ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Papua Terkini

39.000 Hektare Hutan Papua 'Dirampas' Perusahaan Sawit, Kayunya Dibabat dan Masyarakat Adat Tergusur

Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru dianggap tidak berpihak untuk menyelamatkan hutan dari krisis iklim secara global.

Tribun-Papua.com/Istimewa
PERAMBAHAN - Aktivitas perambahan hutan oleh PT SIS di wilayah hutan adat Kampung Zinage, Kabupaten Merauke. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Masyarakat Adat di Kabupaten Boven Digoel terancam kehilangan hutan hingga tercerabut dari akar budayanya.

Mereka kecewa atas ulah pemerintah di bawah rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang justru dianggap tidak berpihak untuk menyelamatkan hutan dari krisis iklim secara global.

Negara seolah tak memperdulikan nasib hajat hidup masyarakat di Papua Selatan itu.

Bagaimana tidak, perjuangan Suku Woro dari suku Awyu mempertahankan hutan adatnya di Kabupaten Boven Digoel, ditolak oleh Majelis Hakim PTUN Jayapura.

Mereka menggugat Pemerintah serta PT Indo Asiana Lestari yang dinilai merampas dan merusak hutan adat mereka.

emimpin warga Woro dari suku Awyu, Hendrikus Franky Woro, menyebut total hutan adat yang dirampas perusahaan sawit di dilayah mereka seluas 39.000 hektare.

Baca juga: Hutan Papua Dibabat Perusahaan Sawit, Menteri ATR Agus Harimurti Yudhoyono Malah Bilang Begini

Hakim dalam putusan yang diunggah PTUN Jayapura pada Kamis (2/11/2023), menyatakan "menolak gugatan penggugat, penggugat intervensi 1 dan penggugat intervensi 2."

Lalu, "menghukum penggugat, penggugat intervensi 1 dan penggugat intervensi 2 untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 451.000."

Pertimbangan majelis hakim

Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim yang dipimpin Merna Cinthia menyatakan dalil penggugat Hendrikus Woro bahwa SK Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Papua tentang izin kelayakan perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari bertentangan dengan asas kearifan lokal, kelestarian, kehati-hatian, dan keadilan "tidak relevan".

Karena menurut hakim, telah terdapat penilaian atau pengujian terhadap Amdal oleh Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup atau Kepala Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua -selaku Ketua Komisi Penilai Amdal pada 1 November 2021.

"Sehingga asas-asas tersebut telah diejawantahkan dalam Rekomendasi Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi hasil uji kelayakan," demikian bunyi pertimbangan hukum majelis hakim.

Kendati begitu apakah substansi dan pembuatan Amdal tersebut dilakukan sesuai prosedur atau tidak, hakim atau pengadilan menyatakan tidak mengujinya dengan alasan bukan menjadi obyek sengketa.

Pertimbangan hukum lainnya adalah hakim menyebut penerbitan SK Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Papua tentang izin kelayakan perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari "telah sesuai secara prosedur dan tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik".

PROTES - Masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi, serta sejumlah aktivis menggelar aksi damai di depan Mahmakah Agung, Jakarta, pada Senin (27/5/2024), berharap Mahkamah Agung menjatuhkan putusan hukum yang melindungi hutan adat mereka.(KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARRORROH ITSNAINI)
PROTES - Masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi, serta sejumlah aktivis menggelar aksi damai di depan Mahmakah Agung, Jakarta, pada Senin (27/5/2024), berharap Mahkamah Agung menjatuhkan putusan hukum yang melindungi hutan adat mereka.(KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARRORROH ITSNAINI) (Tribun-Papua.com/Kompas.com)

Dasarnya kata hakim karena SK tersebut terbit satu hari setelah keluarnya Rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua selaku Ketua Komisi Penilai Amdal.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved