Papua Terkini
LBH Papua Nilai Polisi Lakukan Pelanggaran Hingga Bungkam Ruang Demokrasi Dalam Demo DOB
LBH Papua, menilai polisi melakukan pelanggaran membungkam ruang demokrasi dalam unjuk rasa penolakan DOB
Penulis: Hendrik Rikarsyo Rewapatara | Editor: Maickel Karundeng
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Hendrik Rewapatara
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, menilai polisi melakukan pelanggaran membungkam ruang demokrasi dalam unjuk rasa penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Jayapura pada Selasa (8/3/2022) kemarin.
Demikian disampaikan Direktur LBH Papua,Emanuel Gobay kepada Tribun-Papua.com, Rabu (9/3/2022) pagi melalui sambungan telepon.
Baca juga: Lirik dan Kunci (Chord) Gitar Pemuja Rahasia - Sheila On 7: Betapa Mudahnya Kau untuk Dikagumi
"Pada pagi hari di Universitas Cenderawasih Waena. Aparat sudah melakukan tindakan represif kepada masa aksi, yang mana Kiri keroman sedang negosiasi dengan aparat keamanan, namun dari komunikasi tersebut tidak ada kesepakatan dan dipukul mundur,"kata Emanuel kepada
"Kemudian salah seorang staf LBH Papua juga ditarik oleh aparat, saat ditengah negosiasi,"ujarnya.
Baca juga: Berusaha Selamatkan Diri dari Perang, Ribuan Warga Ukraina Berdesakan Penuhi Stasiun Kereta Kharkiv
Emanuel mengatakan, pihaknya menilai hal yang kedua tepatnya didepan SMA YPPK Teruna Bakti Waena, terdapat juga tindakan represif aparat keamanan.
"Didepan SMA YPPK Teruna Bakti juga ada negosiasi, saat itu juga ada staf saya, namun pada saat melakukan negosiasi tiba-tiba ada peristiwa tendangan yang dilakukan aparat terhadap massa aksi,"katanya.
Baca juga: Suporter Boleh Masuk Stadion, Fans Persipura Bersatu: Kami Pastikan Gruduk Bali!
"Namun, staf saya saat negosiasi tiba-tiba gas air mata ditembak,"ujarnya.
Menurut Emanuel, penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian sangat tidak tepat.
"Penggunaan gas air mata tidak tepat, saat itu tidak kacau. Mereka sedang negosiasi,"katanya.

Baca juga: Segera Akhiri Masa Jabatan, Ini Harapan BTM bagi Kota Jayapura di Masa Depan
Lanjut dia, jika mereka sedang berkelahi barulah penggunaan gas air mata, itu pantas lantaran aksinya huru-hara.
"Jika ada aksi anarkis barulah pantas gunakan gas air mata,"ujarnya.
Dia menyebutkan, dengan tindakan tersebut terkesan tak ada ruang demokrasi yang terbangun.
Emanuel mengatakan, tidak hanya di Teruna Bakti Waena, aparat juga dinilai melakukan pembubaran dengan menembaki gas air mata terhadap massa aksi di Asrama Nayak 1 Kampkey, Abepura.
Baca juga: Fakta Viral Warga Dapat Pesan WhatsApp Atas Nama Wakil Bupati Malang Minta Sumbangan
"Terdapat belasan tembakan gas air mata yang dikeluarkan oleh pihak keamanan,"katanya.
Menurutnya, peristiwa ini menunjukkan bahwa fakta pembungkaman ruang demokrasi.
"Kenapa saya katakan pembungkaman ruang demokrasi, karena kami LBH Papua sudah mendapatkan informasi oleh massa aksi untuk lakukan pendampingan sejak Minggu (6/3/2022), dan kita membuat surat kuasa,"ujarnya.
Baca juga: HUT ke-112 Kota Jayapura: Menunggu Kado Manis Persipura Jayapura, Wajib Menang Kontra PSM Makassar
"Kami juga tanyakan kepada Koordinator aksi apakah sudah berikan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisan. Mereka katakan bahwa sudah diberikan,"katanya.
Pihaknya menilai masa aksi juga menunjukan bukti bahwa mereka juga mengirim surat kepada DPRP yang menjadi tujuan mereka.
"Kami kaget, dihari Senin ada beredar berita bahwa pak Kapolresta Jayapura Kota melarang tidak memberikan ijin aksi pada tanggal 8 Maret 2022,"ujarnya.

Baca juga: Siswi SMP Berusia 14 Tahun Jadi Korban Rudapaksa 10 Orang Pria, 7 Ditangkap dan 3 Masih Buron
Selanjutnya, dimana mahasiswa kemudian melakukan klarifikasi terbuka, pihak mahasiswa telah mengirimkan surat.
"Ini membuktikan bahwa Kapolresta melakukan pembohongan publik, pembohongan publik dalam konteks apa, mahasiswa ini sudah berikan surat pemberitahuan, terus dalil tidak memberikan ijin itu atas dasar apa,"katanya.
Baca juga: Pekerja Bangunan yang Diserang OTK di Sugapa Alami Luka Sebetan Sepanjang 16 Centimeter
Menurutnya, karena dalan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, itu tidak mengenal yang namanya ijin. Tapi dikenal yang namanya, hanya mengenal Pemberitahuan.
Dalil Tidak mengijinkan itu, kami pertanyakan dasar Hukumnya.
Kemudian dari aksi tersebut ditemukan ada tindakan represif menembaki gas air mata. Menembaki water canon, kemudian ada beberapa masa aksi yang ditendang, kemudian pendamping Hukum ditarik.
Baca juga: Siswi SMP Berusia 14 Tahun Jadi Korban Rudapaksa 10 Orang Pria, 7 Ditangkap dan 3 Masih Buron
Ini membuktikan bahwa, Polresta Jayapura Kota bersama aparat gabungan secara jelas lakukan pembungkaman ruang demokrasi.
Secara terang-terang telah melanggar UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum.
Apabila Kapolres sampaikan bahwa, dia sudah membubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Emanuel, itu tidak benar, malah pihaknya sangat jelas melakukan pelanggaran UU Nomor 9 Tahun 1998.
Baca juga: Sebut KKB Bukan Bagian dari Papua, Kepala Suku di Puncak: Kalau Saudara, Tak Mungkin Mereka Membunuh
Kemudian, kata dia, penyalahgunaan protab penanganan aksi huru-hara. Dan juga anarkis di saat aksi yang sedang demokratis.

Kemudian telah melanggar, peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, tentang implementasi standar dan Pokok Hak Asasi Manusia dalam tugas kepolisian.
Baca juga: Demo Tolak DOB Papua: Kronologi Massa Luapkan Emosi, Kejar dan Lempar Personel Polisi dengan Batu
"Kapolres lakukan pelangaran ketiga aturan tersebut maka itu kami meminta kepada Kapolri agar memerintahkan Kapolda Papua agar memberikan sanksi tegas kepada Kapolres Jayapura Kota, Kasat Intelkam Polresta Jayapura Kota, yang sudah mengarahkan pasukannya, untuk melakukan pelanggaran UU Nomor 8 Tahun 1998 secara sistematik, dan struktural mengakibatkan korban Hak atas Demokrasi kepada Mahasiswa,"ujarnya.
Baca juga: Pesan BTM untuk Suksesornya: Ada 3 Prinsip Utama Pimpin Kota Jayapura
LBH Papua juga meminta kepada Ketua DPR Papua, untuk menggunakan fungsi pengawasanya terhadap implementasi UU Nomor 9 Tahun 1998, tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Baca juga: Presiden China Sebut Situasi di Ukraina Mengkhawatirkan, Desak Rusia dan Ukraina Lakukan Hal Ini
"Yang dipraktekan oleh Polda Papua dan Polresta Jayapura Kota, ditinggal 8 Maret 2022 kemarin,"katanya.
"Panggil mereka dan Minta pertanggung jawaban. Ini sesuai dengan tugas fungsi DPR guna melakukan pengawasan,"tambah dia.(*)