MM dengan perkiraan jarak tembak 100-200 meter.

Penembakan mahasiswa Trisakti memicu kerusuhan besar di Jakarta dan sejumlah daerah lain di Indonesia.

Kerusuhan terjadi sehari setelah penembakan, mulai 13-15 Mei 1998. Dalam kerusuhan ini, etnis Cina yang dijadikan kambing hitamnya.

Massa yang tidak diketahui identitasnya, orang-orang berbadan kekar tiba-tiba datang menggunakan truk di titik-titik yang telah ditentukan. Mereka kemudian berteriak-teriak memprovokasi warga agar toko-toko milik orang-orang Cina dibakar.

Ketika puncak peristiwa itu terjadi, Presiden Soeharto sedang berada di Kairo, Mesir, menghadiri pertemuan G-15 pada 13-14 Mei 1998. Selama Soeharto ke luar negeri, tanggung jawab dalam negeri diserahkan kepada Wakil Presiden BJ Habibie.

Menurut keterangan Gubernur DKI Jaya Sutiyoso, dalam peristiwa kerusuhan itu sebanyak 4.939 bangunan rusak dibakar, 1.119 mobil pribadi hangus dibakar, angkutan umum 66 buah, dan 821 motor hangus dibakar. Rumah warga yang dibakar 1.026 buah.

Jumlah bank yang dirusak massa sebanyak 64, terdiri dari 313 kantor cabang, 178 kantor cabang pembantu, dan 26 kantor kas. Total kerugian fisik bangunan akibat kerusuhan itu mencapai angka Rp2,5 triliun lebih, belum termasuk dengan isinya.

Kerugian ini lebih buruk dari kerusuhan Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) di Jakarta yang hanya merusak 144 bangunan atau dibandingkan kasus 27 Juli 1966 yang menghancurkan puluhan bangunan dan kendaraan dengan kerugian Rp100 miliar.

Dari segi korban jiwa dan luka juga dampak kerusuhan ini jauh lebih besar. Bahkan konon disebut yang terbesar, setelah terjadinya peristiwa pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965-1966.

Di Jakarta, korban-korban kerusuhan mulai berjatuhan. Pemerintah Daerah Tangerang mencatat, lebih dari seratus orang tewas terbakar dalam aksi penjarahan di sebuah kompleks pertokoan. Pemda Bekasi juga menemukan puluhan orang tewas terbakar.

Pusat Penerangan ABRI melaporkan, jumlah korban jiwa mencapai 500 orang. Belum termasuk jumlah korban tewas yang berada di Surakarta, Jawa Tengah, Makassar, Medan, Surabaya, Jawa Timur, dan sejumlah daerah lainnya yang ada di Indonesia.

Hingga kini, tidak ada jumlah pasti berapa total korban tewas akibat tragedi Mei 1998 tersebut. Untuk wilayah Jakarta saja, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh pemerintah menemukan variasi angka yang berbeda-beda.

Data Tim Relawan menyebutkan, korban tewas dalam peristiwa itu mencapai angka 1.190 atau 1.339 orang akibat terbakar atau dibakar, 27 orang akibat senjata tajam atau dibunuh, dan 91 orang lainnya mengalami luka-luka karena berbagai sebab.

Sedangkan data Polda Metro Jaya menyatakan, 451 orang meninggal dunia, dan korban luka tidak tercatat. Data Kodam masih lebih besar, yakni 463 orang meninggal, termasuk di antaranya aparat keamanan, dan 69 orang lainnya luka-luka.

Data terakhir adalah yang dikeluarkan oleh Pemda DKI Jakarta yang menyatakan korban meninggal mencapai angka 288 orang dan 101 orang lainnya mengalami luka-luka. Kebenaran angka-angka tersebut hingga kini masih belum menemui kesepakatan.

Sementara korban pelecehan seksual dan pemerkosaan dari etis Cina hingga kini masih gelap, tidak ada angka yang pasti. Ada yang menyebut wanita yang menjadi korban pemerkosaan di Jakarta berjumlah 92 orang, namun membuka peluang lebih.

Sehari setelah mundurnya Presiden Soeharto, pada 22 Mei 1998, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto melapor kepada Presiden BJ Habibie bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta melakukan konsentrasi pasukan di Kuningan dan Istana Negara.

Habibie lalu menjawab tegas, "Sebelum matahari terbenam, Pangkostrad harus diganti dan kepada penggantinya diperintahkan agar semua pasukan di bawah komando Pangkostrad harus segera kembali ke basis kesatuan masing-masing."

Saat mendengar jawaban Habibie, Wiranto sempat kaget dan kembali bertanya, "Sebelum matahari terbenam?" Dan ditegaskan lagi, "Saya ulangi, sebelum matahari terbenam!" Kepada penggantinya, Habibie menyerahkan sepenuhnya kepada Wiranto.

Maka, Wiranto mengusulkan untuk sementara jabatan Pangkostrad diemban oleh Asisten Operasi Pangab Letjen Johny Lumintang. Dia diminta untuk segera mengembalikan semua pasukan ke basis masing-masing, sebelum matahari terbenam.

Besoknya, 23 Mei 1998, atas usul Wiranto, akhirnya Panglima Divisi Siliwangi Mayjen Djamari Chaniago dilantik menjadi Pangkostrad menggantikan Prabowo. Setelah pembicaraan dengan Wiranto selesai, Prabowo datang menghadap Habibie.

Akhirnya Habibie menerima Prabowo. Dengan menggunakan bahasa Inggris, Prabowo yang datang dalam keadaan marah mengatakan, "Ini suatu penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden Soeharto. Anda telah memeceat saya," katanya.

"Anda tidak dipecat, tetapi jabatan anda diganti," kata Habibie. "Mengapa?" sergah Prabowo.

Lalu Habibie menjelaskan bahwa dirinya mendapat laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kunungan, dan Istana Negara.

"Saya bermaksud mengamankan Presiden," kata Prabowo.

Tetapi dijawab Habibie itu bukan tugas Prabowo, melainkan Pasukan Pengamanan Presiden yang bertanggung jawab langsung kepada Pangab. "Presiden apa anda? Anda naif!" tegas Prabowo.

"Atas nama ayah saya Prof Soemitro Djojohadikusumo dan ayah mertua saya Presiden Soeharto, saya minta anda memberikan saya tidak bulan untuk tetap menguasai pasukan Kostrad," mohon Prabowo. Namun ditolak dengan tegas oleh Habibie.

"Tidak! Sebelum mahatari terbenam semua pasukan sudah harus diserahkan kepada Pangkostrad baru! Saya bersedia mengangkat anda menjadi duta besar di mana saja," tegas Habibie. "Yang saya kehendaki adalah pasukan saya," timpal Prabowo.

Pertemuan panas itu akhirnya ditutup dengan pelukan Habibie kepada Prabowo. Menurut Habibie, inisiatif Prabowo untuk mengamankan Presiden sangat bagus. Tetapi sayang, tidak dikomunikasikan terlebih dahulu kepada Panglima ABRI.

Dikutip dari laman Kompas.com, (Deretan Eks Tim Mawar yang Kini Tempati Jabatan Penting) setidaknya terdapat enam anggota eks Tim Mawar yang kini mempunyai karier dan jabatan moncer. Berikut daftarnya:

1. Brigjen Dadang Hendra Yudha

Dadang merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) 1988.

Ia merupakan eks Tim Mawar yang kini menjadi anak buah Prabowo di Kementerian Pertahanan.

Jabatan yang diemban di Kementerian Pertahanan adalah Direktur Jenderal Potensi Pertahanan.

Sebelumnya, pria kelahiran 21 Mei 1965 itu juga pernah menjabat sebagai Kepala Biro Umum Sekretariat Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

2. Brigjen (Purn) Yulius Selvanus

Yulius merupakan abituren Akmil 1988 dari kecabangan infanteri.

Seperti eks Tim Mawar lain, Yulius juga mengisi jabatan di lingkungan Kementerian Pertahanan, yakni Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan (Kabainstrahan).

Sebelumnya, Yulius pernah menjabat Komandan Korem 181/Praja Vira Tama.

3. Mayjen Fauzambi Syahrul Multhazar

Fauzambi merupakan eks Wakil Komandan Tim Mawar. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Staf Khusus KSAD.

Di Kementerian Pertahanan, ia mengemban jabatan Kepala Satuan Pengawas Universitas Pertahanan (Kasatwas Unhan) yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan.

4. Mayjen (Purn) Chairawan Kadarsyah Kadirrussalam Nusyirwan

Chairawan merupakan eks Komandan Tim Mawar. Prabowo Subianto kemudian mengangkat Chairawan menjadi Asisten Khusus Kemenhan.

5. Brigjen TNI Nugroho Sulistyo Budi

Brigjen TNI Nugroho Sulistyo Budi mendapat posisi sebagai Staf Ahli Bidang Politik Kementerian Pertahanan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Staf Ahli Ka BIN Bidang Sosbud BIN.

6. Mayjen TNI Untung Budiharto

Sedangkan, Untung Budiharto merupakan satu di antara eks anggota Tim Mawar yang masih berkarier di TNI AD.

Untung Budiharto tercatat beberapa kali menempati jabatan strategis. Pada 2016-2017, ia menjabat sebagai Inspektorat Kodam (Irdam) XVIII/Kasuari.

Selanjutnya, Wakil Asisten Operasi (Waasops) Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 2017-2019.

Kemudian, pada 2019-2020, ia menjabat Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kasdam) I/Bukit Barisan.

Lalu menjadi Direktur Operasi dan Latihan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan pada 2020, Sekretaris Utama BNPT. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved