Sosok
Komarudin Watubun, Sosok Politisi Papua yang Menjadi Perisai Partai Wong Cilik
Sebelum bertarung ke Jakarta, Bung Komar menilai ibu kota perlu sosok yang sederhana dan dari kalangan sederhana. Terpenting: mampu melayani rakyat.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Komarudin Watubun kembali mendapat mandat dari rakyat Papua sebagai Anggota DPR-MPR RI Periode 2019-2024.
Ia dilantik pada 1 Oktober 2019 setelah memperoleh 226.292 suara (peringkat 10 besar nasional) dari daerah pemilihan Papua.
Sebelumnya, ia duduk sebagai legislator Senayan periode 2014-2019.
Mengawali karier politiknya, lelaki kelahiran Mun Kahar, Kei, Maluku 9 Februari 1968 ini mencalonkan diri sebagai calon anggota DPRD Kota Jayapura dari PDI Perjuangan, dan terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD untuk periode 1999-2004.
Baca juga: Sosok Yorrys Raweyai, Politikus Kritis Asal Papua Kebanggaan Indonesia
Lalu pada tahun 2004, politikus bernama lengkap Komarudin WatubunTanawani Mora mencalonkan diri menjadi anggota DPR Papua dari PDI-P dan terpilih.
Melansir biografinya dari bungkomar.id, Komarudin menjabat Ketua PDI Perjuangan Provinsi Papua periode 2000-2005 dan 2005-2010.
Latar belakang pendidikannya adalah dari Universitas Cenderawasih pada tingkat S-1 dan ia mengambil magister di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sebelum bertarung ke Jakarta, Bung Komar, sapaan akrabnya, menilai ibu kota perlu sosok yang sederhana dan dari kalangan sederhana. Terpenting: mampu melayani rakyat.
Hitungan politiknya tepat. Jokowi terpilih sebagai gubernur DKI, didamping Ahok yang secara penampilan sama sederhana dan merakyat.
Kombinasi pemimpin DKI yang berasal dari dua kota kecil, Solo dan Bangka Belitung, ternyata mampu mengubah Jakarta menjadi kota yang merakyat.
Pelayanan publik terbaik, dan percepatan pembangunan yang luar biasa.
Dalam sebuah diskusi di Mabes Cilangkap pada 2012, Komarudin Watubun kembali membuka wacana “pemimpin rakyat” dan kesederhanaan politisi.
Dengan gaya bahasa diplomatis, Bung Komar mengatakan, setelah merdeka lebih dari 67 tahun hingga 2012 itu, apa yang sulit didapatkan adalah pemimpin merakyat.
Baca juga: Sosok Frits Ramandey, Ungkap Dugaan Penyiksaan 7 Anak SD oleh TNI di Papua: Makilon Meninggal
"Gagasan besar telah banyak, pemikir besar dan capaian besar juga tidak kurang, tetapi kita kurang pemimpin yang bekerja untuk rakyat. Pada titik itulah kita akan memulai proses politik kontemporer kita," ujarnya, kala itu.
Firasat politisi PDIP asal Indonesia Timur ini menjadi nyata.
Simbol pemimpin rakyat yang sebelumnya didukung Bung Komar untuk menjadi gubernur DKI, kemudian melaju ke kursi Presiden.
PDIP yang punya jargon partai wong cilik, konsisten mendukung Jokowi bahkan hingga kini ketika Jokowi maju kembali untuk menjadi capres pada pemilu 2019.
Lagi-lagi publik akan ingat peran Bung Komar di balik popularitas dan dukungan politik pada Jokowi itu.
Bagaimana pun, posisi Bung Komar selaku Ketua Bidang Kehormatan PDIP tentulah sangat berpengaruh terhadap tiap putusan politik yang diambil partai besar berlambang banteng moncong putih itu.
Bahkan, sebagian pengamat tak segan-segan menyebutnya “Orang Kedua” terkuat di PDIP setelah Megawati Soekarno Putri.
Tokoh asal Papua ini diketahui merupakan satu-satunya figur di PDIP yang berani mengkritik Megawati.
Dalam pidato pengangkatan pengurus pada 2015, misalnya, Megawati sendiri pernah bercanda kalau ia baru saja ‘dimarahi’ oleh anak Papua.
"Anak itu, punya dedikasi politik yang bagus kepada partai, disiplin tapi spontan, punya ideologi yang kukuh, dan yang terpenting sangat rendah hati," kata Megawati, memuji sosok Bung Komar.
Banyak pengamatan dan kalangan melihat kejelian Megawati menempatkan posisi Si Bung sebagai Ketua Bapilu dan Bidang Kehormatan PDIP.
Baca juga: Kisah Brigjen TNI Iwan Setiawan, Diperintah Prabowo Taklukkan Puncak Everest: Saya Hampir Mati
Bung Komar bukan hanya ‘keras’ ke luar, tetapi lantang mengkritik internal partai bila menurutnya melenceng dari ideologi Pancasila yang berbineka, atau kebijakan yang tak memihak rakyat kecil.
Pada 2014 lalu, misalnya, santer di media massa, ia mengingatkan partainya agar tak dihancurkan oleh pandangan subyektif orang-orang dekat Megawati sendiri yang menyulitkan posisi Ketum PDIP itu dalam menentukan skenario pemenangan Pemilu.
Terhadap kader PDIP yang menjadi anggota legislatif, Bung Komar juga tak lelah-lelah mengingatkan agar punya komitmen dan moral yang kuat.
“Perjuangan tak ada batasnya untuk kepentingan rakyat. Jangan masuk PDIP kalau hanya sekadar menjadi anggota DPR (dewan) dan jika tak terpilih, pindah ke partai lain,” tegasnya.
Tentu bukan semata sikap tegas dan kerasnya itu yang layak diapresiasi.
Di samping kapasitas selaku politisi handal, kecerdasan dan kekayaan gagasan-gagasan politik kebangsaan juga menjadi ciri yang menonjol pada sosok ini.

Membangun dari Timur
Gagasan Kebangkitan Indonesia sebagai bangsa besar yang menurutnya perlu terus menerus diwacanakan.
Menurutnya, faktor historis sebagai bangsa dengan sejarah besar di masa lampau, dapat menjadi motivasi kebangkitan Indonesia.
Secara ilmiah, pandangannya itu ia tuangkan secara panjang lebar dalam bukunya “Maluku – Staging Point RI Abad 21” yang diluncurkan pada 2017.
Menurutnya, tantangan abad 21 yang berat, dapat dihadapi dengan memberdayakan potensi historis selain sumberdaya alam dan ekonomi.
Hasil risetnya menunjukkan, titik nol kebangkitan Indonesia bisa dimulai dari Indonesia Timur, khususnya Maluku yang kaya sejarah dan sumberdaya energi.
Baca juga: SOSOK Jenderal Andika Perkasa di Mata Keluarga Blitar: Tetap Supel Meski Berpangkat
Nilai historis dan nilai strategis Maluku selama lebih dari 800 tahun pada level global dan kawasan Asia, pada masa-masa mendatang, katanya, akan sangat mempengaruhi bahkan menentukan daya-saing Negara RI abad 21.
Hal itu karena kawasan Maluku mempunyai potensi daratan selain potensi perairannya yang sangat luas.
Di darat, potensi mineral Maluku adalah emas di Pulau Wetar, Ambon, Haruku dan Pulau Romang, mercuri di Pulau Damar, perak di Pulau Romang, logam dasar di Pulau Haruku dan Nusalaut, kuarsa di Pulau Buru; minyak bumi di Bula (Seram), Laut Banda, Kepulauan Aru dan cadangan minyak di Maluku Barat Daya, dan mangan di Laut Banda.
Sementara perairan seluas 658.294,69 km2 memiliki potensi perikanan antara lain, ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster, cumi, dan kekayaan laut lainnya.
Titik balik ekonomi dunia dari sektor maritim, pada gilirannya akan membawa dampak positif bagi Indonesia melalui potensi kawasan Maluku dan Indonesia Timur.
Pandangan-pandangannya itu mendapat banyak pujian dari para ahli.
Boleh dikata, itu turut mendasari kebijakan-kebijakan ekonomi bahari yang dicanangkan Joko Widodo – Jusuf Kala di permulaan pemerintahannya.
Namun menurutnya, untuk mewujudkan cita-cita itu, perlu komitmen yang kuat dari seluruh lapisan bangsa, selain kepemimpinan yang amanah sesuai UUD 1945.
Ia malah kerap mengajak bangsa ini “bersih-bersih” diri melalui pertobatan nasional, sebagai bentuk otokritik terhadap kesalahan-kesalahan selama ini.
Terpenting, sebagai bentuk rasa syukur kepada anugrah sumberdaya dan kebinekaan yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada Indonesia.
Baca juga: Viral, Deddy Corbuzier Ucapkan Selamat kepada Paulus Waterpauw
Si Bung lahir di Maluku, namun besar di Papua.
Ujung timur Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan laut yang luar biasa, tentu berpengaruh pada rasa cinta dan konsepsi gagasan Bung Komar mengenai kebangkitan Indonesia itu.
Ia konsisten, hingga menjadi anggota DPR RI komisi II, itulah yang selalu ia suarakan.
Si Bung kerap menyebutnya sebagai “sebuah perjuangan tanpa batas”. (*)