Info Jayapura
Soal Penolakan Kampung Adat, DPRD Jayapura Pastikan Tidak Buat Pansus
Klemens Hamo memastikan, pihaknya tidak akan bisa membuat Panitia khusus (Pansus) sebab semua yang terjadi sesuai undang-undang.
Penulis: Calvin Louis Erari | Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Calvin Louis Erari
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Menanggapi permintaan aksi penolakan kampung adat pada Selasa, 24/1/2023 kemarin, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jayapura, Klemens Hamo memastikan, pihaknya tidak akan bisa membuat Panitia khusus (Pansus) sebab semua yang terjadi sesuai undang-undang.
Demikian disampaikan Klemens kepada awak media termasuk Tribun-Papua.com, di Sentani, Selasa (31/1/2023).
"Kami tidak akan mungkin buat Pansus," kata Klemens.
Menurutnya, keberadaan kampung adat karena adanya Otonomi Khusus (Otsus) di Papua, sehingga ada turunan Undang-Undang dari provinsi hingga kabupaten.
"Semua sudah berjalan, apalagi suda ada kodefikasi, itu berarti kampung adat telah diakui dan tercatat dalam lembaran negara," jelasnya.
Namun, lanjut Klemens, untuk menjawab permintaan aksi saat itu, maka pihaknya akan melakukan berbagai tahapan
"Kami pasti akan memanggil OPD bersangkutan untuk membahas dan kembalikannya secara tertulis kepada mereka. Jadi kalau soal Pro dan kontra ini, buat saya adalah hal biasa, dan bisa dibicarakan," ujarnya.
Untuk itu, dia meminta agar bagi mereka yang telah menolak ataupun menerima keberadaan Kampung adat agar dapat mempersatukan persepsi, sebab melalui semua itu ada hak-hak kesulungan.
Baca juga: PT Pegadaian Gandeng Diskominfo Jayapura Gelar Sosialisasi Manfaat Pegadaian
Sebelumnya, aksi penolakan kampung adat terjadi pada Selasa (24/1/2023) kemarin.
Saat itu massa meminta DPRD mencabut status kampung adat dan kembalikan ke kampung pemerintah.
Selain itu, massa juga mengeluarkan pernyataan sikap dan dalam pernyataan itu terdapat 15 poin, yakni:
1. Menolak Kampung adat.
2. Meminta Pemkab Jayapura segera kembalikan kampung adat menjadi status demokrasi.
3. Lumpuhnya pelayanan dalam semua aspek, Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan Budaya.
4. Hilangnya hak-hak masyarakat ekonomi lemah.
5. Tertutupnya ruang demokrasi
6. Terjadi gaya kepemimpinan otoriter.
7. Tidak adanya transparansi penggunaan dana kampung, Alokasi Dana Desa (ADD), Alokasi Dana Kampung (ADK) dan lain sebagainya.
8. Kurangnya keterbukaan informasi tentang penggunaan dana kampung, karena kepala kampung adat adalah Ondofolo
9. Terciptanya konflik sesama masyarakat adat
10. Pj Bupati Jayapura dan Ketua DPRD Tolong memperhatikan aspirasi penolakan tersebut
11. Meminta Pj bupati Jayapura, segera menggantikan kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) dan menghapus instansi bagian pemerintahan Kampung adat.
12. Meminta ketua dan anggota DPRD Jayapura agar mencabut Peraturan daerah (Perda) nomor 1 tahun 2022 tentang Kampung adat.
13. Meminta kepada Ketua DPRD Jayapura untuk segera membentuk Panitia khusus (Pansus) dan bersama inspektorat Kabupaten Jayapura untuk turun ke 14 kampung adat untuk mendengar aspirasi masyarakat serta mengaudit keuangan kampung adat selama dua tahun kebelakang.
14. Seluruh kepala distrik di Kabupaten Jayapura tempat berada di 14 Kampung adat agar segera diganti.
15. Meminta Pj Bupati Jayapura memerintahkan kepala distrik untuk membentuk panitia pemilihan kepala kampung di wilayah Kampung adat.
| 800 Anak Ikut Camporée Petualang II di Sentani Jayapura |
|
|---|
| MSP Peduli dan GMS Gelar Pernikahan Massal di Jayapura, Rustan Saru: Ini Terobosan Pertama |
|
|---|
| Uncen dan PT SPIL Resmi Kerja Sama Wujudkan Riset Bersama dan Magang Mahasiswa |
|
|---|
| Rektor Uniyap Didik Mabuai Dorong Sarjana Jadi Pionir Digital dan Pengembang Ekonomi Papua |
|
|---|
| Universitas Yapis Papua Mewisuda 334 Sarjana dan 75 Magister |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.