ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pemilu 2024

Putusan MK yang Muluskan Gibran Maju Cawapres Bisa Gugur, Denny Indrayana Beberkan Dasar Hukumnya

hakim yang terlibat konflik kepentingan dapat membuat putusan tidak sah jika ia tidak mundur.

Kolase Tribun-Papua.com
Gibran Rakabuming Raka akhirnya resmi dideklarasikan sebagai bacawapres KIM, Minggu malam di kediaman Prabowo, Kertanegara, Jakarta Selatan. 

TRIBUN-PAPUA.COM - Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diduga direkayasa oleh konflik kepentingan keluarga Presiden Joko Widodo seharusnya tidak sah.

Hal ini disampaikan pelapor kasus etik hakim konstitusi, Denny Indrayana, dalam sidang pemeriksaan MKMK, Selasa (31/10/2023).

Denny mengutip Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Di dalam beleid itu, tercantum jelas bahwa hakim yang terlibat konflik kepentingan dapat membuat putusan tidak sah jika ia tidak mundur.

"Lihat Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman," kata Denny.

Baca juga: Gibran Rakabuming, Kaesang dan Slogan PSI: Jokowi Is Me Langkah Pembusukan Politik

Secara lengkap, ketentuan itu berbunyi:

(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Denny berpendapat bahwa beleid itu juga mengikat untuk hakim konstitusi, walaupun MK bukan peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA).

"Memang ada yang berpandangan bahwa ketentuan tidak sahnya putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (5) dan (6) di atas hanya berlaku untuk Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya tetapi tidak untuk MK," kata dia.

Namun, ia menyoroti, kata "hakim" di pasal itu ditulis dengan huruf "h" kecil, bukan "Hakim" yang dimaksudkan hanya untuk hakim agung dan peradilan di bawahnya.

"Yang artinya, ('hakim' dengan huruf 'h' kecil) artinya generik berlaku untuk semua hakim," ucap Denny yang terhubung secara daring itu.

Denny menuturkan bagaimana prosedur hukum yang dibayangkannya dapat membuat Putusan 90 itu tidak sah.

Pertama, jika Ketua MK Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etika berat, yang bersangkutan dapat dijatuhi pemberhentian tidak dengan hormat.

Kedua, dengan komposisi hakim berbeda, tanpa Anwar Usman, MK menetapkan Putusan 90 tidak sah karena ikut diputus oleh Anwar yang seharusnya mengundurkan diri karena mempunyai benturan kepentingan.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved