Papua Terkini
NYAMUK DENGUE Perlu Dikendalikan, DBD Masih Jadi PR di Indonesia
Spesies ini populer karena selain dengue, juga membawa beberapa penyakit lain seperti chikungunya, yellow fever, dan zika.
Penulis: Roy Ratumakin | Editor: Roy Ratumakin
TRIBUN-PAPUA.COM – Professor School of Life Sciences and Technology Institut Teknologi Bandung (ITB) Intan Ahmad mengungkapkan penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan pada 1968 di pulau Jawa.
Diketahui, Demam berdarah dengue (DBD) merupakan satu di antara permasalahan kesehatan dunia.
Baca juga: Periode Mei-Juni 2023, RSUD Mimika Catat 46 Kasus Demam Berdarah
Khususnya di negara-negara tropis dengan aedes aegypti sebagai vektor (hewan penular).
Spesies ini populer karena selain dengue, juga membawa beberapa penyakit lain seperti chikungunya, yellow fever, dan zika.
Intan Ahmad menyebut, situasi kasus DBD di Indonesia dari tahun 1968 hingga 2024 mengalami fluktuasi. Namun, kasus kematiannya termasuk cukup tinggi.
"Situasi hingga saat ini masih fluktuatif, meski sudah dilakukan pengendalian vektor dengan berbagai cara atau metode," ujar Ahmad saat Webinar Nasional Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis bertajuk “Perkembangan Terkini Pengendalian Vektor Dengue di Indonesia”, Rabu (8/5/2024).
Meski berbagai upaya pengendalian sudah dilakukan, tetapi populasi nyamuk tetap tinggi dan dengue tetap menjadi masalah yang serius.
Baca juga: Demam Berdarah Dengue, Edward Sitohing: Kabupaten Jayapura Masih Waspada
Sejak 1970, beberapa metode pengendalian telah dilakukan, antara lain insektisida yakni fogging, ULV, residual, larvasida.
Lalu, gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) hingga menguras, menutup, dan mengubur (3M). Namun, kasus DBD masih tinggi karena sejumlah faktor.
"Kita dikaruniai tinggal di daerah tropis. Sehingga iklim lembap dan banyak hujan, ini amat ideal untuk nyamuk," imbuh Ahmad.
Tantangan lain, termasuk banyaknya pulau sehingga sulit diberantas. Lalu urbanisasi, waste management kurang baik, kepadatan permukiman, banyak air tergenang, hingga kurangnya kepedulian dan partisipasi masyarakat.
Baca juga: Ada 32 Kasus Demam Berdarah di Kabupaten Jayapura, Dinkes: Orangtua Awasi Anak Apabila Gejala Demam
Pengendalian Dengue
Sementara itu, Peneliti Ahli Muda, Kelompok Riset Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis pada Manusia Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Beni Ernawan menyebut ada dua cara mengendalikan dengue.
Pertama adalah desain vaksin atau obat. Kemudian kedua, dengan pengendalian vektor atau nyamuk.
Untuk vaksinasi, saat ini sudah ada beberapa kandidat vaksin, namun masih dalam tahap uji-uji efikasi dan belum digunakan secara luas.
Sehingga, pengendalian vektor atau nyamuk masih merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Beni menyebut, pengendalian dengue mengacu pada stranas pengendalian dengue tahun 2021-2025.
Serta, banyak metode yang harus bersinergi mulai dari manajemen survilens, pelibatan masyarakat, manajemen vektor, hingga akses tata laksana denguenya.
“Komitmen dari semua stakeholder dan tentunya kami sebagai peneliti harus berkontribusi tentang pengembangan kajian metode yang efektif dalam mengendalikan dengue salah satunya yaitu pengendalian teknik serangga mandul (TSM),” beber Beni.
Ia mengungkapkan, peneliti dari Amerika yaitu Edward F Knipling merupakan pioner dari teknik pengendalian serangga mandul ini.
Teknik ini sudah diimplimentasikan sejak tahun 50-an di Benua Amerika untuk mengeleminasi parasit ternak Cochliomyia hominivorax dengan merilis atau melepaskan jantan mandul.
Baca juga: WASPADA Demam Berdarah di Kabupaten Jayapura, Dinkes: Ada 32 Kasus dan Satu Meninggal
Menurutnya, itu merupakan debut dari keberhasilan TSM atau Sterile Insect Technique (SIT) pengendalian parasit ternak.
“Secara prinsip sebenarnya SIT atau TSM ini relatif mudah. Akan tetapi hal ini merupakan rangkaian tahapan yang pekerjaannya banyak,” ujar Beni.
Kendati demikian, dia menilai TSM adalah salah satu metode alternatif yang bisa dicoba untuk mengendalikan vektor dengue.
Namun, perlu diingat bahwa TSM juga bukan stand alone technique dan bukan teknik yang serba bisa.
‘’Jadi harus dikombinasikan dengan teknik lain, dalam kerangka dari integrated vector management. Perlu upscaling untuk kasus selanjutnya dengan menggunakan data entomologi dan data epidemiologinya. Diharapkan metode tersebut dapat menjadi bukti kuat untuk kita bawa ke tahap kebijakan selanjutnya,” pungkas Beni. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Tribun-Papua.com
Papua Terkini
nyamuk
Intan Ahmad
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Nyamuk Dengue
Beni Ernawan
Orang Papua Jadi Penonton Politik, Lahirkan Pemimimpin demi Kepentingan Indonesia |
![]() |
---|
Kantor DPD RI Perwakilan Papua Bakal Dibangun, Begini Respons Pj Gubernur Agus Fatoni |
![]() |
---|
Pemerintah Beri Izin Pertambangan pada PT Gag Nikel, Surga Raja Ampat Terancam Jadi Kuburan |
![]() |
---|
Wamendagri Apresiasi Yohanes Surya, Dorong Gasing Jadi Gerakan Pendidikan di Papua |
![]() |
---|
9 Pernyataan Sikap GKII di Tanah Papua soal Legalitas Gereja, Peringatkan Pengguna Gelap Tanpa Izin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.