Sosok
Cerita Mathius Awoitauw Perjuangkan Hak Masyarakat Adat hingga 14 Kampung di Jayapura Diakui Negara
Mathius pada 2008 mendampingi masyarakat adat untuk beraudiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jayapura. Simak ceritanya..
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengisahkan perjalanannya bersama warga memperjuangkan hak masyarakat adat sejak 2000.
Diketahui, Papua merupakan wilayah unik dan dihuni beragam suku bangsa, bahasa, dan budaya.
Begitu pun dengan Bumi Kenambai Umbai, sebutan bagi Kabupaten Jayapura.
"Ada satu tim yang lakukan kerja sama dengan Universitas Cenderawasih, sosialisasi dari distrik ke distrik, dengan konsep Pemerintahan Asli di Kabupaten Jayapura, dokumentasi perjalanan itu masih tersimpan," katanya di halaman Kantor Bupati Jayapura, di Sentani, Jumat (29/8/2022).
Baca juga: Ini Nama 14 Kampung Adat Penerima Kodefikasi dari Kemendagri di Kabupaten Jayapura
Mathius pada 2008 mendampingi masyarakat adat untuk beraudiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jayapura.
Mereka yang didampingi terdiri dari pemuda dan perempuan.
Perjuangan itu terus dilakukan karena pemerintah pusat dinilai belum memberikan perhatian atau keberpihakan.
Menjelang pemilu 2011, masyarakat adat Kabupaten Jayapura terus menyuarakan haknya.
Kemudian, setelah terpilih sebagai Bupati Jayapura pada periode 2012-2017, Mathius Awoitauw mengabil sikap bagi masyarakan adat lewat kebijakan atau terobosan.
"Dua periode saya pimpin, Rencana Pembangunan Jangka (RPJ) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pertama adalah pengakuan hak masyarakat adat, kami tetap konsisten," katanya.
Otonomi Khusus (Otsus) hadir di Papua pada 2001.
Kemudian, Perdasus 22 dan 23 Tahun 2008 memerintahkan bupati dan wali kota membentuk tim kajian untuk melakukan pemetaan wilayah adat dan profil masyarakat adat.
"Yang diraih hari ini bukan perjuangan yang baru tetapi sudah terlalu lama, bukan dalam sembilan tahun," tuturnya.
Bupati Mathius lalu merasakan kesan mendalam saat meluncurkan Kampung Adat pertama, yakni Kampung Negebei di Distrik Rafenirara dan Kampung Bundru di Distrik Yapsi.
"Pada saat itu ada tokoh masyarakat adat yang mengatakan, kami di kubur hidup-hidup bertahun tapi kami tidak pernah mati."