Pilkada Yalimo
FLASHBACK Pilkada Yalimo: Masyarakat Terdampak Konflik
Konflik politik di Kabupaten Yalimo sempat memanas saat MK mengabulkan gugatan Lakius Peyon-Nahum Mabel.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Konflik politik di Kabupaten Yalimo sempat memanas saat MK mengabulkan gugatan Lakius Peyon-Nahum Mabel untuk mendiskualifikasi pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil dari Pilkada Yalimo pada 29 Juni 2021.
MK juga memerintahkan KPU Yalimo melaksanakan pilkada ulang mulai dari tahapan pendaftaran peserta.
Erdi Dabi terjerat kasus hukum setelah terlibat insiden kecelakaan lalu lintas di Kota Jayapura pada 16 September 2020.
Pascaputusan MK tersebut, massa membakar beberapa kantor dan kios di Distrik Elelim pada Selasa (29/6/2021).
Baca juga: Pilkada Yalimo: 3 Kali Gugatan ke MK Hingga Masyarakat Jadi Korban
Sejumlah gedung pemerintah terbakar, di antaranya Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kantor BPMK, Kantor Dinas Perhubungan, Kantor Dinas Kesehatan, Kantor DPRD, Kantor Gakkumdu, dan Bank Papua.
Massa yang diduga pendukung pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil juga menutup akses jalan. Akibat aksi tersebut, kerugian materil diperkirakan mencapai Rp 324 miliar.
Melihat kondisi tersebut, Antropolog Universitas Cenderawasih Enrico Yori Kondologit mengaku terkejut dengan aksi massa di Yalimo.
Menurut Enrico yang sempat melakukan penelitian di Yalimo pada 2013, sebagian besar warga Yalimo yang merupakan masyarakat Suku Yali jarang terlibat dalam aksi perusakan karena cenderung bermusyawarah.
Namun karena ada unsur politik praktis, Enrico melihat masyarakat ikut terprovokasi.
"Masyarakat Yali sebenarnya secara kebudayaan mirip dengan warga pesisir, proses penyelesaian permasalahan atau sengketa biasanya lebih adem, tetapi tidak tahu kenapa ketika adat/budaya dimergerkan ke dalam politik praktis, dampaknya seperti sekarang ini," kata Enrico dikutip dari laman Kompas.com.
Baca juga: Hasil PSU Pilkada Yalimo Tak Diterima, Paslon Lakius Peyon-Nahum Mabel Gugat ke MK
"Padahal Suku Yali ini adalah orang-orang yang cepat beradaptasi dengan suku lain dan ramah. Jadi yang sedang terjadi penyelesaian konflik tidak dilakukan dengan pendekatan budaya, tetapi secara kekerasan yang sebenarnya bukan bagian dari budaya mereka," sambung Enrico.
Dengan sistem kesukuan dan kekerabatan yang sangat erat, terang Enrico, masyarakat Yali sama dengan suku lain di Papua, sangat terikat dengan tokoh yang dijadikan figur pemimpin.
Oleh karena itu, ketika sang pemimpin terkena masalah, maka dengan cepat masyarakat memberikan dukungan.
"Masyarakat hanya terprovokasi, mereka melihat seorang figur yang ketika figur tersebut mempunyai masalah maka masyarakat yang dibawah tanpa berpikir masalahnya seperti apa langsung terlibat aktif dalam kegiatan tersebut," katanya.
Baca juga: Awal Konflik Pilkada Yalimo: MK Diskualifikasi Pasangan Erdi-John Wilil
Ia pun melihat masih adanya potensi aksi massa jika MK kembali memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) di Pilkada Yalimo.
Oleh karena itu, upaya pencegahan dengan pendekatan budaya harus dilakukan menjelang putusan MK.