Sosok
Risma Sibarani, Perempuan Batak Mengabdi 37 Tahun sebagai Guru di Papua
tidak mudah bagi seorang perempuan nunjauh dari kampung halaman untuk mengabdikan dirinya mengajar sebagai guru di Papua.
Sementara itu, Risma mengakui sulitnya menerapkan kurikulum merdeka ketimbang kurikulum 2013 di Jayapura.
Sebab, banyak format administrasi yang harus diisi setiap hari hingga akhir semester.
Baca juga: Cerita Adriana Demetou, Perempuan Papua Raih Dokter di Bengkulu hingga Layani Warga Pelosok Negeri
"Kalau mau bikin kurikulum merdeka atau kurikulum baru harus ada pembekalan bagi guru, agar guru semakin punya pengetahuan," ujarnya.
Terlepas dari hal itu, Risma melihat kondisi guru di Papua sudah banyak mendapatkan perhatian, tetapi tidak sedikit yang masih terabaikan.
"Kalau bisa misalnya tunjangannya para guru itu pembayarannya dipercepat, apalagi yang mengabdi di pedalaman, pesisir, bahkan ke pulau-pulau," ucapnya.
Wanita murah senyum itu mengharapkan agar kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut semakin baik, dan hak-hak mereka lebih diperhatikan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.