Plt Bupati Mimika Tersangka Korupsi
BREAKING NEWS: Ribuan Pendukung Johannes Rettob Geruduk Kejari Mimika, Ada Apa?
Massa aksi menuduh Kejaksaan Tinggi Papua telah mengkriminalisasi Johannes Rettob. Sebelumnya, aksi yang sama juga digelar pada Jumat (3/3/2023).
Penulis: Marselinus Labu Lela | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Marselinus Labu Lela
TRIBUN-PAPUA.COM, TIMIKA - Ribuan warga pendukung Johannes Rettob kembali menduduki Kantor Kejaksaan Negeri Mimika di Jalan Agimuga Mile 32, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Selasa (7/3/2023).
Mereka menggelar aksi damai atas kasus korupsi pengadaan pesawat dan helikopter yang menjerat Plt Bupati Mimika Johannes Rettob oleh Kejaksaan Tinggi Papua.
Massa aksi menuduh Kejaksaan Tinggi Papua telah mengkriminalisasi Johannes Rettob.
Sebagian dari PNS juga ikut bergabung dengan aksi massa.
Baca juga: Johannes Rettob Tersangka Korupsi Pengadaan Pesawat, Tetapi Tidak Ditahan: Ini Alasan Kejati Papua
Demo kali kedua ini dikawal ketat aparat gabungan TNI-Polri.
Sebelumnya, aksi yang sama juga digelar pada Jumat (3/3/2023).
Pendukung Johannes Rettob meminta Menkopolhukam, Komisi Kejaksaan RI, dan Kejagung untuk memeriksa dan mencopot Kajati Papua dan Kejari Mimika.
Mereka juga mendesak pihak kejaksaan segera menarik berkas perkara Plt Bupati Mimika dan menghormati proses praperadilan.
Kuasa Hukum Plt Bupati Mimika Johannes Rettob, Geofrey Nanulaita menilai pelimpahan berkas perkara kliennya oleh Kejaksaan Tinggi Papua tekesan terburu-buru.

Menurt Geofrey Nanulaita, Kejaksaan Tinggi Papua sudah melanggar prosedur hukum acara.
Pasalnya, kliennya belum menandatangani berita acara pelimpahan kasus yang melilitnya.
"Seharusnya ada berita acara pelimpahan yang ditandatangani penyidik JPU dan tersangka. Tahap ini kita tidak tanda tangan sehingga kami melihat ini pelanggaran prosedur hukum acara," ujarnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Masyarakat Papua Duduki Pengadilan Jayapura, Desak Kejati Tahan Plt Bupati Mimika
Menurutnya, kasus ini pernah ditangani oleh KPK namun dihentikan lantaran tidak memiliki unsur kerugian negara.
"KPK tutup kasus ini karena tidak ada kerugian negara bahkan BPK dan BPKP tidak menemukan hal itu. Sementara kejaksaan menyebutkan ada kerugian negara," ungkapnya.
Selain melanggar prosedur pelimpahan, kata dia, Kejati Papua juga tidak melakukan pemeriksaan saksi yang meringankan dalam proses penyidikan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.