Pemekaran Papua
Tolak Gabung Ke Provinsi Papua Pegunungan, Masyarakat Pegubin Bakal Gugat Ke MK
Intelektual Pegunungan Bintang (Pegubin) bakal mengguat Pemerintah Pusat ke MK karena menempatkan Pegubin masuk dalam Provinsi Papua Pegunungan.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Roy Ratumakin
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Intelektual Pegunungan Bintang (Pegubin), Yance Tapyor menyatakan pemerintah dan masyarakat bakal mengugat ke Mahkamah Konstitusi (MA) lantaran Pemerintah Pusat tak menggubris penolakan untuk bergabung ke Provinsi Papua Pegunungan.
Diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, pada Kamis (30/6/2022) secara resmi telah mengesahkan tiga Rancangan Undang-undang (RUU) daerah otonomi baru (DOB) menjadi UU.
Ketiga DOB itu yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan.
Baca juga: Pegubin Masuk Provinsi Papua Pegunungan, Mahasiswa: Kami Tolak, Kalau Tidak Kibarkan Bendera PNG
Keputusan tersebut mendapat protes dan reaksi keras dari sebagai masyarakat Papua, terutama pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang (Pegubin).
Di dalam UU itu, daerah administratif Pegubin dipindahkan dari Provinsi Papua ke Provinsi Papua Pegunungan dengan ibu kota Wamena.
"Ini sangat kami sesalkan, padahal sejak sepekan terakhir, baik bupati, ASN, tokoh adat, tokoh agama, intelektual dan mahasiswa melakukan protes keras agar kami dari Pegunungan Bintang tetap ada di Provinsi Papua,” kata Yance kepada Tribun-Papua.com, Minggu (3/7/2022)
“Bahkan bupati juga sudah bersurat resmi ke presiden, Mendagri dan DPR RI. Tapi kok Pemerintah Pusat, dalam hal ini Komisi II DPR RI dan Kemendagri tidak mau dengar aspirasi kami. Kami bakal gugat ke MK,” sambungnya.
Tujuan Pemekaran di Papua
Menurut Yance, tujuan pemekaran adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat Papua, baik bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan politik.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat harusnya mencermati letak Pegunungan Bintang dan aksesnya yang selalu bergerak ke Utara yakni ke Keerom, Kota Jayapura, dan Kabupaten Jayapura. Bukan ke Merauke, apalagi ke Wamena.
“Kami sudah menderita dan dianaktirikan selama 45 tahun ketika berada di Kabupaten Jayawijaya. Kami tak punya akses sama sekali dari Pegunungan Bintang ke Wamena. Kami seluruh masyarakat dari 34 distrik dan 277 kampung sudah menyatakan sikap bahwa kami tetap berada di Provinsi Papua. Karena jika tidak, kami tambah menderita karena makin jauh dari ibukota provinsi,” tegasnya.
Yance juga menyesalkan bahwa dalam pertemuan Panja Pemekaran dari Komisi II DPR RI dengan para bupati di Hotel Horison Kotaraja, Sabtu (25/6/2022), sebenarnya masalah ini sudah diangkat yakni posisi Pegubin meminta tetap berada di Provinsi Papua, di samping persoalan letak ibu kota Provinsi Papua Tengah antara Nabire dan Timika.
Baca juga: 5 Tuntutan Mahasiswa Pegubin: Jika Ditolak, Warga Tutup Semua Kantor dan Sekolahan
“Tapi kenapa Pemerintah Pusat tetap ngotot masukkan kami di Provinsi Papua PegununganPegunungan. Harus diingat bahwa pemekaran ini tidak berdasarkan kultur atau adat tapi berdasarkan akses geografis. Semua akses kami dari Sentani lewat pesawat ke semua distrik. Harusnya ada kajian ilmiah sebelum membagi kabupaten ini ke provinsi-provinsi,” katanya.
Saat ini, kata Yance, Bupati Spei Bidana dan 25 anggota DPRD Pegubin berada di Jakarta untuk memperjuangkan aspirasi ini.
Ia menilai, keputusan ini harus dikaji dan diuji materi tentang dasar pemindahan Pegubin ke Provinsi Papua Pegunungan.
“Kami minta anggota DPR RI dari Dapil Papua harus melihat persoalan ini dan ikut memperjuangkan di DPR dan Kemendagri. Masyarakat Pegunungan Bintang yang sudah memilih kalian, menunggu tanggung jawab moril kalian memperjuangkan aspirasi mereka,”ujarnya.
Sementara itu, Tokoh Agama Pegubin Yehezkiel Kaladana, mengatakan bahwa seluruh masyarakat Pegunungan Bintang tidak terima keputusan Pemerintah Pusat yang membawa Pegubin masuk ke Provinsi Papua Pegunungan.
“Sebab dari akses pelayanan di semua bidang, dari Wamena maupun Merauke tidak ada sama sekali. Semua distrik punya lapangan terbang dan berpusat di Sentani. Jadi akses perekonomian, keluar masuk orang dan barang semua dari Jayapura. Jadi kami minta kepada Pemerintah Pusat, dimana Provinsi Papua ada, kami tetap di situ,” kata Yeheskiel.
Kukuh di Provinsi Induk
Yehezkiel Kaladana menegaskan, jika ada kepentingan elit tertentu untuk membawa Pegunin ke Provinsi Papua Pegunungan, itu adalah sikap yang keliru dan mengorbankan masyarakat di Bumi Okmin.
“Kalau ke depan masyarakat wilayah adat Tabi dan Saereri mau ubah nama Provinsi Papua, kami masyarakat Pegunungan Bintang siap terima itu. Yang penting, kami tetap ada di Provinsi Induk Papua,” katanya.
Ia mengatakan, secara geografis, Pegubin sangat dekat dengan Kabupaten Keerom. Pemerintah Pegubin pun tengah membangun akses jalan darat dari Pegubin ke Keerom melalui Kementerian PUPR.
Baca juga: Ancaman Bupati Pegubin dan Nabire: Sama-sama Ingin Diperhatikan Negara!
“Pemerintah Pusat harus bijak melihat kembali keputusan tentang penetapan DOB itu. Harus kaji ulang agar masyarakat Pegunungan Bintang tidak jadi korban. Jangan hanya mendengar dari sepihak, terutama elit-elit politik Papua yang menginginkan agar Pegunungan Bintang tidak lagi di Provinsi Papua,” ujar Yehezekiel.
Ia juga meminta seluruh elemen masyarakat Pegubin harus bersatu padu untuk memperjuangkan aspirasi ini. Sebab ini menyangkut nasib masa depan generasi mereka.
“Semua kami orang Pegunungan Bintang rata-rata punya rumah, punya tanah, dan anak-anak kami semua sekolah di Sentani dan Jayapura. Kami tidak punya rumah di Wamena atau Merauke. Mohon Pemerintah Pusat melihat kembali kekeputusannya," katanya. (*)