Kerusuhan Jayapura 2019
Victor Yeimo Dituntut 3 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Jaksa Tak Gunakan Fakta Sidang
Terdakwa kasus kerusuhan Jayapura 2019, Victor Yeimo diuntut dau tahun penjara oleh Jaksa di Pengadilan Negeri Jayapura, Kamis (27/4/2023).
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Terdakwa kasus kerusuhan Jayapura 2019, Victor Yeimo diuntut tiga tahun penjara oleh Jaksa dalam peradilan di Pengadilan Negeri Jayapura, Kamis (27/4/2023).
Tuntutan tersebut diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Achmad Kobarubun.
Dalam sidang yang berlangsung, dipimpin majelis hakim yang diketuai Mathius bersama hakim anggota Andi Asmurf dan Linn Carol Hamadi, JPU Achmad Kobarubun membacakan tuntutannya terdakwa Victor Yeimo melanggar Pertama Pasal 106 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dalam dakwaan Kesatu Penuntut Umum.
Terdakwa akan menjalani masa hukuman berupa pidana penjara selama tiga tahun dengan dikurangi selama terdakwa ditahan sementara, dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
Baca juga: Eksepsi Ditolak, Victor Yeimo Siap Hadapi Peradilan Kasus Kerusuhan Jayapura: Fokus Rasisme!
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mengenakan empat pasal berbeda, yaitu Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 110 ayat (1) KUHP, Pasal 110 ayat (2) ke (1) KUHP, Pasal 160 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua, Emmanuel Gobay mengatakan jaksa mendakwa dengan empat dakwaan tersebut namun hanya menggunakan satu dakwaan yaitu yang pertama Pasal 106 KUHP jo 55 ayat (1) KUHP.
Emmanuel menjelaskan dari uraian fakta yang menjadi dasar JPU, pihaknya mengamati adanya keanehan bahwa jaksa tidak menggunakan fakta sidang yang terungkap pada pembuktian.

"Dari uraian unsur-unsur pasal tersebut mayoritas diambil dari berkas perkara sebelumnya. Sementara fakta sidang tidak diuraikan secara banyak. Beberapa saksi yang memberatkan mayoritas menyebutkan dalam sidang tidak pernah melihat klien kami, lihat pun samar-samar dan itu diragukan," jelasnya.
"Kemudian saksi juga tidak melihat ntuk pernyataan di dalam video, namun dalam fakta sidang tidak ada satu pun video yang diputar atau ditunjukkan dalam persidangan yang dijadikan alat bukti."
Dikatakan, berkaitan dengan video dan pernyataan semestinya JPU bukan menggunakan pasal 106 KUHP tapi menggunakan UU ITE.
"Karena basisnya pada bukti elektronik. Bukti yang disebutkan juga diragukan karena tidak ahli atau penyidik cyber yang dihadirkan. Ini semakin menunjukkan jaksa dalam kesimpulan dalam dakwaan pertama tidak sesuai dengan fakta dan terkesan mengada-mengada," jelasnya.
Emmanuel juga menyebutkan fakta miris karena hanya untuk tuntutan tersebut, kliennya harus menunggu selama dua minggu karena sidang ditunda dua kali.
"Tuntutan ditunda dua kali tapi rumusannya tidak menggunakan fakta sidang. Semestinya waktunya sangat banyak untuk uraian fakta sidang secara maksimal," katanya.
Baca juga: Victor Yeimo: Tolak Rasisme di Tanah Papua!
Kemudian JPU tidak memasukkan keterangan aksi meringankan yang di hadirkan di persidangan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.