Tak Ikut Diculik dan Dibunuh seperti Jenderal-jenderal Lainnya, di Mana Soeharto saat G30S Terjadi?
Mengapa Soeharto tidak ikut diculik dan dibunuh oleh PKI seperti jenderal-jenderal lainnya dalam peristiwa G30S?
Ada yang setia kepada Soekarno, dan ada yang tidak. Di faksi inilah diyakini Dewan Jenderal bersarang.
Perlu diingat, setelah Perang Dunia II berakhir pada 1945, negara-negara pemenang saling bersaing memperebutkan pengaruh.
Persaingan yang dikenal dengan Perang Dingin ini membelah dunia menjadi dua.
Ada Uni Soviet dengan paham komunisnya. Dan ada Amerika Serikat dengan paham kapitalisnya.
Di tahun 1960-an, Soekarno dan PKI condong ke Uni Soviet dan antibarat.
Dewan Jenderal diyakini sejalan dengan Amerika Serikat dituding ingin menyingkirkan Soekarno.
Baca juga: Peluru Bersarang di Tubuh, Hasil Otopsi 6 Jenderal dan 1 Perwira TNI Korban G30S 1965 Mengenaskan
Atas dasar keyakinan ini, para perwira militer yang loyal kepada Soekarno bergerak secara diam-diam untuk mencegah kudeta.
Ada Kolonel Abdul Latief (Komandan Garnisun Kodam Jaya), Letkol Untung (Komandan Batalion Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa), dan Mayor Sujono (Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan di Halim).
Mereka didukung oleh Sjam Kamaruzaman, Kepala Biro Chusus (BC) PKI yang merupakan badan intelijen PKI. Daftar jenderal yang jadi sasaran disusun oleh Sjam bersama para perwira militer.
Mereka berencana "menculik" para jenderal dan membawanya ke hadapan Presiden Soekarno.
Belakangan, rencana ini gagal total. Persiapan tidak dilakukan dengan matang. Para jenderal malah dibunuh.
Di Mana Soeharto?

Dalam kesaksiannya kepada Mahkamah Militer, Latief membeberkan alasannya tidak memasukkan nama Soeharto.
"...karena kami anggap Jenderal Soeharto loyalis Bung Karno, maka tidak kami jadikan sasaran," kata Latief seperti dikutip dari buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang (2010).
Tak cuma itu, Latief bahkan melapor ke Mayjen Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat.