Ilmu Pengetahuan
90 Jenis Anggrek Ditemukan di Pulau Batanta Papua Barat, Dahulu Digunakan Pengobatan Tradisional
90 spesimen bunga anggrek endemik ditemukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat bersama peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional.
TRIBUN-PAPUA.COM - Sebanyak 90 spesimen bunga anggrek endemik ditemukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat bersama peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Puluhan jenis bunga anggrek tersebut ditemukan di Pulau Batanta, Papua Barat.
Sebagian dari bunga anggrek yang ditemukan, masih dalam proses identifikasi untuk memastikan nama spesiesnya.
Sedangkan, anggrek lainnya ditemukan dalam kondisi tanpa bunga yang mengharuskan peneliti untuk menunggu agar dapat mengidentifikasi spesiesnya.
Baca juga: 15 Tahun Penelitian, Spesies Katak Endemik Papua di Kawasan Freeport Baru Terungkap
“Spesimen anggrek yang tanpa bunga harus dipelihara terlebih dahulu hingga berbunga agar dapat diidentifikasi lebih lanjut secara akurat,” ujar tim BBKSDA Papua Barat, Reza Saputra dilansir dari laman resmi BRIN, Jumat (25/3/2022).
Sementara ini, para peneliti sudah menemukan berbagai temuan, salah satunya adalah anggrek Dendrobium cuneatum di wilayah Papua.
Dijelaskan peneliti BRIN Destario Metusala, anggrek dengan bunga kecil berwarna kehijauan itu sebelumnya hanya ditemukan di wilayah Sulawesi dan Maluku.
“Temuan spesies ini (anggrek Dendrobium cuneatum) di Pulau Batanta (region Papua) akan menambah informasi terkait jangkauan distribusi alaminya yang ternyata melewati zona Wallacea dan mencapai zona biogeografi Australasia,” ungkap Destario.
Selanjutnya dalam studi yang dilakukan sejak pertengahan Maret 2022 ini juga menemukan bunga anggrek akar, Taeniophyllum torricellense.
Bunga anggrek tersebut pernah ditemukan di dua wilayah, antara lain Pulau San Cristobal di Kepulauan Solomon serta pegunungan Torricelli di Papua Nugini.
Tim peneliti pun menemukan anggrek epifit Dendrobium incumbens yang sebelumnya hanya ditemukan di dua lokasi di Papua Nugini, yaitu distrik Sepik dan Morobe.
Mereka yakin bahwa penemuan anggrek Taeniophyllum torricellense serta Dendrobium incumbens, akan menambah jumlah keragaman spesies anggrek di Indonesia.
Spesies anggrek baru ditemukan di Papua Barat, yakni di Pulau Batanta, kata Reza, memiliki berbagai tipe ekosistem yang masih sangat alami mulai dari pantai, hutan hujan tropis, dataran rendah, hingga hutan pegunungan bawah pada ketinggian sekitar 1100 mdpl.
Sementara di bagian barat Pulau Batanta, adalah kawasan konservasi Cagar Alam Batanta Barat yang digunakan untuk penelitian maupun perlindungan biodiversitas beserta ekosistemnya.
“Penelitian botani di Pulau Batanta tergolong masih relatif jarang dilakukan,” ujarnya.
Baca juga: Peneliti Indonesia-Australia Temukan Spesies Katak Baru Papua di Hutan Mimika Kawasan Freeport
Selain melakukan studi untuk pengumpulan dan penyusunan data anggrek di Batanta, para peneliti turut melakukan observasi serta perekaman upaya pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan oleh masyarakat adat.
“Hasil observasi sementara memperlihatkan total lebih dari 100 jenis tumbuhan digunakan oleh kelompok masyarakat adat untuk berbagai keperluan, mulai dari obat-obatan, pangan lokal, pakaian, upacara tradisional, kerajinan, perlengkapan rumah, bangunan, hingga material untuk membuat perahu,” papar Reza.
Dari berbagai sampel tumbuhan yang dikumpulkan dan dicatat, masih menggunakan nama lokal dari bahasa Batanta atau Batta.
Maka dari itu, tim peneliti akan melakukan identifikasi untuk mengetahui nama ilmiahnya.
Menurut Destario cara ini akan memudahkan mereka untuk melakukan kajian lebih mendalam, terutama pada keanekaragaman anggrek di pulau tersebut.
Baca juga: Buku Jejak Cinta di Papua, Mengajarkan Arti Katakan tanpa Kata-kata
Pihaknya menilai, studi yang dilakukan saat ini sangat penting lantaran jumlah masyarakat suku Batanta cukup terbatas dan umumnya mendiami tiga kampung Yenanas, Waiman dan Wailebet di bagian selatan pulau.
Kearifan lokal masyarakat adat Batanta seperti pemanfaatan tumbuhan “wil-gelfun” (Coscinium fenestratum) untuk pengobatan tradisional malaria, sakit mata, gangguan pencernaan, serta letih pun perlu untuk tetap dilestarikan.
“Tumbuhan teliih (Terminalia catappa) yang banyak tumbuh liar di pesisir yang digunakan untuk mengobati luka terbuka, gangguan pencernaan, hingga diare,” pungkas Destario. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "90 Spesimen Anggrek Ditemukan di Pulau Batanta Papua Barat",