ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pilkada Yalimo

Pilkada Yalimo: 3 Kali Gugatan ke MK Hingga Masyarakat Jadi Korban

Pilkada Yalimo diketahui berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak dua kali memerintahkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Istimewa
Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri menemui massa pendukung pasangan calon kepala daerah Yalimo, Erdi Dabi-Jhon Wilil di Distrik Elelim, Kabupaten Yalimo, Papua, Senin (5/7/2021). Massa menolak tegas PSU sebagaimana putusan MK terkait hasil Pilkada Yalimo. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Yalimo, Papua hingga kini belum berakhir. Padahal pelaksanaannya sudah berjalan selama 15 bulan atau sejak pemungutan suara pertama dilakukan pada 9 Desember 2020.

Pilkada Yalimo diketahui berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak dua kali memerintahkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Baca juga: Hasil PSU Pilkada Yalimo Tak Diterima, Paslon Lakius Peyon-Nahum Mabel Gugat ke MK

Bahkan keputusan terakhir yang memutuskan PSU total dan diskualifikasi salah satu calon bupati, berujung pada aksi pembakaran sejumlah fasilitas umum dan rumah warga.

Kini, hasil rekapitulasi penghitungan suara PSU kedua yang dilakukan pada 30 Januari 2022 di Distrik Elelim kembali digugat oleh Pasangan Calon Lakius Peyon-Nahum Mabel.

Kuasa Hukum Pasangan Calon Lakius Peyon-Nahum Mabel, Yance Tenoye menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi materi gugatan ke MK.

Ia menegaskan, bukan hasil perolehan suara yang menjadi inti gugatan, melainkan waktu pelaksanaan PSU.

"Pasca putusan 145 itu, MK memberikan waktu pelaksanaan (PSU) itu 120 hari yang berakhir pada 17 Desember 2021, lalu KPU melakukan tahapan lebih dari 120 hari karena pemungutan suara baru dilakukan pada 26 Januari 2022," kata Yance dikutip dari laman Kompas.com, Senin (14/02/2022).

Baca juga: Pasangan Nahor Nekwek-John Wilil Pimpin Perolehan Suara PSU Pilkada Yalimo

Hal tersebut kemudian dilihat tim Lakius Peyon-Nahum Mabel sebagai sebuah pelanggaran.

"Menurut kami KPU tidak melaksanakan tahapan, kalaupun tahapan dilakukan sudah lewat dari 120 hari. Kami beranggapan KPU tidak melaksanakan tahapan sesuai amar putusan 145," ujarnya.

Yance menyebut, Lakius Peyon sebagai calon petahana memikirkan dampak konflik politik berkepanjangan bagi masyarakat Yalimo.

Namun, penegakan demokrasi agar masyarakat juga bisa mendapat pengalaman dari pesta demokrasi yang taat hukum, dianggapnya menjadi hal lebih penting.

Baca juga: Awal Konflik Pilkada Yalimo: MK Diskualifikasi Pasangan Erdi-John Wilil

"Sebenarnya Pak Lakius sudah berjiwa besar menerima, artinya (sekarang) kita tegakan demokrasi karena pelaksanaan ini sudah keluar dari Putusan 145 maka sebagai warga negara yang taat hukum, kita ikuti saja aturannya," kata Yance.

"Artinya setiap keputusan KPU kenapa dibatalkan MK terus, jadi sebenarnya persoalan ada di KPU, jadi kalau KPU jalan netral tidak ada masalah," tambahnya.

Selain itu, Yance juga mengetahui ada materi gugatan lain mengenai hasil perolehan suara di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Mengenai gugatan perolehan suara itu hanya alternatif saja," katanya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved