KKB Papua
Kekerasan KKB Papua Terus Berulang, Pengamat Anjurkan Pemerintah Buka Dialog
Fahmi menilai, selama bertahun-tahun pemerintah cenderung melakukan pendekatan keras untuk menyelesaikan masalah di Papua.
TRIBUN-PAPUA.COM - Serangan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua terus berulang.
Serangan tidak hanya kepada TNI, Polri, tapi juga menyasar warga sipil.
Yang terbaru, delapan pekerja Palapa Timur Telematika (PTT) tewas ditembaki anggota KKB di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Rabu (2/3/2022).
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, serangan KKB tersebut merupakan sebuah upaya provokasi.
Baca juga: Dikawal Aparat Keamanan, Begini Proses Pemakaman Jenazah Bebi Tabuni Korban KKB Papua
Dia mengatakan, bereaksi atas teror KKB dengan serangan balasan bukanlah hal yang positif dan akan cenderung memperkuat propaganda mereka.
Menurut Fahmi, salah satu yang bisa dilakukan pemerintah adalah kembali membuka dialog dengan kelompok tersebut.
"Yang harus dilakukan adalah memikirkan bagaimana supaya dialog dapat kembali terbangun dan kebuntuan politik bisa diakhiri. Tanpa itu, kekerasan dan teror akan selalu terjadi. Apalagi jika kita kemudian kembali melakukan pendekatan keras," katanya kepada Kompas.com, melalui pesan WhatsApp, Senin (7/3/2022).
Fahmi menilai, selama bertahun-tahun pemerintah cenderung melakukan pendekatan keras untuk menyelesaikan masalah di Papua.
Namun, fakta menunjukkan tingkat efektivitas dan keberhasilannya cukup rendah.
Baca juga: Jenazah Bebi Tabuni Korban KKB Dimakamkan di Puncak Papua, Santunan Duka Diserahkan
"Dampaknya, problem utama di Papua adalah trust. Kepercayaan publik pada itikad baik pemerintah sangat rendah. Warga cenderung curiga dan pesimis pada langkah-langkah yang diambil dalam upaya penyelesaian masalah Papua," lanjutnya.
Bukan tanggung jawab TNI-Polri saja
Menurut Fahmi, masalah Papua harus diselesaikan dengan cara-cara yang komprehensif, lintas sektor, mengutamakan dialog, dan tidak lagi mengutamakan pendekatan keras serta militeristik.
Selain itu, penyelesaian masalah Papua mestinya tidak bisa dibebankan dan memang bukan tanggung jawab TNI-Polri semata, melainkan pemerintah secara keseluruhan, karena kebijakan baru adalah merangkul, bukan memukul.
"Memulai hal baru setelah kegagalan pendekatan sebelumnya memang bukan hal mudah. Tapi lebih baik mencoba ketimbang melanggengkan kekerasan di Papua," ujarnya.
Bukan berarti berharap pemerintah tidak lagi melibatkan TNI-Polri dalam penyelesaian masalah Papua.
Namun, diharapkan adalah distribusi peran yang relevan.
Baca juga: Marinus Yaung: DOB Bisa Membangkitkan Spirit Papua Merdeka
TNI-Polri juga masih bisa berkontribusi besar dalam upaya penyelesaian masalah di Papua dengan memperkuat soft power melalui penguatan kapasitas pembinaan teritorial, pemeliharaan keamanan, dan penegakan hukum.
"Bentuknya adalah operasi-operasi teritorial dan penegakan hukum yang bersifat dukungan dan selaras dengan agenda-agenda lintas sektor termasuk melakukan komunikasi sosial melalui produksi dan penyebarluasan propaganda positif," ujarnya.
"Termasuk juga penguatan peran intelijen teritorial menjadi mata dan telinga pemerintah untuk lebih banyak mendengar aspirasi masyarakat Papua serta memberi asupan data dan informasi lapangan yang bisa mendukung strategi komprehensif pemerintah," utambah dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kekejaman KKB di Papua, Pengamat: Serangan Balasan Akan Perkuat Propaganda Mereka, Pikirkan Dialog",