Pemekaran Papua
Bicara Soal DOB, Pendeta Dora: Hasilkan Perpecahan bagi Orang Papua!
Perwakilan Sinode GKI Papua Pendeta Dora Balubun menyebutkan rencana pembentukan DOB akan menghasilkan perpecahan bagi orang Papua.
Penulis: Aldi Bimantara | Editor: Roy Ratumakin
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Aldi Bimantara
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Perwakilan Sinode GKI Papua Pendeta Dora Balubun menyebutkan rencana pemekaran atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), akan menghasilkan perpecahan bagi orang Papua.
Hal itu disampaikan Pendeta Dora dalam paparannya pada Diskusi Publik yang digelar Kontras dan diikuti Tribun-Papua.com, bertajuk Menyoal Daerah Otonomi Baru (DOB), Benarkah untuk Menyelesaikan Masalah di Papua, Senin (13/6/2022).
"Bagi saya Otsus pun juga membawa orang Papua menjadi terpecah-pecah, karena misalnya kalau di wilayah Jayapura, maka yang menjadi bupati harus orang Jayapura, ini membuat kita terkotak-kotak," katanya.
Baca juga: Pegiat HAM Haris Azhar: Agenda DOB untuk Melemahkan Papua!
Ia menilai dari situlah keterpecahan orang Papua hingga kini, karena sebelum Otsus orang Papua Barat bisa menjadi Gubernur di Papua.
"Orang Wamena bisa menjadi bupati di Sorong misalnya, namun kalau di daerah pemekaran maka itu sangat sulit karena sudah kembali pada kesukuan," tandasnya.
Ia mengemukakan bahwasanya sebelum Injil masuk ke Papua, kondisi orang Papua masih terpecah-pecah dan Injil hadir untuk mempersatukan.

"Di mana orang-orang Papua dari seluruh daerah disekolahkan bersama dalam suatu tempat pendidikan bersama untuk membangun rasa kebersamaan sebagai satu kesatuan orang Papua," katanya.
Bagi saya, pemekaran hanya akan menghasilkan perpecahan bagi orang Papua dan kembali pada kesuku-sukuan yang ada sebelum Injil masuk.
"Otsus membuka wilayah-wilayah pemekaran baru dan pada UU Otsus tahun 2001 ssbelumnya sudah banyak daerah di Papua dimekarkan, tetapi justru menimbulkan situasi baru yakni konflik," tambahnya.
Baca juga: Akademisi Unipa Jelaskan Pemantik Awal Munculnya Pemekaran Papua
Dalam pengamatan Pendeta Dora, saat ini konflik yang terjadi di Tanah Papua justru muncul dari daerah pemekaran.
"Seperti Intan Jaya, Nduga, Maybrat, Pegunungan Bintang, dan Ilaga, itu semua daerah-daerah pemekaran yang kaya akan SDA nya, dan karena pemekaran terjadi maka terbukanya ketahanan masyarakat," sebutnya.
Kemudian, ia menyebutkan karena wilayah tersebut merupakan daerah pemekaran, makanya Pemerintah mengirim aparat keamanan untuk mengisi daerah pemekaran baru tersebut.
"Kehadiran aparat keamanan baru ini, kemudian menghadirkan konflik baru karena daerah pemekaran yang fasilitasnya belum disiapkan mengakibatkan fasilitas umum misalnya sekolah dan pemukiman, kemudian digunakan menjadi pusat komando aparat yang pada ujungnya mengorbankan masyarakat," sebut Dora.
Baca juga: Pembentukan DOB, Tokoh Pemuda Ini Ajak Generasi Muda Siapkan Diri Terima Pemekaran
Ia mencontohkan misalnya di Kabupaten Intan Jaya, fakta menunjukkan sekolah di sana menjadi tempat markas aparat TNI.
"Oleh karena itu, akhirnya sejak 2019 itu anak-anak sudah tidak sekolah hingga saat ini," ungkap Dora.
Masalahnya sama, karena situasi keamanan yang tidak kondusif, sehingga masyarakat harus mengungsi ke luar.
"Fasilitas pendidikan terbengkalai, kemudian fasilitas kesehatan tidak berfungsi karena pekerjanya keluar dengan alasan keamanan, sehingga masyarakat juga keluar," tambahnya.

Hingga saat ini, Pendeta Dora mengungkapkan kondisi memprihatinkan tersebut masih terjadi di mana-mana, dan mayoritasnya adalah terjadi pada daerah pemekaran.
"Lalu terjadinya perlawanan dari masyarakat, karena saat ini rakyat merasa terancam apabila hadirnya aparat di daerah mereka," bebernya.
Karena masyarakat di daerah tersebut, dikontrol oleh aparat, Pendeta Dora menyebutkan masyarakat setempat dalam beraktivitas misalnya berkebun harus melapor ke aparat.
"Konflik yang terus terjadi di Papua sampai saat ini belum teratasi, untuk itu pemekaran yang diusulkan oleh elit-elit politik akan mengakibatkan kontradiksi atau perlawanan," akuinya.
Baca juga: Alasan 5 Wilayah Adat di Papua Sepakat Mendukung Pemekaran: DOB Itu Rahmat yang Harus Disyukuri
Dalam kesempatan itu, ia juga mempertanyakan tergesa-gesanya pemekaran Papua.
"Berapa banyak sih orang Papua saat ini, dengan adanya pemekaran maka orang Papua tidak akan mencukupi kebutuhan yang ada, sehingga muncul orang dari luar datang untuk mengisi kekosongan," jelasnya.
Wanita berkacamata tersebut mengatakan, situasi itu akan menimbulkan persaingan yang kurang sehat, karena orang Papua belum dipersiapkan secara khusus untuk bagaimana menghadapi pemekaran wilayah.
"Pemekaran ini untuk siapa, untuk orang Papua atau bukan," tanyanya kepada audience.
Untuk itu, ia meminta agar Pemerintah pikirkan orang-orang Papua yang belum dipersiapkan menghadapi pemekaran.
"Solusinya mudah saja, Pemerintah harus sadar bahwa dengan elit politik yang ke Jakarta dan mengusulkan ini dan itu, tetapi harus paham bahwa itu elit politik yang telah menikmati kekuasaan," katanya.
Ia juga menyebutkan bahwa mereka (elit politik) yang ke Jakarta, dan mengusulkan ke Pemerintah Pusat untuk pemekaran segera dilakukan, adalah kebanyakan para pimpinan daerah yang akan segera habis masa jabatannya.
Dari hal tersebut, ia menyarankan agar Pemerintah menunggu hasil judicial review dan posisi MRP yang menerima pemekaran atau tidak, karena MRP adalah representasi kultural masyarakat Papua. (*)