Info Jayapura
LBH Papua Deklarasi Posko Pengaduan Kekerasan dan Kriminalisasi Masyarakat Sipil
Praktik kriminalisasi yang dialami masyarakat saat ini sudah berkembang. Tak hanya pada satu sektor, tapi sudah menjalar ke sektor lainnya
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: M Choiruman
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH) Papua menggelar deklarasi posko pengaduan kekerasan dan kriminalisasi masyarakat sipil yang ada di Tanah Papua.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay mengatakan, deklarasi pos tersebut didirikan berdasarkan rentetan kasus yang ditangani pihaknya, masyarakat maupun kasus kriminalisasi yang dipantau secara langsung.
Baca juga: LBH Papua Adukan Kasus Kekerasan Seksual dan Pembunuhan Dua Ibu Pengungsi ke Komnas Perempuan
Masih menurut Emanuel Gobay, praktik kriminalisasi yang dialami masyarakat saat ini sudah berkembang. Tak hanya pada satu sektor, tapi sudah menjalar ke sektor lainnya.
"Misalnya kasus buruh sawit dari PT. Tandan Sawita di Keroom, manajemen justru melaporkan dan diselesaikan secara pidana. Seharusnya melaluinya pengadilan hubungan industrial," ujarnya di kantor LBH Papua, Kamkey, Abepura, Minggu (26/11/2023).
Lebih lanjut dia menjelaskan, pada praktek sistem peradilan pidana yang paling banyak ditemui adalah pelanggran pada penegak hukum baik pihak kepolisian, kejaksaan, dan hakim yang berulang terjadi.
Pihaknya menemukan praktek-praktek ketidakprofesionalan pejabat publik melalui perizinan yang dikeluarkan tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat adat sehingga berdampak pada hilangnya hak masyarakat adat.
"Jadi berakhir pada hilangnya hak adat, tanah, air, sumber daya alam. Hak itu terus terjadi dan akan bertambah bukan hanya di Jayapura, tetapi merambat ke beberapa kabupaten lainnya, hingga duagaan akan terjadi juga di daerah provinsi baru," ujarnya.
Baca juga: Pembunuhan Sadis di Yahukimo, LBH Papua Pertanyakan Kinerja Polda Papua
Kemudian, pada praktik kekerasan berulang yang dilakukan oleh aparat keamanan di tubuh institusi kepolisian dan TNI, namun dibiarkan begitu saja.
"Istri-istri mereka yang kemudian mengalami KDRT banyak yang kami temukan, tetapi seperti tidak ada keadilan yang diberi baik secara internal, melalui sidang kode etik dan pengadilan militer," jelasnya.
Selain itu, kata dia, ditemukan banyak praktik kriminalisasi pasal makar padahal dalam pembuktian ada putusan-putusan yang akhirnya dibebaskan oleh hakim.
Baca juga: LBH Papua Minta Pemkab Yahukimo Perhatikan Pengungsi Akibat Kontak Tembak KKB Kontra Aparat Keamanan
Lebih lanjut, ada juga praktek kriminalisasi terhadap mahasiswa hingga berdampak pada perkuliahan yang tertunda.
"Itu yang kami temukan sepanjang 2023, semua kasus-kasus tersebut ada yang ditangani dan ada juga tidak sempat ditangani," ujarnya.
Keadaan tersebut, kata Emanual, dikhawatirkan terus terjadi di tahun mendatang sehingga pihaknya mendorong agar deklarasi pos korban bisa datang dan mengadukan kasusnya pada posko tersebut. (*)
1.039 Mahasiswa Uncen Diwisuda, Rektor: Jadilah Cenderawasih Muda yang Berdampak |
![]() |
---|
Ketua Senat Uncen Ingatkan Alumni: Jangan Hanya Cari Kerja, Tapi Ciptakan Lapangan Pekerjaan |
![]() |
---|
Dosen FKM Uncen Pakai Teknologi RO Bantu Warga Keerom Atasi Kesulitan Air Bersih |
![]() |
---|
Warga Perbatasan Papua Nugini Ikuti Pelatihan Barista di Koya Kota Jayapura |
![]() |
---|
Warga Distrik Kaureh Kabupaten Jayapura Minta Bupati Yunus Wonda Perbaiki Jalan Kampung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.